jpnn.com, JAKARTA - Ekonom sekaligus Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia Didik J. Rachbini mengatakan, investasi asing punya aspek positif.
Salah satunya, menguatkan nilai rupiah. Namun, di sisi lain, jika modal asing itu terlampau dominan dan tidak terkontrol, timbul risiko bagi Indonesia.
BACA JUGA: Ternyata Ini Alasan Perusahaan Asal Amerika Tertarik Buka Pabrik di Batam
Menurut Didik, dividen dari investasi tersebut bakal mengalir ke luar negeri sehingga turut membebani neraca pembayaran Indonesia yang sudah defisit.
BACA JUGA: Jurus Terbaru Pegadaian Kejar 700 Ribu Nasabah Anyar
BACA JUGA: Indef: Investor Asing Bakal Kuasai Startup Lokal
’’Selain itu, mengalirnya keuntungan ke luar negeri akan membuat permintaan dolar AS meningkat. Akibatnya, nilai tukar rupiah bisa melemah,’’ jelas Didik, Rabu (7/8).
Aliran modal asing terus masuk ke unicorn Indonesia. Investasi itu berasal dari berbagai investor. Mulai Google, Tencent, Alibaba, hingga SofBank.
BACA JUGA: Kontribusi APBN Kecil, Jokowi Andalkan Peran Swasta
Didik menyarankan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) lebih selektif terhadap investasi yang masuk ke Indonesia.
’’BKPM harus bedakan, semua yang ditarik investasi berorientasi ekspor. Yang sekarang ini investasinya mengeksploitasi pasar dalam negeri semua. Kan barangnya impor,’’ ungkapnya.
Dia berharap pemerintah mendorong perusahaan e-commerce di Indonesia mampu meningkatkan ekspor produk lokal.
Tidak tertutup kemungkinan start-up Indonesia sanggup memenuhi kebutuhan pasar luar negeri.
’’Kami optimistis produsen dalam negeri sanggup memenuhi kebutuhan di Indonesia maupun negara lain. Dengan begitu, defisit pendapatan primer bisa diimbangi kenaikan ekspor,’’ ujarnya.
Plt Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM Yuliot Tanjung mengakui, memang sejauh ini perusahaan start-up masih membutuhkan pendanaan dari luar.
Sebab, perusahaan rintisan masih sangat sulit mendapatkan permodalan dari dalam negeri.
’’Untuk dapat pinjaman dari dalam negeri, persyaratannya ketat. Tingkat suku bunganya tinggi,’’ katanya.
Menurut Yuliot, pemerintah juga membatasi kepemilikan asing. Untuk investasi di bawah USD 100 miliar, kepemilikan asing hanya diberi jatah 49 persen.
Untuk investasi lebih dari USD 100 miliar, asing boleh menguasai saham perusahaan hingga 90 persen.
’’Hal ini dilakukan agar industri dalam negeri bisa tumbuh dengan adanya tambahan modal,’’ tandasnya. (agf/c14/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kebijakan OSS Perlu Diperkuat demi Investasi
Redaktur & Reporter : Ragil