jpnn.com - JAKARTA - Langkah Kejaksaan Agung melimpahkan kasus dugaan rekening gendut Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan ke Mabes Polri, dinilai tidak tepat.
Pelimpahan ini disebut rawan diwarnai konflik kepentingan, mengingat BG merupakan bagian dari kepolisian yang pernah dicalonkan menjadi Kapolri.
BACA JUGA: Kejagung Siap Terlibat Gelar Perkara Kasus BG di Bareskrim
“Dengan dilimpahkannya kasus BG dari KPK ke kejaksaan lalu kepolisian, maka keberlanjutan pengusutan kasus tersebut semakin diragukan. Setidak-tidaknya konflik kepentingan akan terbuka lebar, mengingat BG seorang perwira tinggi aktif kepolisian yang pernah dicalonkan sebagai calon Kapolri,” ujar Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Ginting, Selasa (7/4).
Menurut Miko, kejaksaan seharusnya menjelaskan sejauh mana pengusutan terhadap kasus BG telah dilakukan dan apa alasan di balik pelimpahan kasus ke kepolisian.
BACA JUGA: Datang Sebagai Kader, Jokowi Tak Dapat Agenda Pidato Kenegaraan
“Dengan besarnya konflik kepentingan yang akan terjadi dan tidak transparannya pengusutan kasus Komjen (Pol) Budi Gunawan selama dilakukan Kejaksaan, maka pelimpahan kasus tersebut seharusnya dibatalkan,” katanya.
Karena itu Miko menilai pimpinan KPK seharusnya segera menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) atas putusan praperadilan Komjen (Pol) Budi Gunawan. Karena putusan tersebutlah yang menjadi dasar pelimpahan kasus BG dari KPK ke Kejaksaan lalu Kepolisian.
BACA JUGA: Terpidana Korupsi Dana Atlet Dibekuk di Terminal
“Presiden Joko Widodo juga sepatutnya tidak mengangkat BG sebagai Wakapolri maupun jabatan-jabatan lainnya. Pengangkatan bagi pejabat yang proses hukumnya masih berjalan untuk menduduki jabatan publik, bertentangan dengan moralitas hukum,” katanya.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Disebutkan, salah satu asas umum pemerintahan yang baik adalah norma kepatutan.
Ketentuan tersebut menurut Miko, menjadi kewajiban bagi penyelenggara negara sesuai Pasal 8 ayat (2) huruf b UU No. 30 Tahun 2004 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Presiden Joko Widodo bertanggungjawab terhadap pembenahan dan reformasi kepolisian. Reformasi Kepolisian akan berhasil dengan dimulai dari memilih pimpinan yang tidak diragukan integritasnya,” kata Miko. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Akom Ingatkan Agung Laksono Cs soal Kegeraman Keluarga Cendana
Redaktur : Tim Redaksi