Digembleng Abah Main Catur Dua Papan

Rabu, 21 April 2010 – 07:46 WIB
Dokter Faida MMR memang bukan dokter biasa, dan juga bukan wanita biasa.menjadi direktur dua rumah sakit, direktur lembaga pendidikan perawat, serta mengelola tiga lembaga pendidikan di Jember dan Banyuwangi. Tetapi, di rumah ia tetap menjalankan kodratnya, tetap sebagai seorang ibu bagi anak-anak dan istri dari seorang suami.

Dokter Faida MMR memang bukan dokter biasaDia mempunyai banyak jabatan dan peran

BACA JUGA: Menyusuri Kampung Bersejarah China Benteng

Di antaranya, menjadi direktur dua rumah sakit, direktur lembaga pendidikan perawat, serta mengelola tiga lembaga pendidikan di Jember dan Banyuwangi
Tapi di rumah, "Kartini zaman reformasi" itu tetap seorang istri dan ibu bagi anak-anak

BACA JUGA: Rebut Simpati, Galang Sumbangan


 
ELITA SITORINI, Jember
 
COBAAN panjang dari Tuhan telah "memaksa" dr Faida menjadi perempuan perkasa seperti sekarang ini
Berawal dari meninggalnya sang ayah, dr Musytahar Umar Thalib, tahun lalu (30/11/2009)

BACA JUGA: Jelang Wafat, Berwasiat dengan Tulisan Akar Rumput

Hanya berselang sebulan, sang kakak pertamanya, dr Asyhar, meninggal karena sakitSebelumnya, adik lelakinya, Mumtaz, meninggal dunia dalam kecelakaan menjelang diwisuda sebagai dokter muda di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya   


Faida adalah putri ketiga di antara lima bersaudara pasangan almarhum Musytahar Umar Thalib dan Widad ThalibSepeninggal ayah, kakak, dan adik lelakinya, keluarga dokter itu kini tinggal beranggota tiga wanitaYakni, sang ibu, Widad Thalib; sang kakak, Mustafida; dan FaidaMustafida sudah punya kesibukan sendiri di Surabaya bersama keluarganya sehingga hanya Faida dan sang ibu yang harus mengelola sejumlah usaha keluarga di Jember dan Banyuwangi.

 

Faida, mau tidak mau, harus mengelola dua rumah sakit swasta cukup besar yang didirikan ayahnya dan tiga lembaga pendidikan yang sudah majuDua rumah sakit itu adalah RS Al Huda, Genteng, Banyuwangi, dan RS Bina Sehat, JemberSebelumnya, RS Al Huda dipimpin almarhum dr Asyhar, kakak Faida.
 
"Bagaimana lagi, saya harus bolak-balik Jember?Banyuwangi untuk mengurus kedua rumah sakit ituTapi, harinya tak pastiLihat kondisi," ujar Faida.Selain mengurus dua RS, Faida menjadi direktur BSTC (Bina Sehat Training Centre) JemberLembaga itu menangani peningkatan kualitas dan pendidikan para perawat yang hendak berangkat ke luar negeri, khususnya ke Arab Saudi dan KuwaitFaida terobsesi mencetak perawat-perawat profesional yang layak bekerja di luar negeriUntuk mengurusi lembaga itu, Faida rela pontang-panting Jember?Jakarta di sela-sela kesibukannya mengelola dua rumah sakit tersebut.
 
"Saya sama sekali tidak pernah membayangkan akan mengalami semua iniIni amanat yang berat sekali," kata wanita kelahiran Malang, 19 September 1968, ituMemang, Faida sempat merasa kebingungan "ketiban sampur" mengurusi usaha keluarganya yang sudah berkembang tersebutNamun, dia akhirnya yakin mampu menangani semua itu setelah sang ibu terus mendorong dan mendukungnya. 
 
"Umi (panggilan Faida kepada ibunya, Red) bersedia membantu saya mengurus semuaBahkan, beliau menjadi partner yang luar biasa," katanyaSelain ibu, sang suami, Abdul Rochim, yang berprofesi sebagai dokter gigi dan staf pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember menyokong penuh karir Faida.
Meski menjalani kesibukan di dua kota (Jember dan Banyuwangi), Faida masih bisa meluangkan waktu untuk berolahraga dan bercengkerama bersama keluarga di rumahDi sela-sela itu, dia kadang membicarakan urusan rumah sakit dengan ibu atau suaminya.
 
"Kami profesionalDi kantor, umi manajer sayaDi rumah, beliau ibu sayaSemua sudah pada tempat masing-masing," kata lulusan terbaik Magister Manajemen Rumah Sakit (MMR) Pascasarjana UGM pada Mei 1998 itu.Menurut Widad Thalib, dirinya harus membantu Faida mengurusi rumah sakit peninggalan abah, almarhum Musytahar Umar Thalib"Dia satu-satunya anak yang mengurusi rumah sakit dan lembaga pendidikan sekaligusKasihan kalau ditinggal sendirian," kata wanita sepuh itu.
 
Bagi Faida, menjadi seorang pemimpin bukan untuk gagah-gagahan dan prestiseYang lebih penting, posisi dan peran itu bisa memberikan manfaat bagi orang lain, seperti harapan orang tuanya ketika memilihkan nama Faida yang berasal dari kata faedah"Orang tua saya berharap saya menjadi orang yang bermanfaat untuk banyak orang."
 
Faida mengaku kini mewarisi semangat dan filosofi yang dipegang ayahnya saat memimpin sesuatu"Kalau kamu merasa bingung apakah ini benar atau salah, ini mulia atau tidak, ukurannya cuma tigaBaik, benar, dan betulKalau sudah baik, benar, dan betul, jangan takut untuk melangkahKalau ada satu saja di antara tiga unsur tersebut yang tidak terpenuhi, kamu mundur dulu satu langkah," papar Faida menirukan pesan sang abah.Pesan ayahandanya yang sarat makna itu tak mungkin dilupakan Faida"Kemurahan Allah yang luar biasa, saya punya bapak seperti abah (Musytahar Umar Thalib, Red)," ungkap Faida tentang ayahnya.
 
Dia mengakui, gemblengan yang diberikan ayahnya kadang terlalu berat"Saya pernah diuji main catur menggunakan dua papan sekaligusPapan satu dimainkan, satu lagi dijalankanSaya harus berpikir dua-duanya sekaligus," ujarnya.Ternyata, kata dia, gemblengan tersebut merupakan sarana bagi dirinya dalam mengatasi berbagai masalah pada waktu bersamaan"Manfaatnya benar-benar saya rasakan ketika saya menjadi dokter dan mengelola rumah sakit," tegasnya.
 
Abahnya juga berpesan kepada Faida agar tidak cepat puasSemua pekerjaan harus dituntaskan secara maksimal"Kalau kamu mampu sepuluh, kenapa hanya sembilan yang dikerjakan," ujarnya menirukan ucapan ayahnya.Tak hanya itu, awal-awal berdirinya dua rumah sakit swasta yang kini dikelola Faida itu tak semudah membalik telapak tanganBanyak hambatan yang harus dihadapiNamun, kata Faida, abahnya selalu memberikan semangat dan dorongan sebagai perintis rumah sakit tersebut.
 
"Jadi perintis itu sudah takdirBersyukurlah kalau diberi kesempatan berjuang dan merintisRasanya nikmat tiada taraPeluang menjadi perintis itu patut kamu syukuri," kata Faida menirukan pernyataan abahnya."Dan itu saya lihat dan rasakan sendiri sekarangTidak peduli ukurannya besar atau kecil," papar penggemar yoga itu.
 
Menariknya, meski Faida sudah berupaya berbuat yang terbaik, abahnya jarang memuji dirinya"Abah tahu, bukan itu yang kau butuhkan!" Soal kerja di mana, mau menikah dengan siapa, mau berkarir apa, ayahnya hanya memberi satu syarat"Satu jawaban untuk tiga pertanyaanMiliki yang kamu cintai, cintai yang kamu milikiKamu ingin jadi dokter, ya cintailah dengan segala keruwetan profesi sebagai dokter," pesan almarhum Musytahar kepada putrinya itu.
 
Waktu membantu ayahnya menangani RS Al Huda pada 1993, Faida juga harus membuat surat lamaran lebih dahuluBayarannya cuma Rp 300 ribu sebulanPadahal, bila bekerja pada orang lain waktu itu, dia bisa mendapatkan gaji Rp 750 ribu."Abah bilang, kamu nanti merasakan nikmatnya merintisMerintis itu tidak bisa dibeli, tidak bisa dimintaMerintis itu jalan hidup," jelas ibu dua anak itu."Dulu saya tidak mengerti maksud abahAbah selalu melibatkan anak-anaknya dalam pekerjaannyaSetelah berkeluarga dan punya anak, saya baru sadar, itu semua ternyata tidak sekadar bermain," tegasnya.
 
Semasa kecil, kata Faida, dirinya tanpa sadar telah dibimbing dan diajari manajemen oleh abahnya dengan cara dilibatkan dalam beberapa pekerjaanMisalnya, saat dirinya diminta membantu mengairi pohon rambutan di pekarangan rumah dinas"Kamu perhatikan betul dan coba lihat alirannyaKamu kontrol dari ujung ke ujungAda yang macet atau tidakSemua harus connectJangan pernah membiarkan rambutan ini mati karena aliran airnya macetTermasuk yang paling pojokTidak boleh kamu perhatikan yang tengah sajaTidak boleh kamu perhatikan yang dekat rumah sajaKamu pastikan semua sampai ujung," tutur sang ayah.
 
Tampaknya, abahnya waktu itu mengajari Faida akan tanggung jawab, mengajari untuk peduli, dan mengajari manajemen sekaligusSaat diberi amanah memelihara, tidak boleh pilih-pilihSemua harus hidup dan dilaksanakan semua.Bagaimana dengan keluarga" Faida menjelaskan, dengan kesibukannya sekarang ini, mau tidak mau dirinya harus pandai-pandai meluangkan waktuTugas sebagai istri dan mengurus anak tetap harus dilaksanakan.
 
Kini, dua rumah sakit yang dia pimpin sedang berkembang pesat"Hampir tiap hari seluruh tempat tidur pasien di dua rumah sakit penuh," katanya.  Karena itulah, Faida harus berkonsentrasi menambah jumlah tempat tidur pasien di dua rumah sakit tersebutRS Bina Sehat sekarang memiliki 110 tempat tidur dan hendak ditambah 50 tempat tidur baruSementara itu, RS Al Huda yang memiliki 146 tempat tidur akan ditambah menjadi 210 tempat tidur.
 
Kini, Faida harus berpikir keras untuk mempersiapkan akreditasi 16 standar pelayanan di RS Al HudaBegitu juga dengan RS Bina Sehat"Rumah Sakit Al Huda menjadi rumah sakit pertama di Banyuwangi yang menyediakan fasilitas diagnostik CT-scan yang bisa melayani cuci darahRS Al Huda sekarang bertipe C plus dan akan ditingkatkan menjadi rumah sakit tipe B tahun depan," paparnya(*/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menelusuri Aset Jaksa Cirus Sinaga


Redaktur : Auri Jaya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler