jpnn.com, BAGHDAD - Batas waktu pengembalian Bandara Internasional Irbil ke tangan pemerintah sesuai ultimatum Perdana Menteri (PM) Irak Haider Al Abadi adalah Jumat (29/9) kemarin.
Demikian juga instruksi bagi Kurdistan Regional Government (KRG) untuk melimpahkan kendalinya atas perbatasan Irak.
BACA JUGA: Ingin Merdeka, Kurdi Langsung Dikeroyok Enam Negara
Namun, tidak ada satu instruksi pun yang KRG tepati. Desakan agar membatalkan hasil referendum pun tak diacuhkan.
Setelah referendum kemerdekaan Kurdi pada Senin (25/9), Abadi berusaha keras menjaga Irak tetap utuh.
BACA JUGA: Kurdi Irak Gelar Referendum, Iran dan AS Khawatir
Pemimpin 65 tahun itu tak mau KRG yang menguasai Kurdistan Region membentuk pemerintahan sendiri dan memisahkan diri dari Irak.
Karena itu, strategi stick and carrot pun berlaku. Irak akan memblokade bandara yang dikelola KRG dan menutup perbatasan jika hasil referendum tak dibatalkan.
BACA JUGA: Ingat Mas Nusron, BNP2TKI Tak Berwenang soal Moratorium TKI
”KRG tidak akan menyerahkan kendali perbatasan ke tangan pemerintah Irak.” Demikian laporan TV Rudaw, stasiun televisi yang berbasis di Irbil, kemarin.
Jawaban itu jelas membuat Irak dan tiga negara lain yang berbatasan dengan Kurdistan Region berang. Irak bersama Turki, Iran, dan Syria menyayangkan kengototan KRG tersebut.
Sejak referendum Senin, empat negara itu juga sudah melipatgandakan pengamanan.
Selain perbatasan, KRG juga menguasai Bandara Internasional Irbil. Sejak 2005, KRG mengelola bandara yang sebagian biaya pembangunannya mereka tanggung itu.
Karena hasil referendum berpihak kepada ambisi merdeka Presiden KRG Massoud Barzani, Baghdad menghendaki bandara tersebut diserahkan kepada pemerintah.
Mulai pukul 18.00 kemarin, seluruh penerbangan dari dan ke bandara tersebut dihentikan.
Namun, Abadi menegaskan bahwa larangan terbang langsung ke Bandara Internasional Irbil dan Bandara Internasional Sulaymaniyah karena dua-duanya berada di Kurdistan Region itu bukanlah isolasi.
”Itu bukan hukuman. Yang kami terapkan itu hanyalah langkah-langkah untuk mempertahankan persatuan negeri sesuai dengan konstitusi yang berlaku. Semuanya dilakukan demi kebaikan warga Kurdi,” urainya.
Lebih lanjut Abadi juga menepis tuduhan yang menyebut pemerintah pusat sengaja menghukum masyarakat Kurdi agar mereka kelaparan.
”Tidak ada sedikit pun niat kami untuk membuat rakyat kelaparan atau terisolasi. Kami juga tidak menghentikan suplai bahan makanan ke sana,” ungkapnya.
Baghdad menyatakan bahwa seluruh penerbangan darurat dan yang bersifat kemanusiaan tetap beroperasi.
Grand Ayatollah Ali Al Sistani juga menyatakan kecewa terhadap KRG yang nekat menggelar referendum meski tidak mendapatkan restu pemerintah pusat. Ulama besar Iran itu mengimbau kaum Kurdi tetap mengutamakan persatuan.
”Hasil referendum tersebut hanya akan membuat Irak terpecah belah,” ungkap Sistani sebagaimana dibacakan Ahmad Al Safi saat memimpin ibadah salat Jumat di Kota Karbala kemarin.
Jika ditilik dari jumlahnya, kaum Kurdi merupakan kelompok suku bangsa terbesar keempat di Timur Tengah. Sayang, sampai sekarang mereka tidak punya negara permanen.
Kaum Kurdi tersebar di kawasan yang disebut Greater Kurdistan dan terbentang di empat negara. Yakni Irak, Iran, Syria, dan Turki. Di Irak, Kurdi menyusun 15 persen dari total 37 juta penduduk. (AP/Reuters/BBC/hep/c11/any)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Basis ISIS Tinggal Dua, Bakal Dibombardir Habis
Redaktur & Reporter : Adil