Ingin Merdeka, Kurdi Langsung 'Dikeroyok' Enam Negara

Jumat, 29 September 2017 – 11:55 WIB
Beberapa perempuan anggota Peshmerga usai mencoblos di Irbil. Foto: AFP

jpnn.com, IRBIL - Tantangan terhadap hasil referendum warga Kurdi di Irak terus berdatangan. Kemarin, Kamis (28/9), setidaknya enam negara menyatakan bakal melarang maskapai penerbangan mereka terbang ke Bandara Internasional Irbil.

Langkah pelarangan terbang ke ibu kota Kurdistan Region, tempat referendum dihelat, itu sesuai dengan imbauan Irak. Lima negara lainnya adalah Turki, Jordania, Mesir, Lebanon, dan Uni Emirat Arab.

BACA JUGA: Kurdi Irak Gelar Referendum, Iran dan AS Khawatir

Hari ini (29/9) Middle East Airlines milik Lebanon, EgyptAir milik Mesir, dan Royal Jordanian milik Jordania tak lagi terbang ke Irbil atau Suleimaniyah.

”FlyDubai baru akan menyetop penerbangan ke dua bandara tersebut mulai Sabtu (besok, Red),” terang juru bicara maskapai penerbangan murah asal Dubai, Uni Emirat Arab, itu.

BACA JUGA: Jadi Istri Kombatan ISIS Itu Sengsara, Nih Buktinya

Sebelumnya, menyikapi referendum yang menghasilkan kemenangan kubu ”ya”, kubu yang menghendaki kemerdekaan Kurdi, Irak menegaskan penolakannya.

Selain itu, mereka menuntut Bandara Internasional Irbil dikembalikan kepada mereka. Sejak 2005, bandara tersebut memang dikelola Pemerintah Regional Kurdistan (KRG).

BACA JUGA: Pertamina Andalkan Irak dan Aljazair

Sampai kemarin, warga Kurdi yang tersebar di banyak negara terus merayakan hasil referendum tersebut. Misalnya, di Irbil, Hidad dan sang ayah merayakannya dengan berpawai.

Di telapak tangannya, bocah enam tahun itu menggenggam tiga butir kelereng hitam. Itu adalah lambang perceraian Kurdi dan Irak.

”Masing-masing kelereng menyimbolkan talak.Dengan tiga kelereng itu, kami (Kurdi) menjatuhkan tiga talak terhadap Irak. Kami menceraikan Irak,” kata ayah Hidad dengan girang di sela-sela berpawai di ibu kota Kurdistan Region tersebut.

Bagi mayoritas penduduk Irbil dan Kurdistan Region, kemenangan kubu ”ya” sampai lebih dari 92 persen itu adalah deklarasi kemerdekaan. Meski, referendum yang dihelat pada Senin (25/9) dikecam Irak, PBB, dan Amerika Serikat (AS).

Aso Karim Mohamad, mantan anggota parlemen Kurdi yang juga pernah bergabung dengan Peshmerga (paramiliter Kurdi), menyambut gembira hasil akhir referendum yang sesuai harapannya.

”Rakyat (Kurdi) bahagia (dengan hasil referendum). Sebab, kini rakyat akan menentukan masa depan mereka sendiri. Termasuk menanggung sendiri semua risiko,” papar pria 64 tahun itu.

Di sisi lain, Perdana Menteri (PM) Irak Haider Al Abadi dan PM Turki Binali Yildirim mengadakan pertemuan darurat. Agenda utamanya adalah menindaklanjuti referendum KRG yang sebenarnya tak punya kekuatan hukum dan tak mengikat.

”Yang jelas, saat ini militer Turki menghentikan program pelatihan bagi para pejuang Peshmerga. Akan ada beberapa langkah lagi yang kami ambil sebagai tindak lanjut referendum Kurdi,” tutur Bekir Bozdag, juru bicara pemerintah sekaligus wakil PM Turki.

Pemerintahan Abadi menegaskan bahwa Irak tidak akan menggunakan kekuatan militer untuk menghadapi KRG setelah referendum.

Pemimpin 65 tahun itu lebih memilih jalur embargo untuk mendesak Presiden KRG Massoud Barzani mengurungkan niatnya bercerai dari Irak.

”Saya tidak mau melihat Irak tercerai-berai. Karena itu, pemerintah akan mempertahankan persatuan sesuai konstitusi,” ujarnya.

Kemarin Abadi juga menepis desakan parlemen untuk menyiagakan pasukan di sekitar Kurdistan Region. Terutama di dekat Kota Kirkuk yang kaya minyak. Sebab, dia tidak mau negaranya menjadi semakin tegang.

Namun, dia mengimbau KRG untuk menganulir hasil referendum tersebut. Sebab, sejak awal, Irak tidak pernah mengizinkan referendum kemerdekaan itu dihelat.

”Kami tidak takut embargo. Kami punya persediaan makanan melimpah yang cukup untuk enam bulan ke depan,” ucap Wali Kota Irbil Nihad Qoja kemarin.

Dia menegaskan bahwa isolasi lewat bandara dan embargo ekonomi tidak akan mengubah hasil referendum. Kurdi tetap ingin merdeka. Qoja mengaku tidak keberatan jika harus terkungkung di Irbil. Sebab, dia sangat mencintai tanah kelahirannya.

Bagi Qoja dan penduduk Irbil lainnya, kemenangan kubu ”ya” bukan sekadar penegasan sikap Kurdi yang menginginkan kemerdekaan. Melainkan juga masa depan yang lebih baik.

Terutama di bidang keamanan. ”Setelah dicengkeram ISIS dua tahun, rasanya tidak ada hal lain lagi yang membuat kami takut,” ungkap Um Mohammad, ibu empat anak yang menjadi janda karena ISIS. (AP/Reuters/BBC/CNN/hep/c16/ttg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... ISIS Keok, Mosul Kembali ke Kekuasaan Tentara Irak


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler