Dikritik, Dokter Sangat Berkuasa Tentukan Jenis Obat

Senin, 10 Oktober 2011 – 22:11 WIB

JAKARTA--Pengamat kesehatan dari Universitas Gajah Mada (UGM) ProfLaksono Trisnanto mengungkapkan, penjamin ketersedianya akses masyarakat terhadap obat-obatan ditentukan dari peran dokter

BACA JUGA: Dokter Anggap Obat Generik tak Menguntungkan

Alasannya, sampai saat ini, dokter sangat berkuasa dalam menentukan jenis obat bagi pasiennya
Pasien tidak mampu menolak obat yang telah diresepkan oleh seorang dokter.

”Jika seorang dokter meresepkan obat yang laku keras di pasaran, tentu kompensasinya akan lain jika dia meresepkan obat yang tidak begitu laku,” ujar Laksono di Jakarta, Senin (10/10).

Menuruntya, bukan rahasia umum jika hal ini terkait dengan gaya hidup dari seorang dokter

BACA JUGA: Anggapan yang Salah soal Campak

Ia menuturkan, ada dua kelompok dokter yang ada saat ini
Pertama, dokter yang bekerja berdasarkan sistem free market .

Kedua, dokter yang dikendalikan oleh mekanisme yang berlaku yang ditetapkan pemerintah

BACA JUGA: TIngkat Konsumsi Ikan Masih Rendah

”Sebagian besar penghasilan para dokter berasal dari fee for service dan hanya sebagian kecil dari skema asuransi kesehatan,” jelasnya

Faktor lainnya, kata Laksono,  juga terkait masalah penyebaran jumlah rumah sakit yang ada di IndonesiaMenurutnya, selama ini Rumah Sakit Swasta lebih terkonsentrasi berkembang di daerah-daerah dengan tingkat fiskalnya tinggi dan indeks kemiskinannya rendahSedangkan Rumah Sakit Umum sebaliknya, lebih berkembang di daerah-daerah dengan tingkat fiskalnya rendah dan indeks kemiskinannya tinggi.

Hal ini juga mempengaruhi penyebaran dokter dan tingkat pendapatan dokterDi Jakarta, tentu saja tingkat pendapatannya lebih tinggi dibandingkan daerah lain di IndonesiaBahkan, untuk mengurangi tingginya kompetisi dan mempertahankan tingkat pendapatan, ada daerah yang tidak mau ditambah jumlah dokternya.

”Ini jelas memperlihatkan bahwa yang berkuasa bukan pemerintah, baik pusat maupun daerahYang berkuasa adalah organisasi profesiIni jelas tidak benar dan akan menghambat akses masyarakat terhadap ketersediaan obat-obatan,” tuturnya

Ia mencontohkan keberadaan dokter khususnya dokter-dokter spesialisDisebutkan,  di Jakarta, jumlahnya mencapai 24% dari jumlah total dokter spesialis dan melayani 4% masyarakat di daerah yang relatif kecil

Sedangkan provinsi-provinsi di Pulau Jawa, jumlahnya mencapai 49% dari total dokter spesialis yang melayani 53% masyarakatSisanya, ada sekitar 27% dari total dokter spesialis yang melayani 43% di daerah yang sangat besarKarena itu, pihaknya mengusulkan adanya langkah untuk mengubah akses terhadap obat-obatan.

”Dokter yang bekerja berdasarkan ketentuan yang ada yang ditetapkan pemerintah sebaiknya diberi kompensasi yang lebih tinggiIni untuk memperkecil gap dengan dokter yang bekerja berdasarkan free-market

Kedua, perlu ada standarisasi pendapatan bagi seorang dokter yang disetujui pemerintah, asosiasi profesi kedokteran dan perusahaan asuransi kesehatanStandarisasi pendapatan ini harus didasarkan pada gaya hidup seorang dokter,” tukasnya(cha/jpnn)


BACA ARTIKEL LAINNYA... BPOM Temukan Jajanan Anak Mengandung Bahan Kimia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler