Dinar-Dirham yang Mulai Populer sebagai Alat Pembayaran

Dapat Nasi Goreng Plus Kembalian Rp 20 Ribu

Sabtu, 09 Januari 2010 – 04:34 WIB
Keping uang emas bergambar Masjid Agung, Demak, Jawa Tengah (foto:ist)

Mengumpulkan keping emas (dinar) dan perak (dirham) sebagai koleksi dan sarana investasi sudah biasaNamun, sekelompok wirausahawan kini getol memasyarakatkan keping logam mulia itu sebagai alat transaksi layaknya mata uang rupiah.

-------------------------------------------
 SOFYAN HENDRA, Jakarta
-------------------------------------------

DENYUT kehidupan di Jalan Sungai Landak, kawasan Cilincing, Jakarta Utara, malam itu sepintas sama saja dengan kawasan pinggiran ibu kota lainnya

BACA JUGA: Reza Indragiri, Master Langka Bidang Psikologi Forensik

Bangunan, deretan toko, dan pedagang kaki lima saling berimpitan di sepanjang jalan menuju kawasan industri yang dikelola Kawasan Berikat Nusantara.

Jauh dari ingar-bingar pusat Kota Jakarta, masyarakat di dekat kawasan Pantai Marunda, kampung tempat asal si Pitung, pahlawan Betawi, tersebut kini mengembangkan cara transaksi yang tak biasa
Yakni, menjadikan dirham sebagai alternatif alat pembayaran

BACA JUGA: Reza Indragiri, Master Langka Bidang Psikologi Forensik

Saat ini, sudah sepuluh toko dan warung yang menerima transaksi dengan uang logam dari perak itu.

Layaknya uang rupiah, keping perak tersebut laku untuk membeli nasi goreng, nasi uduk, isi ulang pulsa handphone, martabak, hingga obat-obatan
"Ada sekitar 30 warga di sini yang biasa menggunakan dirham," kata Abdul Haris, 46, seorang pemilik toko obat, kepada Jawa Pos

BACA JUGA: Mooryati Soedibyo; Umur 82 Tahun dan Obsesinya tentang Jamu yang Tak Pernah Berhenti

Dia merasa senang menerima uang dirhamAlasannya, nilai tukar uang itu lebih stabil"Dan mudah ditukarkan lagi," ujarnya.

Lain lagi dengan SamilPenjual nasi goreng berusia 41 tahun tersebut menyatakan bisa menerima jika pelanggannya membayar dengan keping perakDia tak punya motivasi muluk-muluk"Kalau saya sih yang penting uang, ya saya terimaYang penting saya tak rugi," ungkapnya.Setelah menyelesaikan order sebungkus nasi goreng itu, Jawa Pos membayar Samil dengan sekeping uang dirhamDia lalu memberikan kembalian Rp 20 ribuNilai tukar satu dirham saat ini setara dengan sekitar Rp 29 ribu

Lalu, dari mana warga di sana bisa mendapat dirham? Lewat jaringan Wakala (Pusat Dinar Dirham) yang berfungsi sebagai pusat distribusi dinar dan dirham yang kini tersebar di berbagai kotaSofyan Aljawi, pemilik Wakala Al-Faqi, penyedia dinar dan dirham di Cilincing, mengungkapkan, dirham mudah diterima di masyarakat setempat"Di sini banyak orang BetawiMata uang mereka dulu ya perakBahkan, hingga sekarang mereka menyebut rupiah dengan uang perak," katanya berkelakar.

Sofyan menuturkan, sosialisasi penggunaan mata uang dirham tersebut memang baru dimulai dari kampung si Pitung itu"Saya yakin akan semakin banyak yang mau menggunakan dirhamSebab, dirham sekaligus menjadi sarana menabung," ujarnyaUpaya menggunakan dinar dan dirham sebagai alat pembayaran tidak hanya terbatas di CilincingAdalah Jaringan Wirausahawan Pengguna Dinar dan Dirham Nusantara (Jawara) yang kini getol memasyarakatkan penggunaan keping emas dan perak itu layaknya mata uang

Jaringan tersebut ditopang oleh penyedia penukaran dinar-dirham bernama Wakala Induk Nusantara yang saat ini memiliki 60 cabang yang tersebar di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan BaliCabang lainnya juga ada di Kalimantan, Sumatera, serta SulawesiNamun, Wakala tidak hanya dimaksudkan sebagai tempat penukaran dinar dan dirham (nilai tukar keping logam buatan anak perusahaan PT Aneka Tambang itu bisa diikuti secara online)Mereka juga menyosialisasikan bahwa keping emas dan perak bukan sekadar sarana investasi

"Itulah yang membedakan kami dengan penyedia dinar dan dirham yang lainDi sini benar-benar menyediakan aktivitas transaksi dengan dinar maupun dirham," jelas Zaim Saidi, direktur Wakala, yang juga pendiri Jawara, saat ditemui di kantonya di Depok, Jawa Barat.

Saat ini, konsumen memang bisa mudah mendapatkan keping dinar dan dirhamTermasuk di sejumlah toko emasNamun, umumnya hanya digunakan untuk sarana investasi, bukan transaksi"Hanya ditimbunPadahal, prinsip dasar mata uang itu untuk transaksiBanyak yang mengatasnamakan syariah saat menjual dinar dan dirhamPadahal, itu hanya untuk investasi," kata Zaim

Satu dinar adalah keping emas seberat 4,25 gram atau jika dirupiahkan setara sekitar Rp 1,447 jutaSatu dirham adalah keping perak seberat 2,975 gram atau setara Rp 29.000Tekad menjadikan dinar dan dirham sebagai alat bertransaksi membuat Zaim dan sejumlah rekannya menggagas jaringan bisnis terbuka yang menampung para wirausahawan yang mau menerima dinar dan dirham sebagai alat bertransaksi"Kini, sudah ada sekitar 200 wirausaha yang bergabung," ungkap lulusan IPB dan peraih master public affairs di Department of Government and Public Administration, University of Sydney, Australia, tersebut.

Pebisnis yang bergabung berasal dari beragam bidangMulai toko pakaian, jasa katering, biro perjalanan, penyedia peranti lunak, hingga desain grafisZaim mengaku tidak bisa memantau nilai transaksi perdagangan di antara anggota jaringan itu"Yang jelas, transaksi itu terus berjalanSebab, prinsip dasarnya sukarela menggunakan dinar dan dirham," ujar ayah lima anak tersebut.

Dia menuturkan, banyak keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan dinar dan dirham sebagai alat transaksiSebab, mata uang itu terkenal paling stabil dan bisa melawan ganasnya inflasi"Kita ini dipaksa menggunakan rupiah di IndonesiaLalu, ketika ke Singapura dipaksa menggunakan dolar Singapura," ucap Zaim yang juga ketua PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) itu.

Padahal, kata dia, nilai setiap rupiah yang kita pegang akan terus jatuh"Tidak dirampok pun, nilai uang yang kita simpan di bank terus berkurang," tegas Zaim yang sudah menulis lebih dari sembilan buku tersebut.Saat ini, kata dia, banyak yang memegang dinar dan dirham karena percaya harga emas akan terus naikKarena itu, mereka berpotensi memperoleh gain (keuntungan)Konsep itulah yang menjadikan dinar sebagai alat investasi dan komoditas murni

Menurut Zaim, harga emas terus melambung karena uang kertas tergerus inflasi cukup tinggiDia mengilustrasikan, pada 2000, ongkos naik haji hanya Rp 21 juta atau dengan kurs saat itu setara 71 dinarSaat ini, ongkos menunaikan ibadah haji malah turun jika menggunakan dinar, yakni 24 dinar atau Rp 35 juta"Jadi, kalau memegang dinar, justru ongkos berhaji turunTapi, kalau dengan rupiah, naiknya sangat tinggi," jelasnya.

Dia menegaskan, usahanya memopulerkan penggunaan dinar dan dirham sebagai alat pembayaran bukan ditujukan untuk melawan pemerintah"Kami tidak melawan siapa punIni prinsip dasarnya sukarela," tegas pria kelahiran 22 November 1962 tersebut.Dia mengakui, penggunaan dinar dan dirham tidak cocok dengan sistem perbankanBahkan dengan bank syariah sekalipunSebab, mata uang kertas selalu termakan inflasi, sehingga menuntut adanya suku bungaHal itu berbanding terbalik dengan dinar dan dirham yang nilainya justru naik

Menurut Zaim, tak masalah jika selama ini dinar dan dirham tidak terhubung dengan sistem perbankan"Lagi pula, berapa persen sih di antara seluruh penduduk di Indonesia yang mengguankan sistem perbankan"? ungkapnya.

Dalam sejarah, penggunaan uang kertas memang baru berusia 300 tahunBahkan, lebih dari separo umur uang kertas itu dulu masih menggunakan deposit emas sebagai jaminanEmas itu secara riil disimpan bank sentralNamun, sejak sistem Bretton Woods yang ditandai lahirnya Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia pada 1944, jaminan riil emas di bank sentral dihapusDengan lahirnya sistem baru tersebut, bank sentral bisa mencetak uang tanpa dikaitkan dengan cadangan emas di brankasnya

Secara ekstrem, Zaim menyebut penggunaan uang kertas sebagai penipuan"Kita dipaksa mengakui bahwa selembar kertas bergambar Soekarno-Hatta itu adalah uang seratus ribu rupiah," ujarnya.Penggunaan dinar dan dirham sebagai transaksi, kata dia, juga sama sekali tidak melanggar hukum positifSebab, tidak ada maksud untuk melawan pemerintah atau otoritas moneterNamun, dia dan teman-temannya di Jawara berharap adanya pengakuan dari pemerintah"Seperti akupunkturDulu tidak diakui oleh ilmu kedokteran, sekarang diakui dan bisa berpraktik di Indonesia," ungkapnya(el)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pagi Membaik, Siang Ada Enam Sumbatan di Panggul


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler