Dinilai Diskriminatif, Petani Tembakau Gugat UU Kesehatan

Senin, 21 Juni 2010 – 13:37 WIB
JAKARTA— Undang-Undang No.36/2009 tentang Kesehatan dinilai petani tembakau sangat diskriminatifMelalui kuasa hukum AH Wakil Kamal, para petani tersebut menggugat UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi

BACA JUGA: Tjahjo Kumolo, Selalu Bawa Kamera

Dalam persidangan yang dilangsungkan Senin (21/6) AH Wakil Kamal, mengatakan dalam UU Kesehatan, pemerintah secara eksplisit hanya mengatur tentang rokok atau tembakau sebagai bahan yang mengandung zat adiktif, seperti tercantum dalam pasal 113 ayat 2 dan pasal 114
Sehingga menimbulkan stigma negatif bagi petani tembakau.

“Mengapa hanya rokok saja yang mendapatkan kewajiban pencantuman itu,” kata Wakil Kamal.

Seharusnya ”peringatan kesehatan” itu tidak hanya berlaku bagi rokok, tetapi juga bagi makanan dan minuman lain yang mengandung zat adiktif dan dapat mengancam kesehatan misalnya minuman bersoda, minuman berenergi, kopi, teh, bir, wine, minuman beralkohol serta produk lain yang mengandung zat adiktif

BACA JUGA: Polri Didesak Periksa Pimpinan Group Bakrie



Para petani tembakau tersebut juga menggugat ketentuan pidana apabila pada kemasan rokok tidak mencantumkan ”peringatan kesehatan”
Sebab ancaman pidana yang diatur dalam Pasal 199 ayat (1) UU Kesehatan lebih berat daripada ancaman pidana bagi produk makanan/minuman lain yang juga dapat merusak kesehatan misalnya minuman beralkohol.

Ketentuan minuman beralkohol menurutnya hanya dicantumkan dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol

BACA JUGA: Sepi Peminat, Pansel KY Perpanjang Masa Pendaftaran

Ketentuan tersebut tidak mengatur adanya ancaman pidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp500 juta rupiah seperti rokok apabila pada kemasannya tidak mencantumkan ”peringatan kesehatan”.

“Ini menunjukkan telah terjadi diskriminasi terhadap produk rokokPadahal minuman beralkohol sangatlah jelas bertentangan dengan nilai-nilai agama dan lebih berbahaya dibandingkan dengan rokok,” jelasnya

Pengaturan ancaman pidana penjara lima tahun juga dirasakan sangat berlebihan karena terkesan mengkriminalisasi terhadap persoalan administratif semata. 

Sementara itu, Ketua majelis hakim mahkamah Konstitusi, Harjono  menyarankan pemohon untuk memperbaiki permohonannyaSebab, ada beberapa kerancuan dan salah ketik pada berkas permohonan tersebut“Sebaiknya direnungkan kembali, apa betul petani merasa dirugikan oleh Undang-Undang Kesehatan?” kata Harjono.(rnl/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bunga Tabungan Haji Terindikasi Disalahgunakan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler