jpnn.com, JAKARTA - Pendiri sekaligus ketua Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dr.Dino Patti Djalal menyoroti kebijakan pemerintah Indonesia yang dinilainya masih kurang menaruh perhatian khusus pada isu perubahan iklim.
Hal ini disampaikan Dino dalam FPCI public discussion bertema ‘Indonesia Climate Policy Outlook 2023’ baru-baru ini di Bengkel Diplomasi FPCI, Jakarta Pusat.
BACA JUGA: FPCI Mengapresiasi Prestasi Terbaik Politik Luar Negeri Presiden Jokowi
“Kebijakan Pemerintah Indonesia hingga saat ini masih sangat kurang dan bahkan masih overshoot dari batas pemanasan global 1.5 derajat Celcius, terutama apabila dibandingkan dengan negara-negara lain yang telah melibatkan climate goals dalam peraturan-peraturan hukum di negara-negaranya,” ujar Dino
Menurut Dino, untuk bisa menjaga kenaikan suhu global di 1.5 derajat celcius, target net-zero emissions (nol emisi bersih) Indonesia harus dicapai pada 2050, bukan 2060 yang merupakan target nasional Indonesia saat ini.
BACA JUGA: FPCI dan Global Citizen Berkolaborasi Cari Solusi Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem
Berbagai sektor diharapkan bisa berpartisipasi aktif untuk mewujudkan Indonesia dari dampak perubahan iklim.
Menurutnya, Indonesia suka tidak suka memang harus melihat cara negara-negara tetangga yang perlahan sudah menunjukkan komitmen untuk mencegah terjadinya perubahan iklim.
BACA JUGA: Penghargaan PROPER 2022, Wapres Minta Penanganan Perubahan Iklim Harus Bergerak Maju
Salah satunya dari Vietnam. Dino mengatakan Vietnam telah menyikapi regulasi perdagangan dengan mengikuti standar Eropa
“Vietnamese are playing it really smart, for example. Mereka melihat tren ini dan mereka membuat perusahaan VinFast yang memproduksi electric car dari Vietnam. Standar emisi yang mereka buat dari electric car tersebut mengikuti standar emisi Eropa, sehingga mereka bisa ekspor ke Eropa. Sedangkan yang Indonesia punya belum bisa ekspor ke Eropa, right? So we have to be just smart about thisI” tegas Dino.
Selain itu, mantan Wakil Menteri Luar Negeri RI tersebut juga mengingatkan agar pendanaan industri batu bara di dunia politik saat ini dihentikan karena dikhawatirkan akan memengaruhi kebijakan terkait lingkungan ke depan, apalagi Pemilu 2024 tinggal menghitung hari.
“Akan ada pembangkit listrik batu bara baru dan kita menghadapi kenyataan tahun ini bahwa ada banyak “coal money” (uang batu bara), banyak orang kaya makin kaya karena harga batu bara naik. Artinya, coal money kemungkinan besar akan mendominasi pembiayaan pemilu. Hal yang membuat saya khawatir adalah okay itu kenyataannya dan tidak ada aturan tentang itu, tetapi bagaimana kita memastikan calon presiden akan membuat posisi iklimnya bersih tanpa terpengaruh oleh berapa besar uang batu bara yang mereka dapatkan. Bagi saya, itulah pertanyaan politik terbesar,” tutur Dino.
Dia berharap para calon presiden mendatang menunjukkan niat serius untuk membawa fokus Indonesia pada kebijakan soal perubahan iklim. Dia mengatakan sudah saatnya pemimpin bangsa menciptakan lingkungan yang baik bagi generasi selanjutnya.
“Terlepas dari kepastian politik menuju Pemilu 2024, FPCI mengimbau agar para kandidat politik di masa depan untuk menaruh perhatian dan mengusung isu perubahan iklim sebagai isu prioritas,” pungkas Dino. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia