Dipaksa Bersetubuh jika tak Mau Tidak Dikasih Makan Tiga Hari

Minggu, 23 Februari 2014 – 07:06 WIB

jpnn.com - KASUS dugaan penganiayaan, penyekapan, dan human trafficing terhadap 17 pembantu rumah tangga (PRT) yang dilakukan istri Brigadir Jenderal (Brigjen) Polisi MS, M terus menguak fakta-fakta baru.

Sejumlah pembantu mengaku pernah disuruh bersetubuh antarsesama mereka. Jika tidak mau, tak ada jatah makan selama tiga hari.

BACA JUGA: Diduga Urusan Bisnis, Kediaman Pengusaha Digranat

Wajah-wajah lusuh itu kini menyesaki ruang kerja Satuan Reskrim Mapolres Bogor Kota. Ya, mereka adalah 16 PRT yang dievakuasi dari rumah M, di Perumahan Bogor Baru, Jalan Danau Mantana, C5/18, Perumahan Bogor Baru, Kelurahan Tegalega, Kecamatan Bogor Tengah.

Tidak nampak Yuliana Leiwer (18). Sang whistleblower (pengungkap kasus) tersebut sudah dibawa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk diamankan.
    
Radar Bogor (Grup JPNN) berhasil berbincang dengan salah satu PRT. Dia bernama Istikomah alias Wasasih alias Hesti (26). Perempuan kurus dengan tangan penuh bekas luka itu bertampang kusut. Namun dia mengaku sedang semringah. Sudah delapan bulan Hesti menunggu momen ini.“Alhamdulillah. Ini seperti mimpi. Saya sangat beruntung bisa keluar dari rumah itu,” ujar Hesti.
    
Selama menjadi pembantu MS, Hesti mengaku pernah mendapatkan penganiayaan. Mulai dari ditampar, dijambak, dicakar dan disiram minyak goreng panas. Tak sampai di situ, tiga bulan lalu Hesti juga mengaku pernah dipaksa bersetubuh dengan pembantu laki-laki.

BACA JUGA: Cemburu, PNS Hajar Mantan Pacar

Jika tidak, Hesti tidak boleh makan selama tiga hari. Hesti mengakui jika juragannya itu kerap iseng. Namun dia tidak mau menolak dan melawan permintaannya itu lantaran kadung takut.
    
“Saya masuk kamar saja. Tidak sampai bersetubuh. Saya takut kalau menolak,” jelas perempuan yang sudah memiliki dua anak tersebut. Keseharian Hesti dan para pembantu lainnya berjalan statis. Di rumah berloteng itu, pembantu pria dan perempuan dipisahkan.

Untuk pembantu 11 perempuan tidur di sebuah kamar di lantai satu. Tidak semuanya kebagian kasur. Sedangkan lima pria tidur di lantai dua.
    
Setiap hari mereka mesti bangun pukul 03:00 lalu mandi. Sejam kemudian mereka harus bersiap di dapur untuk bekerja. Hesti dan dua orang lainnya biasanya bekerja mencuci baju.

BACA JUGA: Bidan Colok Mata Bocah Pakai Gagang Sapu

Sementara yang lain ada yang memasak, mencuci mobil. Pukul 06:00, biasanya M membuka gerbang dan menyuruh sejumlah pembantunya untuk menyapu dan membersihkan pot bunga di depan rumahnya. Ada ratusan pot bunga. Jika dihitung, pot gantung saja ada 31 buah. Sementara pot besar 16. Itu belum dengan pot kecil yang bercampur menjadi satu di beranda rumah.
    
“Ibu M biasanya keluar menggunakan daster dan celana panjang. Sementara pembantunya membersihkan pot hingga ke bawah-bawahnya,” ujar salah satu tetangga M yang namanya enggan disiarkan.
    
Menurut Hesti, M merupakan seorang yang perfectionist. Dia kerap marah jika ada setitik debu di meja. Jika salah satu pembantu berbuat salah, maka tamparan bakal didapat. Pernah suatu kali Hesti menjatuhkan tempat air. Karena suara jatuhan tersebut kencang dan membuat M kaget, maka tangan perempuan asal Desa Depok Pulungsari RT1/2, Selomerto, Wonosobo, diguyur minyak goreng panas.

“Kalau Yuliana, dia ditampar tiga kali karena saat membuat kue, mixernya jatuh dan adonannya menyiprat ke ibu. Dia menangis dan langsung meminta dijemput oleh keluarganya,” paparnya.
    
Gaji pembantu di rumah M berada di kisaran Rp800 ribu sampai Rp1 juta. Untuk Hesti, M menggajinya Rp800 ribu. Beda dengan Agustinus Henri (26). Pria yang sudah mengabdi 2,5 tahun ini digaji Rp1 juta. Upah tersebut tidak lantas dibayar perbulan. Biasanya M menyimpannya. Jika memang si pembantu itu memerlukannya, baru dikasih.

“Tidak ada yang tidak digaji. Ibu baik, saya mendapatkan banyak pelajaran dari dia,” bela Agustinus.
    
Pria asal Desa Koting B Kecamatan Nele, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur ini menegaskan, M bukanlah penyiksa meskipun dia tidak membantah jika majikannya itu ringan tangan.

Radar Bogor sempat mendapat kabar jika ada pembantu perempuan yang hamil hingga melahirkan di rumah M. Dia bernama Riris Setyowati (19). Menurut Agus, Riris sudah hamil ketika mulai bekerja.

“Ya kalau tiga kali sudah tidak bisa ya dipukul. Tapi tidak menyiksa,” paparnya. Kendati membela habis-habisan majikannya, Agustinus masih berpikir ulang untuk bekerja kembali di rumah M. Dia mengaku ingin pulang kampung. “Kalau saya tidak mau lagi. Cukup sekali saja dalam hidup saya diperlakukan seperti ini,” timpal Hesti.
    
Penelusuran Radar Bogor, MS merupakan purnawirawan polri alumnus Akpol 1978. Dia seangkatan dengan mantan Kapolri Timur Pradopo, mantan Wakapolri Nanan Soekarna, dan penggantinya saat ini, Komjen Oegroseno. Sebelum pensiun setahun lalu, MS menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Kapuslitbang) Mabes Polri.
    
Terpisah, Keluarga Brigjen (Purn) MS membantah telah melakukan penganiayaan terhadap para pembantunya. Bantahan tersebut disampaikan Victor Nadapdap, juru bicara keluarga MS.

"Perlu saya sampaikan bahwa istri Pak MS tidak pernah melakukan penganiayaan ataupun penyekapan seperti yang dituduhkan selama ini," ujarnya kepada wartawan.

Victor juga membantah soal dugaan penyekapan yang dilakukan oleh istri Ny M, istri MS. Menurutnya, selama ini seluruh pembantu di rumah itu bebas keluar masuk rumah.

Pada saat aktivitas tertentu, gerbang pintu rumah tersebut dibuka. Misalnya, sore hari saat para pembantu dibelikan bakso oleh majikannya."Kalau pagi dibelikan roti, sorenya bakso jadi darimana dikatakan kalau dikatakan penyekapan," kata Nadapdap.
    
Terpisah, Polres Bogor Kota bakal melakukan visum terhadap delapan PRT termasuk Yuliana Lewier selaku pelapor. Polisi juga mengisyaratkan untuk menyelidiki adanya peran Brigjen (pur) Mangisi Situmorang (MS) dalam kasus tersebut.

Penyidik Polres Bogor telah memeriksa seluruh PRT yang ada di kediaman MS. Hasilnya, delapan dari 17 PRT akan menjalani visum untuk menguatkan dugaan yang ada.
    
"Kami minta visum karena mereka merasa pernah diperlakukan tidak sesuai, atau pernah menderita tindakan kekerasan," ujar Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Agus Rianto kemarin. Agus menuturkan, secara kasat mata, para PRT itu umumnya tampak baik-baik saja.

Niat awal mereka memang mencari pekerjaan. Mereka rata-rata belum lama bekerja di rumah MS, hanya sekitar tiga bulan. Bagaimana bisa MS mempekerjakan 17 PRT sekaligus di satu rumah masih diselidiki lebih lanjut.
    
Yang jelas, saat ini yang dilaporkan oleh para PRT itu adalah M, istri MS. M dituding menyekap dan kerap menganiaya mereka jika berbuat kesalahan. "Apakah bapak MS ada keterkaitan atau tidak, nanti kita lihat dari hasil pemeriksaan Polres Bogor Kota," lanjut mantan Kabidhumas Polda Papua itu.
    
Para PRT itu saat ini menjadi saksi atas laporan yang dilayangkan Yuli. Dari 17 PRT yang diduga disekap, tiga di antaranya berusia di bawah 18 tahun. Namun, salah satu dari tiga PRT tersebut telah menikah. Hasil pemeriksaan diperkirakan baru akan kelar pekan depan.
       
Agus menjelaskan, kasus tersebut mendapat atensi Kapolri. Pihaknya menjamin kasus tersebut akan diselesaikan dengan profesional, meskipun terkait dengan purnawirawan perwira tinggi Polri.
    
Disinggung apakah MS ataupun isterinya merupakan penyalur tenaga kerja, Agus enggan menjelaskan. Dia mengatakan bakal menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut dari Polres Bogor. "Tapi yang jelas, ke-17 orang ini memang bekerja di kediaman bapak MS," tambahnya. (gar)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Galang Dana Kelud, Anggota Geng Motor Ditangkapi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler