jpnn.com - BEIJING - Ironis. Chen Man (50) tahun, bebas dari penjara pada 1 Februari lalu, setelah mendekam di dinginnya dinding sel selama 22 tahun.
Chen dituding sebagai pelaku pembunuhan di Hainan, Tiongkok, pada November 1994. Pengadilan Provinsi Hainan menjatuhkan penundaan hukuman mati pada 1999. Di Tiongkok, itu berarti hukuman seumur hidup. Pria malang tersebut berkali-kali mengajukan banding ke Mahkamah Agung.
BACA JUGA: Wonderful Indonesia Beraksi di Thailand Golf Expo
Setelah serangkaian banding, pengadilan akhirnya membebaskannya pada 1 Februari lalu. Kemarin (13/5) pengadilan memutuskan Chen mendapat kompensasi sebesar 2,75 juta yuan atau setara Rp 5,6 miliar. Padahal, dia menuntut ganti rugi sebesar 9,66 juta yuan (Rp 19,7 miliar) dan meminta pengadilan meminta maaf secara formal di media lokal maupun nasional.
"Saya harus menerima keputusan (ganti rugi) ini. Kami kecewa, tapi kami menerima ini sesuai dengan Undang-Undang Kompensasi Negara,’’ ujar Chen saat diwawancarai Legal Evening News.
BACA JUGA: 180 Hari lagi Presiden Dilengserkan
Kebebasan yang terampas selama 23 tahun hanya dihargai Rp 5,6 miliar!
Kasus seperti Chen ini ternyata sering terjadi di Tiongkok. Pengadilan dikontrol, terdakwa dipaksa mengakui kejahatannya. Chen setidaknya lebih beruntung. Sebab, dia masih bernyawa. Beberapa orang lain telanjur dieksekusi sebeluma akhirnya pelaku yang sebenarnya muncul dan mengakui kejahatannya.
BACA JUGA: Lewat Facebook, Presiden Terpilih Publikasikan Komite Transisi
Pada beberapa kasus, korban yang diyakini telah dibunuh ternyata ditemukan masih hidup dan tinggal di daerah lain. Namun, di antara kasus-kasus salah tangkap tersebut, Chen adalah yang paling lama menghabiskan waktu di dalam penjara. (afp/sha/c17/any/adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Panglima: Tingkatkan Kemitraan Militer Regional
Redaktur : Tim Redaksi