jpnn.com - JAKARTA - Jajaran Direksi PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI) melalui kuasa hukumnya Munarman, melaporkan Direktur Utama MNC TV Mayjen (Purn) Sang Nyoman Suwisma ke Bareskrim Mabes Polri. Pelaporan dilakukan atas dugaan tindak pidana menggunakan surat keterangan palsu, seperti diatur dalam pasal 263 ayat 1 KUHP.
Laporan bernomor LP/1047/XI/2014/Bareskrim, tertanggal 20 November 2014, menyebutkan, Sang Nyoman Suwisma secara tidak sah telah bertindak atas nama dirinya sebagai Direktur Utama PT CTPI untuk mendelegasikan penasihat hukumnya menangani sengketa kepemilikan stasiun Televisi Pendidikan Indonesia di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
BACA JUGA: Pengamat: Presiden Sudah Tepat Pilih Prasetyo sebagai Jaksa Agung
“Kami ada bukti otentik adanya surat keterangan palsu atas namanya yang mengaku–ngaku sebagai direksi PT CTPI. Perbuatan melanggar hukumnya adalah memberikan surat kuasa kepada penasihat hukumnya mewakili Sang Nyoman Suwisma di Badan Arbitrase Nasional,” kata Munarman melalui keterangan pers yang diterima wartawan, Jumat (21/11).
Munarman menyatakan, laporan dugaan pemalsuan dilayangkan ke Bareskrim Mabes Polri setelah kasus kepemilikan stasiun TPI, yang melibatkan Siti Hardiyanti Rukmana dan bos MNC Group Hary Tanoe (HT) sejak tahun 2005 itu, memperoleh kekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung (MA).
BACA JUGA: PDIP: Silakan KMP Interpelasi
Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor Perkara 238 PK/Pdt/2014, yang diputuskan pada 29 Oktober 2014 lalu, pemilik sah PT CTPI adalah Siti Hardiyanti Rukmana. Kepemilikan itu juga sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), tanggal 17 Maret 2005. RUPSLB itu juga telah menetapkan Dandy Rukmana sebagai Direktur Utama PT CTPI.
Dengan adanya putusan PK, sambung Munarman, kepengurusan Sang Nyoman Suwisma yang merupakan hasil dari RUPS, tanggal 18 Maret 2005 dinyatakan batal dan tidak sah.
BACA JUGA: Politikus PPP Sambut Baik Jaksa Agung Prasetyo
“Sudah dinyatakan batal dan tidak sah, tapi masih mengaku-ngaku sebagai direksi, tentu saja itu merupakan perbuatan membuat keterangan palsu. Ini jelas pelanggaran pidana,” tegasnya.
Seperti diketahui, perkara dengan Nomor Register 862 K/PDT/2013 tersebut diputus pada 2 Oktober 2013. Putusan MA itu, selanjutnya ditindaklanjuti kubu Hary Tanoe dengan mengajukan PK ke MA.
Namun PK yang diajukan kubu Hary Tanoe ditolak menyusul diterbitkannya putusan Peninjauan Kembali bernomor 238 PK/PDT/2014, telah diketuk pada 29 Oktober 2014 lalu. Pada Jumat (14/11), MA mempublikasikan salinan putusan PK terhadap putusan MA Nomor 862 K/Pdt/2013 tertanggal 2 Oktober 2013, yang diputus majelis.
MA menyatakan, alasan penolakan PK yang diajukan kubu Hary Tanoe melalui PT Berkah Karya Bersama (BKB) adalah kasus tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, bukan sengketa hak berdasarkan Investment Agreement.
Sebab terdapat pihak yang tidak terikat dengan Investment Agreement ikut digugat dalam perkara a quo yang tidak terikat dengan perjanjian, sehingga tidak termasuk pada ketentuan yang diatur dalam Investment Agreement, tanggal 23 Agustus 2002. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pejabat Universitas Akan Dites Urine
Redaktur : Tim Redaksi