jpnn.com, JAKARTA - Wacana Kepolisian ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kembali muncul di tengah pembahasan revisi UU Pori.
Polemik kelembagaan Polri ini selalu muncul di setiap transisi pemerintahan baru dan kembali memicu respons dari berbagai kalangan.
BACA JUGA: Polri Diminta Segera Tuntaskan Kasus Kepemilikan Senpi Ilegal di Bekasi
Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Analisa Keamanan Indonesia (PUSAKA) Adhe Nuansa Wibisono, Ph.D menolak wacana Polri di bawah Kemendagri karena akan mengganggu independensi Polri sebagai aktor utama keamanan.
Dia menyebut positioning tersebut akan mempersempit ruang gerak dan merupakan upaya untuk melemahkan institusi Polri.
BACA JUGA: 150 Anggota Polri Disiapkan untuk Misi Perdamaian Dunia di Afrika Tengah
“Jika Polri dibawah kementerian yang dipimpin oleh seorang menteri dari partai politik maka akan ada peluang politisasi Kepolisian untuk kepentingan tertentu. Padahal Polri sebagai penegak hukum harus independen dan tidak boleh diintervensi seperti halnya Mahkamah Agung dan Kejaksaan,” kata Wibisono pada Rabu (14/8/2024).
Pasal 8 Ayat 1 UU Kepolisian makin menegaskan independensi Polri sebagai alat negara dimana institusi Bhayangkara tersebut dipimpin oleh Kapolri yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
BACA JUGA: Korlantas Polri Sudah Mulai Mengintegrasikan Nomor SIM Pakai NIK KTP
Dia menyebut jaminan konstitusi bagi kemandirian Polri bertujuan untuk menjaga indepedensi institusi agar tidak mudah disalahgunakan sebagai alat pemerintah atau partai poltik.
“Gagasan Polri di bawah kementerian merupakan suatu wacana kemunduran dan mengingkari amanat reformasi. Kehadiran Polri seharusnya netral dan tidak berpihak kepada kepentingan politik manapun. Kedudukan Polri saat ini yang berada di bawah Presiden sudah tepat. Apalagi hal itu sudah diatur dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan,” ujar alumnus Turkish National Police Academy tersebut.
Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian menegaskan bahwa Polri merupakan alat negara yang berfungsi untuk mewujudkan keamanan dalam negeri. Frasa alat negara berarti bahwa Polri bukan alat pemerintah, apa lagi alat partai politik.
“Alat negara juga bermakna bahwa Polri adalah organisasi yang memiliki kesatuan institusi yang bersifat nasional dan tidak dapat dipecah-pecah atas dasar kedaerahan. Hal ini berbeda dengan konsep negara federal seperti di Amerika Serikat yang memiliki struktur pemerintahan yang terdesentralisasi,” kata alumnus FISIP Universitas Indonesia itu.
Wibisono kemudian menyebutkan alasan lain yang perlu diperhatikan dalam usulan perubahan posisi Polri ialah perlunya amendemen konstitusi yang akan memakan waktu panjang.
“Usulan tentang penggabungan Polri ke dalam kementerian memerlukan proses panjang yaitu amandemen konstitusi, pencabutan ketetapan MPR dan revisi UU Polri. Proses politik yang demikian panjang tersebut tentu saja akan menguras waktu dan energi di parlemen,” pungkas Adhe Nuansa.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari