JAKARTA – Komunikasi yang dilakukan antara Presiden dan DPR RI dalam bentuk rapat konsultasi seperti yang dilakukan Kamis (23/6), harus dikawal dan bisa diimplementasikan pada tingkat teknisSebab, sumbatan sering terjadi di tingkat teknis, baik mulai dari perencanaan hingga metode pembahasan.
Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandri mengatakan, perencanaan ulang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sudah sangat mendesak
BACA JUGA: SBY Diminta Agar Tak Permainkan Hak Rakyat
Alasannya, penyebab kinerja legislasi yang lamban berasal dari perencanaan yang cenderung mengabaikan kemampuan dan beban kinerja penyiapan maupun pembahasan Rancangan Undang-undang dalam kurun waktu satu tahun.“Desain ulang Prolegnas menemui momentumnya saat ini karena sedang dibahas RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai pengganti UU Nomor 10 Tahun
2004
Menurutnya, metode Daftar Inventarisasi Masalah(DIM) tidak sepenuhnya membuat pembahasan RUU menjadi efektif
BACA JUGA: DPR Perketat Seleksi Tenaga Ahli
Ia menjelaskan, metode DIM perlu didampingi metode klusterisasi agar anggota DPR tidak terjebak pada hal-hal teknis yang sangat membutuhkan banyak waktu.“Hal lain yang juga tidak boleh dilupakan dan patut pula diantisipasi adalah kedisiplinan anggota DPR dalam menghadiri rapat-rapat alat kelengkapan yang membahas RUU,” katanya lagi.
Lebih jauh Ronald mengatakan, Pemerintah dan DPR sama-sama punya kontribusi atas kelambanan kinerja legislasi
BACA JUGA: Marzuki Tuding Mark Up, La Ode Ida Berang
Terlebih lagi, rentang birokrasi di internal pemerintah lebih panjang ketimbang DPR“Jadi tersedia opsi untuk meninjau, apakah dipangkas atau masing-masing kementerian atau lembaga non kementerian diperkuat kapasitas penyusunan RUU-nya,” tegasnya(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Ruyati, Pemerintah Dibela Marzukie Alie
Redaktur : Tim Redaksi