JAKARTA -- Pemerintah Kabupaten/Kota yang sudah tiga kali secara berturut-turut mendapatkan opini disclaimer dari Badan Pemeriksaan Keuangan Rebulik Indonesia (BPK-RI), maka seharusnya ada sanksi yang diberikan ke bupati/walikotanya. Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) Yuna Farhan mengatakan, pemotongan ini harus didesak oleh DPRD saat pembahasan anggaran.
"Karena dewan sebenarnya punya peran kuat saat pembahasan anggaranSanksi memang harus diberikan agar ada perbaikan pengelolaan keuangan daerah," ujar Yuna Farhan kepada JPNN di Jakarta, Kamis (23/6).
Namun diakui Yuna, sulit berharap banyak kepada DPRD
BACA JUGA: Mendagri Ajak Pemda Bentuk Perusda
Alasannya, dewan biasanya hanya semangat saat membahas anggaranBACA JUGA: TKW Hilang di Riyadh, Keluarga Mengadu ke Demokrat
"Mereka malas urusan cuci piringBACA JUGA: Digodok Aturan Kompensasi Pensiun Dini PNS
Sehingga sulit diharapkan mau memberikan sanksi," paparnya.Jika punya kemauan memberikan sanksi ke bupati namun "sungkan" dengan bupati, saran Yuna, DPRD bisa membuka ruang konsultasi publik sebelum membahas soal anggaranYuna yakin, jika pengelolaan keuangan buruk, maka masyarakat akan "marah" kepada bupati dan mendorong agar dana operasional yang menjadi jatah bupati, dipotong saja"Dengan demikian, dewan tidak sendirian, tapi di bak up masyarakat," ujarnya.
Alternatif model pemberian sanksi yang lain adalah pemerintah pusat yang harus memberikan sanksiAntara lain misalnya dengan memotong Dana Alokasi Umum (DAU) untuk pos belanja pegawai yang menjadi jatah pemkab/pemko setempat.
Dana yang layak dipotong memang hanya dana pos belanja pegawai,karena jika pos lain yang dipotong, maka akan mengganggu kualitas pelayanan publik"Jika pos belanja pegawai yang dipotong, maka para pegawai akan berlomab-lomba untuk mengelola keuangan daerah secara bersih," ujar Yuna(sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... ICW Dituding Dorong Kejagung Langgar KUHAP
Redaktur : Tim Redaksi