jpnn.com, JAKARTA - Doktor geopolitik Universitas Pertahanan (Unhan) RI Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa Pancasila bukanlah konsep abstrak seperti teori yang pernah diajukuan diplomat Dino Patti Djalal.
Hasto menyampaikan hal itu menguatkan pernyataan pengamat pertahanan dan militer Dr. Connie Rahakundini Bakrie.
BACA JUGA: Ide Geopolitik Soekarno, Tawaran Disertasi Hasto untuk Mas Trenggono
Connie sebelumnya mengatakan disertasi Hasto berjudul “Diskursus Pemikiran Geopolitik Soekarno dan Relevansinya terhadap Ketahanan Pertahanan Negara”, membuktikan bahwa diplomasi Indonesia saat ini harus berefleksi dari pengalaman Indonesia pada era proklamator dan presiden pertama RI itu.
Politik luar negeri dan pertahanan Indonesia saat ini harusnya tak boleh hanya kelas medioker atau biasa saja, yang lahir tanpa visi misi.
BACA JUGA: Disertasi Hasto Membuktikan Pancasila Bukan Konsep AbstrakÂ
Connie lalu menyebut disertasi Hasto mematahkan pernyataan Dino Patti Djalal dalam disertasinya bahwa Pancasila adalah konsep yang abstrak.
Hasto menyatakan disertasinya memang mengandung spirit bagaimana bangsa Indonesia dengan kesadaran geopolitiknya, membentuk strategic culture yang khas Indonesia, dan bertujuan membangun spirit kepemimpinan Indonesia bagi dunia.
BACA JUGA: Prof Samsul Anggap Disertasi Hasto Membangkitkan Semangat Kepemimpinan Indonesia di Dunia
“Apa yang disampaikan Dr. Connie Rahakundini merupakan kritik keras terhadap Dino Patti Djalal yang mengatakan Pancasila itu abstrak. Penelitian saya mematahkan pemikiran Dino. Wawasan Nusantara juga dikatakan Dino sebagai konsep yang rumit dan kering terbantahkan dengan penelitian saya ini,” kata Hasto dalam keterangannya, Jumat (10/6).
Dino Patti memang pernah mengeluarkan karya “Geopolitical Concept and Maritime Territorial Behavior in Indonesian Foreign Policy” di Political Science Department, Simon Fraser University (1990). Di mana Dino meyebutkan Soekarno tak pernah berusaha memproyeksikan konsep Nusantara sebagai simbol mempersatukan.
Namun pilihan Soekarno terhadap instrumen simbolik hanya sekadar tunduk pada konsep politik yang abstrak seperti Pancasila, Manipol, Usdek, Nasakom, Djarek, Resopim, Oldefos-Nefos, demikian Dino.
Temuan dalam disertasi Hasto menunjukkan hal yang bertolak belakang terhadap apa yang disampaikan Dino.
“Pemikiran geopolitik Soekarno yang kerangkanya adalah Pancasila, dikonstruksikan dalam body of knowledge, disertai posisi teoritiknya terhadap geopolitik barat hingga geopolitik kontemporer. Teorinya yang disebut sebagai Progressive Geopolitical Coexistence, termasuk Wawasan Nusantara, bukanlah pemikiran abstrak, rumit, dan kering sebagaimana dikatakan Dino,” kata Hasto.
Menurut Hasto, geopolitik khas Indonesia bertujuan merombak tata dunia yang tidak adil. Postulat teori geopolitik Soekarno jelas bahwa dunia hanya akan damai apabila terbebas dari berbagai bentuk penjajahan.
Progressive Geopolitical Coexistence bermakna pendekatan geopolitik yang bertujuan agar negara-negara di dunia damai dan bisa hidup berdampingan. Dalam geopolitik Soekarno, kekuatan diplomasi luar negeri dan pertahanan bukanlah demi agresi menjajah atau merampok kekayaan alam negara lain.
Namun, justru untuk memastikan dunia bebas dari penjajahan dan hidup berdampingan dengan damai.
Atas dasar hal tersebut pula, Hasto mengatakan sesuai disertasinya, Soekarno mengedepankan supremasi sains dan teknologi untuk Indonesia, dengan pengaruh yang sangat signifikan sebagai salah satu variabel geopolitiknya.
“Alhasil, Progressive Geopolitical Coexsistence menjadi alternative of view bagi dunia atas pertarungan hegemoni yang terjadi saat ini,” tegas Hasto. (tan/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prof Ganefri: Disertasi Hasto Sumber Literasi, Perlu Dibaca Lintas GenerasiÂ
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga