Disetujui, Restrukturisasi Utang TPPI

Sabtu, 24 Desember 2011 – 18:01 WIB

JAKARTA  -  Pengamat energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mempertanyakan persetujuan Master of Restructuring Agreement (MRA) kepada Pertamina yang hanya dilakukan oleh Deputi Kementerian BUMNMenurut Komaidi, persetujuan yang bernilai triliunan dan strategis seperti halnya MRA PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) tersebut semestinya langsung dilakukan oleh Menteri BUMN. 

Meskipun keputusan tersebut sudah sesuai prosedur internal Kementerian BUMN, tetap semestinya melalui persetujuan pemimpin tertinggi

BACA JUGA: Tahun Baru, Ancol Janjikan Kemeriahan

"Karenanya, perlu penjelasan kepada publik agar tidak ada salah paham terkait langkah tersebut," ujar Komaidi.

Seperti diketahui, surat yang ditandatangani Deputi Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur Kementerian BUMN Irnanda Laksanawan itu mengatasnamakan Menteri BUMN Dahlan Iskan
Surat persetujuan tersebut sebagai balasan surat No 773/C00000/2011-S0 tertanggal 16 Desember 2011 yang memohon persetujuan restrukturisasi.

Namun dalam isi surat itu  menyebutkan bahwa MRA hanya dapat dinyatakan efektif berlaku setelah mendapatkan rekomendasi dari Jaksa Pengacara Negara dan berdasarkan hasil rekonsialiasi piutang yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Komaidi menambahkan, sejak awal, permasalahan TPPI tidak hanya bisnis semata

BACA JUGA: Jelang Natal, Mobil L-200 Diserbu

"Kasus ini cenderung jauh dari logika bisnis," ujarnya


Sesuai persetujuan, skema MRA-nya pembayaran tunai dengan nilai  USD 400 juta dan Rp1 triliun

BACA JUGA: Tingkatkan Rumah Layak Huni, Uang Muka Dibebaskan

Nilai utang TPPI itu terdiri dari sebagian tagihan PPA berupa Multi Year Bond (MYB) sekitar Rp 1 triliun, sebagian tagihan Pertamina USD 300 juta dan sebagian tagihan BP Migas USD 100 juta.  Sisa tagihan Pertamina akan diselesaikan dengan instrumen standby letter of credit (SLBC) pada saat closing date, serta skema jual beli mogas untuk tagihan open account (OA).

Sedangkan, sisa tagihan BP Migas akan diselesaikan dengan instrumen SBLC dan sisa tagihan PPA tetap seperti semula yakni MYB yang diselesaikan dengan operasional "cash flow" dari PT Petro Oxo Nusantara dan PT Polytama Propindo.  Skema MRA dengan Pertamina adalah piutang "product delivery instrument" (PDI) atau "delayed payment notes" (DPN) akan dilunasi seluruhnya, yakni pokok dan bunga senilai USD 400 juta.

Caranya, pembayaran secara tunai senilai 300 juta dolar AS dan sisanya SBLC USD 100 juta dolar yang diterbitkan pada saat "closing date" MRAUntuk piutang OA senilai USD 183 juta, pembayaran dilakukan dengan "letter of credit" (L/C) yang terdiri dari L/C pertama USD 60 juta dengan jadwal pembayaran selama lima tahun pertama yang diterbitkan saat "closing" MRA sebesar USD 100 juta dan L/C kedua sebesar sisa "outstanding" OA beserta bunganya untuk lima tahun kedua yang diterbitkan sebelum akhir tahun kelima.

Apabila L/C kedua tidak terbit, maka Pertamina masih mempunyai jaminan pembayaran OA melalui "offsetting" dengan pembayaran atas pembelian mogas dan "offsetting" dengan pembayaran atas pembelian produk lain, dan eksekusi jaminan saham milik Honggo Wendratmo atau PT Sila Kencana Lestari di PT Tuban Petrochemical Industries(lum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 23 BUMN Tunggak BPYBDS


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler