Diskotek Pertama di Jakarta Ini Kasih Diskon Gede-gedean buat Pelajar

Selasa, 15 September 2015 – 06:30 WIB
Pamflet diskotek Tanamur. Foto: Istimewa.

jpnn.com - BERPANGKAL peredaran cerita dari mulut ke mulut, keberadaan diskotek pertama di Jakarta ini mulai diketahui. Disambangi. Kian hari kian ramai. Dan pada masa jaya-jayanya, Tanamur yang berkapasitas 800 orang, nyaris tiap malam didatangi seribuan pengunjung.   

-------
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
-------

BACA JUGA: Orang-orang Hostes Minded, Makanya Kami Sediakan Empat Wanita Penghibur

Hari-hari pertama buka lapak, "hanya beberapa  orang saja yang mencoba datang ke Diskotik Tanamur," tulis Enrico Yoland, dalam skripsinya, Perkembangan Diskotik Tanamur Di Jakarta (1970-2005).

Bahkan kalau mau jujur-jujuran, pernah suatu hari, diskotek pertama di Jakarta itu hanya kedatangan seorang  pengunjung. Kebetulan ia warga negara asing. 

BACA JUGA: Sumatera Thawalib, Sekolah Modern Islam Pertama di Indonesia

"Fahmy tidak mendiamkannya begitu saja," kenang Vincent, DJ legendaris Tanamur. "Beliau menjamu tamunya dengan baik dengan menemani tamunya itu dari awal datang sampai tamu tersebut meninggalkan Tanamur."

Dari Mulut Ke Mulut

BACA JUGA: PKI, Partai Politik Pertama yang Menggunakan Nama Indonesia

Cerita Tanamur pun beredar dari mulut ke mulut. Suasananya, musiknya, disain interiornya hingga kehangatan dan keramahannya. Dan sudah barang tentu, aturan mainnya yang tak ada aturan. Bebas! Enjoy! Party

Sampai pula kabar itu ke telinga para penikmat musik disko. Ke orang-orang yang sekadar mencari ketenangan dan hiburan di malam hari. 

Majalah Tempo, 27 Maret 1971 menggambarkan suasana Tanamur, "Musiknja lebih mendebur, tetapi di beberapa podjok suasana suram mirip kesepian. Di Tanamur kesempatan untuk merenung sangat terbuka, lambang pohon kaktus memang tepat baginja."

Dan, "Tanamur bagaikan milik para remadja. Ada kebebasan dan kesederhanaan. "Di sini ada pasangan-pasangan jang tidak datang bersama", kata Ahmad Fahmy, "Mereka kentjan untuk bertemu di sini, untuk menghemat biaja."," begitu tulis Tempo.  

Majalah berita mingguan yang digawangi Goenawan Mohamad ini cukup rajin menurunkan berita riuh rendah kehidupan Tanamur. Agaknya wartawannya pengunjung setia Tanamur.

"Tanamur memang banyak dikunjungi wartawan dan penulis. Makanya tak sedikit novel yang mengambil latar Tanamur. Di antaranya Fredy S. Teguh Esha, penulis novel Ali Topan Anak Jalanan, semasa jadi wartawan juga sering ke Tanamur," kata Hendaru Trihanggoro, sejarawan yang pernah berjibaku meneliti riwayat diskotek pertama di Jakarta itu.

Ketika dijumpai JPNN.com, Teguh Esha membenarkannya. Kata dia, di Tanamur banyak informasi awal untuk dijadikan sumber berita. Di sana banyak gosip. Mulai dari gosip rakyat jelata hingga gosip pejabat negara. "Sebagai wartawan info awal itu tinggal diverivikasi saja kebenarannya."

Malam Pelajar

Minggu malam, biasanya pengunjung Tanamur sepi. Mengisi malam yang sepi itu Ahmad Fahmy Alhady, si empunya tempat, mengemas acara untuk pelajar. 

"Cover charge diganti dengan uang iuran. Tiga ribu dalam satu triwulan. Mendapat keringanan lagi karena dapat dibajar setiap bulan. Makanan dan minuman jang masuk perut mendapat potongan sebesar 300," tulis Tempo, 24 Juli 1971 dalam berita berjudul "Tanamur Student Club".  

Lanjutan beritanya, "Djadi kalau dialdjabarkan satu kali masuk berarti kena Rp 250. Sedangkan cover charge biasa adalah Rp 600. Belum diperhitungkan bahwa kadang-kadang dalam satu triwulan djumlah minggunja ada jang sampai 13-14." 

Untuk para pelajar/mahasiswa yang punya Minggu malam di Tanamur, Fahmy membuatkan dua macam kartu anggota. 

Kartu pertama, warnanya merah dengan tulisan hitam. Bagian depan berisi foto pemilik, nama, alamat serta tandatangan. Di belakangnya peraturan. Kartu yang dibubuhi vignet penari hitam, dikhususkan bagi anggota perorangan. 

Kartu kedua gambarnya warna kuning. Berlaku untuk satu couple dengan ukuran lebih tinggi; Rp. 5.000 per triwulan. Karna harganya lebih mahal, pemegang kartu ini berhak membawa seorang kawan lain. Siapa saja. Baik laki pun perempuan, asal cukup dewasa semua diperkenankan. 

Minggu malam, "Tanamur menjadi tempat rekreasi, latihan tari, poetry reading dan sebagainja. Semua diserahkan kepada inisiatif para anggotanya," ujar Fahmy, sebagaimana ditulis Tempo. "Naga-naganja Ahmad Fahmy memang mengarahkan Tanamur untuk pemuda-pemuda jang tidak begitu padat kantongnja."

Tanamur kian ramai. Dari hanya satu kepala, menjadi ratusan. Dan pada masa jaya-jayanya, nyaris tiap malam, pengunjung Tanamur mencapai 1.200 orang.

"Padahal normalnya, bangunan Tanamur hanya dapat menampung sekitar 800 orang," kata Firdaus Alhady, keponakan Fahmy Alhady, dicuplik dari skripsi Enrico Yoland, mahasiswa sejarah UI lulusan 2012. --bersambung (wow/jpnn) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Oimak... Emas Istana Nabi Sulaiman dari Sumatera?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler