Dissenting Opinion Kasus Asabri Bagai Oase dalam Pemberantasan Korupsi

Sabtu, 08 Januari 2022 – 23:12 WIB
Direktur Utama (Dirut) PT Asabri Maret 2016-Juli 2020 Letjen Purn Sonny Widjaja, Dirut PT Asabri 2012-Maret 2016 Mayjen Purn Adam Rachmat Damiri, Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri Juli 2014-Agustus 2019 Hari Setianto serta Direktur Investasi dan Keuangan PT. Asabri 2012-Juni 2014 Bachtiar Effendi (kiri ke kanan) menjalani sidang pembacaan vonis, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (4/1/2022). Foto: ANTARA/Desca Lidya Natalia

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum administrasi negara Dian Puji Nugraha Simatupang menilai dissenting opinion Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada perkara PT Asabri bagai oase dalam gurun pemberantasan korupsi.

Dian menganggap metode perhitungan total lost dalam kerugian keuangan negara yang dilakukan BPK dalam kasus Asabri aneh sebagaimana disoroti hakim Mulyono dalam dissenting opinion-nya.

BACA JUGA: Dissenting Opinion Hakim soal Kasus Asabri, Kerugian Negara Tak Terbukti

"Apa yang disampaikan Hakim Mulyono itu sangat tepat secara teori dan juga dari sisi konsep pengaturan kerugian negara. Karena memang harus secara nyata dan pasti. Menurut saya dissenting opinion ini seperti oase di dalam suatu padang gurun pemberantasan korupsi yang tidak berkepastian dan tidak punya konsep yang jelas," kata Dian saat dihubungi, Sabtu (8/1).

Menurut Dian, total lost tidak dikenal lagi sejak kehadiran Pasal 39 PP Nomor 38 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain. Dalam Pasal 39 PP itu, disebutkan penentuan nilai kekurangan dari penyelesaian kerugian negara atau daerah dilakukan berdasarkan nilai buku atau nilai wajar atas barang yang sejenis.

BACA JUGA: Catatan Pakar soal Penegakan Hukum di 2021: Dari Kasus ASABRI hingga Permainan Karantina Kesehatan

Dalam hal baik nilai buku maupun wajar dapat ditentukan, yang digunakan ialah angka yang paling tinggi di antara keduanya.

Selain itu, kata Dian, seharusnya BPK merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 248 Tahun 2016 yang mengatur soal pengelolaan jaminan TNI-Polri. Bahkan, tutur Dian, terdapat aturan yang lebih tinggi yang menegaskan perhitungan kerugian keuangan negara haruslah berdasarkan kerugian nyata dan pasti, yakni UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Putusan Mahkamah Konstitusi.

BACA JUGA: Pakar Mengapresiasi Pandangan Hakim Soal Kerugian Negara di Kasus Asabri

"Apalagi adanya PP 38 Tahun 2016 tidak bisa dihitung dengan total lost karena menurut UU 1 Tahun 2004 dan putusan MK, kerugian negara itu harus nyata dan pasti. Jadi tidak ada lagi total lost, tidak ada partial lost. Jadi nilai kekurangan atau kerugian betul-betul nilai buku atau nilai nyata," kata dia.

Dia mencontohkan nilai nyata ialah ketika dirinya kehilangan uang kas Rp 200 ribu, maka nilai tersebutlah yang dianggap kerugian. "Jangan kemudian Rp 200 ribu ditambah yang lain atau kalau uang itu digunakan bertambah menjadi Rp 500 ribu, tidak mungkin seperti itu," tambahnya.

Dia juga menilai perhitungan kerugian keuangan negara dijumlah dari sejumlah terdakwa, yang nilai totalnya melebihi dari yang didakwakan. Menurut dia, seharusnya dihitung dari tindakan yang dilakukan terdakwa.

Lebih lanjut, Dian mengungkapkan dua makna penting dari dissenting opinion dari Hakim Mulyono dalam kasus Asabri. Pertama, kata dia, dissenting opinion menjadi dasar kuat bagi para pihak untuk mengajukan banding maupun kasasi terhadap putusan pengadilan.

Kedua, kata dia, baik BPK, penyidik, atau siapa pun yang bertugas menghitung kerugian negara harus betul-betul mengikuti dan sesuai peraturan perundang-undangan.

"Kalau tidak mengikuti peraturan, buat apa adanya penegakan hukum karena penegakan hukum konsepnya harus berdasarkan hukum. Dasar hukum perhitungan kerugian negara harus nyata dan pasti. Jadi tidak bisa kemudian saya mengestimasikan, mengasumsikan sehingga Hakim Mulyono mengatakan itu masih potensi,” pungkas Dian. (tan/jpnn)


Redaktur : Adil
Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler