Distrik Trikora: Tak Ada Listrik, Tertutup Kabut, tapi Ada Bule Belanda

Sabtu, 06 Februari 2016 – 07:43 WIB
Anak-anak asli Trikora berbaur dengan anak WNA Belanda. Foto: dok/Cenderawasih Pos

jpnn.com - DARI 40 distrik atau kecamatan yang ada di Kabupaten Jayawijaya, Trikora merupakan distrik terjauh dari Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya. Saking jauhnya, distrik yang berada di kaki Puncak Trikora (merupakan gunung tertinggi ketiga di Indonesia/4.751 meter dari permukaan laut) itu merupakan satu-satunya distrik di Kabupaten Jayawijaya yang belum bisa dijangkau melalui jalan darat. Masih sangat terisolir.

Ahmad Buendy Ginting, Cenderawasih Pos

BACA JUGA: Tentang Kesibukan Prajurit Memasak di KRI Soeharso

Satu-satunya sarana transportasi yang dapat digunakan untuk menjangkau distrik ini yaitu helikopter. Berbeda dengan distrik lain di Kabupaten Jayawijaya yang bisa dijangkau dengan pesawat berbadan kecil seperti jenis Pilatus dan Karavan, Distrik Trikora belum bisa di-darati pesawat. 

Pasalnya dari 6 kampung yang ada di distrik yang berpenduduk sekitar 3062 jiwa ini, belum ada satu pun lapangan terbang. Untuk menjangkau Distrik Trikora, juga harus tergantung dengan kondisi cuaca dan waktu yang paling tepat untuk mengunjungi distrik ini yaitu pada pagi hari. Sebab menjelang siang sekitar pukul 11.00, wilayah Distrik Trikora sudah tertutup kabut sehingga tidak dapat lagi ditembus.

BACA JUGA: Awalnya 4 Murid, Kini Sudah Lahirkan Puluhan Desainer Papan Atas

Dari Wamena ibukota Kabupaten Jayawijawa, penerbangan menggunakan helikopter membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Seperti saat Cenderawasih Pos mengikuti kunjungan kerja Wakil Bupati Jayawijaya, Jhon R. Banua, Kamis (4/2) kemarin, sekitar pukul 07.00 WIT.

Kunjungan ini dilakukan untuk mengecek kebenaran informasi tentang adanya wabah pertusis di Distrik Trikora seperti yang terjadi di Distrik Mbua Kabupaten Lanny Jaya. Selain itu, Wabup Jhon Banua juga ingin melihat langsung kondisi warga yang ada di Distrik Trikora serta menjemput tim dokter dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jayawijaya yang sudah satu bulan bertugas melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap warga di 6 kampung. 

BACA JUGA: Rahmawaty, Anak Pemulung Sampah jadi Wisudawan Terbaik

Dua helikopter yang digunakan menuju Distrik Trikora harus melewati celah-celah gunung yang menjulang tinggi. Dalam perjalanan menuju Kampung Lembah Kora, Distrik Trikora yang akan dikunjungi, pemandangan salju abadi di Puncak Trikora bisa terlihat dengan jelas. 

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 20 menit, helikopter yang ditumpangi Wabup Jhon Banua dan Cenderawasih Pos mendarat dengan selamat. Tidak lama kemudian menyusul helikopter yang digunakan Kepala Distrik Trikora, Petrus Kibi yang membawa bantuan bahan makanan. 

Kedatangan rombongan Wabup Jhon Banua disambut sejumlah warga kampung. Tidak ada penyambutan seperti yang lazim dilakukan warga saat pejabat melakukan kunjungan. Pasalnya, sampai saat ini belum ada sarana komunikasi di distrik tersebut sehingga warga maupun aparat kampung setempat tidak mengetahui adanya kunjungan Wabup Jhon Banua.

Selain belum terjangkau sarana komunikasi, Distrik Trikora juga belum tersentuh dengan penerangan listrik. Hal ini yang membuat masyarakat di distrik ini benar-benar terisolir.

Meskipun terisolir dan tanpa adanya sarana komunikasi maupun listrik, namun di antara warga yang menyambut kedatangan rombongan terlihat sejumlah warga negara asing. 

Informasi yang diperoleh Cenderawasih Pos, warga negara asing tersebut berasal dari Belanda. Mereka terdiri dari 2 kepala keluarga yang masing-masing keluarga memiliki tiga orang anak. 

WNA Belanda ini menurut warga setempat sudah enam tahun menetap di Distrik Trikora untuk belajar bahasa daerah masyarakat di Distrik Trikora dan membuat tulisan tentang keseharian warga setempat.

Dari pantauan Cenderawasih Pos, kedua keluarga asal Belanda ini tidak canggung berbaur dan bercengkerama dengan warga. Bahkan anak-anak mereka juga terlihat asyik bermain dengan warga setempat. Bahkan anak-anak tersebut juga tidak risih menggendong balita yang tidak mengenakan pakaian. 

Kondisi topografi di Distrik Trikora memang sangat berat. Wilayahnya terdiri dari daerah pegunungan yang tinggi dan lembah yang sangat curam. Enam kampung yang ada di distrik ini juga dipisahkan oleh perbukitan. Masyarakat yang ingin berkunjung ke kampung lainnya, biasanya menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam berjalan kaki untuk bisa sampai di tujuan.

Topografi yang berat dan sulitnya transportasi menuju Distrik Trikora mengakibatkan distrik ini sangat jarang dikunjungi pejabat pemerintah. Hal ini diakui Kadistrik Trikora, Petrus Kibi yang merupakan putra asli Distrik Trikora. 

Sebagai putra asli Distrik Trikora, Petrus Kibi yang masih tinggal di honai berharap ada kunjungan rutin dari pejabat termasuk petugas kesehatan. “Tim medis harus bisa lebih rutin ke sini. Kami sangat berharap, setiap kampung ada petugas kesehatan dan tidak hanya terfokus di distrik saja,” ucapnya saat berbincang dengan Cenderawasih Pos. 

Masyarakat Distrik Trikora menurutnya memiliki kerinduan yang sangat besar untuk bisa terbebas dari keterisolasian sehingga mereka pun bisa maju seperti warga Indonesia lainnya. 

Petrus mengatakan, sarana dan prasarana di Distrik Trikora sangat terbatas. Selain belum ada sarana komunikasi, listrik dan lapangan terbang, Pemerintah Distrik Trikora juga belum memiliki kantor. “Distrik lainnya sudah punya kantor, tetapi kami di sini belum dan sampai saat ini saya sebagai kepala distrik masih tinggal di honai,” tuturnya. 

Oleh sebab itu, Petrus berharap pemerintah pusat, provinsi dan Kabupaten Jayawijaya bisa melihat Distrik Trikora dan membuat program yang bisa membebaskan wilayah ini dari keterisolasian. 

“Kami di sini juga adalah warga negara Indonesia yang juga memiliki hak yang sama untuk diperhatikan dan ingin maju sama dengan saudara-saudara kami yang lain,” katanya. (ahmad buendy ginting/adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Temukan Emas di Gundukan Sampah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler