jpnn.com, NUSA DUA - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) meminta Ikatan Notaris Indonesia (INI) untuk bisa menjelaskan penyebab masih lambatnya perizinan investasi bagi dunia usaha. Tujuannya adalah mencari solusi tentang regulasi yang menghambat investasi.
“Saya minta Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet untuk mengadakan pertemuan melalui sebuah forum dengan INI supaya bersama-sama bisa menyelesaikan masalah regulasi yang menghambat iklim investasi di Indonesia,” ujar Jokowi saat menjadi keynote speaker The 7th Plenary Conference Of The Asian Affairs Commision International Union of Notaries di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Bali, Jumat (8/9).
BACA JUGA: Dorong Revisi UU Jaminan Fidusia demi Kemudahan Berbisnis
Jokowi mengatakan bahwa saat ini di Indonesia terdapat 42 ribu regulasi baik di tingkat daerah dan pusat yang saling tumpang tindih. Regulasi yang tumpang tindih itu pun sangat mengganggu kemudahan untuk berusaha.
Menurutnya, itulah penyebab Indonesia sempat berada di 100 besar dalam penilaian Ease of Doing Business (EODB) versi Bank Dunia. “Inilah negara yang penuh dengan peraturan malah justru tidak teratur. Pemerintah berencana untuk memangkas perijinan tersebut untuk memudahkan para investor untuk menanamkan modalnya,” ujarnya.
BACA JUGA: Kanwil Kemenkumham Sulut Beber Kinerja di Depan Wantimpres
Jokowi lantas menuturkan pengalamannya saat masih menjadi pengusaha dan mencoba berinvestasi di Uni Emirat Arab (UEA). Menurutnya, proses mengurus izin di UEA sangat mudah.
Pengurusan perizinan yang berada dalam satu atap dan cepat membuat berkas permohonan mendirikan usaha di UEA hanya perlu satu jam. “Kecepatan dalam mengurus perijinan inilah yang membuat UEA menjadi negara maju seperti saat ini. Padahal pada tahun 1960-an mereka harus menggunakan unta dari Dubai ke Abu Dhabi,” ungkapnya.
BACA JUGA: WBP Lapas Tangerang Dibina untuk Mengelola Industri Garmen
Jokowi menuturkan, saat ini posisi Indonesia di EODB 2017 sudah berada di peringkat ke-91. Namun, hal itu belumlah cukup karena pemerintah saat ini menargetkan peringkat Indonesia dalam EODB 2018 bisa masuk dalam 40 besar dunia.
“Saat ini merupakan momentum bagus bagi Indonesia untuk meningkatkan EODB demi kemudahan berusaha. Beberapa faktor seperti kepercayaan masyarakat Indonesia yang tinggi kepada pemerintah dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada diperingkat tiga dunia,” jelasnya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil didampingi Dirjen AHU Kemenkumham Freddy Harris pada pembukaan The 7th Plenary Conference Of The Asian Affairs Commision International Union of Notaries di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Bali, Jumat (8/9).
Sedangkan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Freddy Harris mengatakan bahwa Ditjen AHU yang membawahi notaris dalam urusan perizinan pendirian badan hukum sudah membuat sistem AHU Online demi mempercepat proses perizinan.
Freddy menjelaskan perizinan secara online tersebut sudah memangkas waktu bagi masyarakat yang hendak mendirikan badan hukum.
Selain itu, AHU Online juga menjadi salah satu solusi menyelesaikan masalah regulasi yang menghambat iklim investasi di Indonesia. Maka dalam rangka mencapai target Indonesia menjadi negara 40 besar di EODB, Ditjen AHU akan menerapkan konsep cyber notaris.
Freddy menjelaskan, dengan adanya cyber notaris maka pengurusan perizinan pendirian badan hukum bisa dilakukan secara elektronik dan cepat. “Dengan adanya cyber notaris nanti, kegiatan perekonomian Indonesia akan makin lebih cepat dalam hal pengurusan perizinan badan hukum. Dengan ini, target EODB Indonesia berada di 40 besar pada 2018 akan bisa tercapai,” tutupnya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Usul Kemenkumham ke Gloria Natapradja agar Bisa Jadi WNI
Redaktur & Reporter : Antoni