Dorong Revisi UU Jaminan Fidusia demi Kemudahan Berbisnis

Kamis, 07 September 2017 – 23:49 WIB
Direktur Perdata Ditjen AHU Kemenkumham Daulat P. Silitonga. Foto: Humas Kemenkumham

jpnn.com, DENPASAR - Direktur Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Daulat P Silitonga menilai UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia perlu direvisi. Tujuannya demi bisa meningkatkan daya saing nasional dalam hal kemudahan berbisnis.

Daulat mengatakan, pemerintah telah menargetkan agar Indonesia bisa tembus dalam 35 besar Ease of Doing Business (EODB) versi Bank Dunia pada tahun depan. Menurutnya, jaminan fidusia sangat penting terutama dalam pemberian getting credit terhadap benda bergerak dari lembaga keuangan selaku debitur kepada kreditur dari masyarakat.

BACA JUGA: Kanwil Kemenkumham Sulut Beber Kinerja di Depan Wantimpres

Namun, seiring berkembangnya zaman, ada cara-cara penjualan secara kredit atas benda bergerak yang belum diatur dalam UU Jaminan Fidusia. “Perlu dilakukan reformasi penjaminan benda bergerak dan memperjelas kedudukan kreditur preferen dan kokuren serta lainnya,” kata Daulat saat menyampaikan paparannya pada acara Uji Publik Kajian Perubahan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Fidusia dengan tema Refleksi 18 Tahun UU Fidusia di Hotel Aston Denpasar, Bali, Kamis (7/9/).

Saat ini, getting credit di Indonesia terutama dalam hal jaminan fidusia sudah mengalami banyak perbaikan di bidang pelayanan. Misalnya, ada pendaftaran melalui aplikasi fidusia online yang hanya membutuhkan 7 menit.

BACA JUGA: WBP Lapas Tangerang Dibina untuk Mengelola Industri Garmen

Direktur Perdata  Ditjen AHU Daulat P. Silitonga (nomor 2 dari kanan) dalam acara Uji Publik Kajian Perubahan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Fidusia dengan tema Refleksi 18 Tahun UU Fidusia di Hotel Aston Denpasar, Bali, Kamis (7/9/). Foto: Kemenkumham

BACA JUGA: Ini Usul Kemenkumham ke Gloria Natapradja agar Bisa Jadi WNI

Layanan itu bermanfaat untuk membuka akses fidusia online bagi perbankkan, perusahaan pembiayaan dan masyarakat perorangan. Bahkan, masyarakat dapat mengecek sendiri barang yang akan dijaminkan, lalu mencetak sendiri sertifikat fidusia.

Selain itu, perbaikkan dalam sertifikat fidusia juga bisa dilakukan secara online. Hanya saja, kata Daulat, masih ada hal yang perlu dilengkapi.

“Perubahan ini masih kurang dalam bidang regulasi, terutama pada UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Sehingga perlu ada amandemen dalam UU tersebut agar layanan ini bisa mendongkrak peringkat Indonesia di EODB,” ujarnya.

Daulat menuturkan, posisi Indonesia dalam EODB 2017 masih di peringkat ke-91. Padahal, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menargetkan Indonesia bisa menembus 40 besar EODB.

Kendati demikian, Bank Dunia menilai Indonesia sebagai negara top reformer. Hal itu disebabkan Indonesia melakukan perubahan secara drastis dalam izin kemudahan berusaha.

Sementara Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Bali Sutirah mengatakan, banyak sekali masalah-masalah yang timbul terkait dengan fidusia, namun tidak diatur dalam UU Jaminan Fidusia. Padahal, jaminan fidusia saat ini digunakan oleh banyak perusahaan pembiayaan maupun bank sebagai bentuk perjanjian accessoire dari perjanjian utang piutang dan jual beli kredit.

“Fasilitas pembiayaan konsumen dalam perusahaan pembiayaan cukup mendapat sambutan hangat dari masyarakat, terbukti dengan berkembang pesatnya perusahaan pembiayaan yang ada di Indonesia. Sehingga jaminan fidusia yang diikutkan dalam perjajian hutang piutang dan jual beli kredit patut untuk dianalisis lebih lanjut,” jelasnya.

Kepala Subdit Fidusia Direktorat Perdata Ditjen AHU Kemenkumham Iwan Supriadi menambahkan, amandemen UU Jaminan Fidusia dilatarbelakangi perlunya pemberian perlindungan instrumen hukum kepada kreditur dan debitur. Alasannya, perjanjian kredit bank ataupun pembiayaan dan utang piutang memiliki risiko yang sangat besar.

“Perubahan UU Jaminan Fidusia diharapkan akan memberikan perlindungan maksimal kepada masyarakat yang menggunakan jaminan fidusia dengan lembaga penjaminan sehingga keadilan akan dapat diperoleh hingga tercipta suasana yang kondusif dalam perekonomian,” tuturnya.

Hal senada juga disampaikan dosen Universitas Udayana Bali I Made Sarjana. Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam amandemen UU Jaminan Fidusia.

Made menyinggung Pasal 3 huruf c UU Jaminan Fidusia yang mengatur hipotek atas pesawat terbang. Dia menjelaskan, hukum yang mengatur tentang penjaminan pesawat udara dalam perjanjian kredit masih kurang jelas.

Akibatnya adalah terjadinya perbedaan penafsiran tentang lembaga mana yang digunakan dan bagaimana pelaksanannya di dalam kehidupan masyarakat. Hal itu juga berakibat pada kurangnya kepastian serta perlindungan hukum bagi para pihak dalam pembebanan pesawat udara sebagai jaminan dalam perjanjian kredit. 

“Hal itu menyangkut ketentuan pendaftaran karena masih ada perdebatan apa yang didaftarkan serta pendaftaran hanya sekedar memenuhi asas publisitas. Beberapa poin tersebut harus diperhatikan dalam amandemen UU Jaminan Fidusia nanti. Masih ada poin lain di mana UU Jaminan Fidusia tidak sejalan dengan UU lainnya,” tutupnya.(adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dirjen AHU Tegaskan Tidak Ada Pungli dalam Pelantikan PPNS


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler