jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak bakal memanfaatkan platform jual beli online atau marketplace yang makin menjamur untuk membuat aturan pajak e-commerce.
Pelaksana Harian Kabid Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kanwil Jawa Timur 1 Ardhie Permadi mengatakan, pemanfaatan data yang diperoleh oleh platform jual beli online justru sangat membantu pihaknya dalam pencatatan transaksi para pelaku usaha.
BACA JUGA: Pakar Ragukan Kemampuan Pemerintah Penuhi Target Pajak
Dengan demikian, pencatatan pajak untuk sektor e-commerce lebih mudah dideteksi daripada usaha non e-commerce.
’’Prosesnya sebenarnya sama dengan pencatatan data untuk usaha offline. Hanya saja, caranya berbeda. Besaran pajak yang dibebankan juga sama,’’ ujar Ardhie, Rabu (11/10).
BACA JUGA: 2017 Sisa 3 Bulan, Setoran Pajak Baru Rp 770,7 Triliun
Seiring dengan banyaknya pelaku usaha online, Ditjen Pajak berkomitmen untuk terus memberikan kemudahan bagi mereka.
Salah satunya adalah sistem pelaporan yang terintegrasi dengan platform online tersebut.
BACA JUGA: Selebaran Yesus Juga Bayar Pajak Beredar, Ini Penjelasan DJP
’’Kalau datanya sudah ada, kami tidak perlu menunggu pelaporan lagi. Proses jadi lebih cepat,’’ kata Ardhie.
Sementara itu, transaksi yang hanya menggunakan media sosial dan tidak memakai platform jual beli online bisa dilacak melalui pihak ketiga.
Misalnya, perusahaan jasa pengiriman dan perbankan.
’’Kebanyakan transaksi online memanfaatkan jasa pengiriman dan perbankan untuk jual beli. Mereka pasti memiliki data yang bisa kami gunakan,’’ tambahnya.
Ditjen Pajak juga bakal mempertegas aturan pajak bagi pelaku usaha e-commerce di bidang jasa seperti transportasi online dan cleaning service online.
Menurut Ardhie, sebenarnya aturannya sudah ada. Bedanya hanya terletak pada platform bisnis.
Sistem pemberlakuan pajak untuk e-commerce jenis itu adalah pajak pertambahan nilai (PPN) untuk jasa kena pajak (JKP).
Secara keseluruhan, transaksi e-commerce tidak menciptakan objek pajak baru. Sebab, seluruh ketentuan dasarnya sama dengan penarikan pajak bisnis yang sudah ada.
Perbedaannya hanya terlihat pada prosedur penarikan pajak karena e-commerce memanfaatkan teknologi.
’’Peraturan untuk e-commerce ini sedang digodok dan dikeluarkan dalam waktu dekat,’’ terang Ardhie.
Chief Marketing Officer Lazada Indonesia Achmad Alkatiri menuturkan, pihaknya bakal mendukung peraturan yang dikeluarkan pemerintah.
’’Kalau aturannya sudah keluar, kami bakal mengedukasi para pelaku usaha yang mempunyai toko virtual di platform Lazada dengan baik,’’ ucapnya. (pus/c18/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengusaha Merasa Terbebani Regulasi Pajak
Redaktur & Reporter : Ragil