jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) ditunjuk sebagai ketua Dewan Penyantun Yayasan Anugerah Musik Indonesia (AMI).
Yayasan AMI dipimpin Ketua Umum Candra Darusman. Yayasan ini juga diisi banyak tokoh permusikan, seperti Tantowi Yahya.
BACA JUGA: Bamsoet: Pemerintah Harus Dukung Industri Pertahanan Dalam Negeri
Sejak didirikan pada 1996, Yayasan AMI memberikan banyak kontribusi dalam memajukan industri musik Indonesia.
Yayasan AMI konsisten menyelenggarakan AMI Awards setiap tahun.
BACA JUGA: Ketua MPR Optimistis Indonesia Menjadi Poros Maritim Dunia
Anugerah ini menjadi penghargaan musik paling bergengsi dan tertinggi yang diberikan kepada insan musik kreatif Indonesia.
''Dengan begitu, insan musik terus meningkatkan kreativitas, kapasitas, dan kualitas,'' ujar Bamsoet.
BACA JUGA: Ketua MPR dan Kapolri Berkolaborasi Cegah Pelanggaran Hukum di Dunia Usaha
Hal itu dikatakannya setelah menerima Ketua Umum Yayasan AMI Candra Darusman dan Ketua Umum Yayasan AMI 2006-2016 Tantowi Yahya di Jakarta, Rabu (9/3).
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, dalam penyelenggaraan AMI Awards ke-24 pada 2021, terdapat 4.645 karya didaftarkan untuk mendapatkan penghargaan di 55 kategori berbeda.
Pada 2022, Yayasan AMI kembali menyelenggarakan AMI Awards ke-25.
"Selain menyelenggarakan AMI Awards, Yayasan AMI turut memajukan industri permusikan dengan memastikan para pelaku industrinya bisa mendapatkan hak ekonomi yang sesuai,'' ujarnya.
Grup musik asal Korea Selatan BTS telah memenangi berbagai penghargaan internasional, seperti Artist of the Year di American Music Awards 2021.
Para musisi Indonesia justru masih sibuk berjuang mendapatkan haknya melalui royalti.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, komitmen pemerintah dalam memajukan para musisi tidak perlu diragukan.
Pada 30 Maret 2021, Presiden Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik sebagai turunan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Dalam PP tersebut, tempat umum yang memutar lagu untuk tujuan komersial harus membayar royalti.
"Kendalanya hingga saat ini masih banyak musisi yang belum menyadari pentingnya bergabung dalam publisher sebagai pihak yang diberi kuasa oleh pemegang hak cipta untuk menangani lagu ciptaannya yang bersifat komersial,'' ungkapnya.
Bukan hanya itu, banyak para musisi yang tidak mendaftarkan karyanya ke Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) sebagai lembaga resmi yang diatur UU 28/2014 tentang Hak Cipta, yang menghimpun royalti atas performing right sebuah lagu.
''LMK akan menghimpun royalti dari tempat-tempat yang menyajikan musik seperti di live concert venue, hotel, kafe, tempat rekreasi, shopping centre, cinema (bioskop), tempat karaoke, RBT, ringtone, website, stasiun TV dan radio, hingga moda transportasi," pungkas Bamsoet. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi