jpnn.com - JAKARTA - Kritik dan serangan ke Joko Widodo alias Jokowi di bursa nama-nama kandidat calon presiden (capres) tak akan banyak berpengaruh. Pasalnya, Gubernur DKI Jakarta sudah menjadi media darling yang tiap hari mewarnai pemberitaan media sehingga semakin menjulangkan namanya.
Menurut pengamat politik dari Universitas Nasional, Alfan Alfian, Jokowi memang sudah menjadi magnet pemberitaan. "Sehingga cara-cara konvensional untuk melejitkan popularitas, seperti pasang iklan tak diperlukan lagi. Apa yang dia (Jokowi, red) lakukan sampai saat ini masih terus disorot wartawan, sehingga masih membuatnya sebagai media darling," ujar Alfian di Jakarta, Minggu (6/10).
BACA JUGA: Kepuasan Terhadap Penegakan Hukum Terjun Bebas
Di sisi lain, lanjut Alfian, lembaga survei yang mencoba mendongkrak popularitas kandidat capres tertentu juga tak terlalu diperhitungkan publik. Sebab, ada beberapa lembaga survei yang seolah mengunggulan nama-nama tertentu.
"Jadinya publik juga sering bingung dengan hasil-hasil survei yang berbeda-beda. Sekarang ini kan sudah terbentuk tren popularitas tokoh-tokoh versi lembaga survei, tetapi Jokowi masih di posisi atas," sambung Alfian.
BACA JUGA: MK Didesak Gelar Sidang Ulang Sengketa Pilkada
Meski demikian Direktur Eksekutif Akbar Tanjung Institute itu menyarankan agar tokoh-tokoh nasional maupun lokal yang sudah memiliki karya nyata tapi belum begitu dikenal untuk dimunculkan di media. "Banyak tokoh-tokoh daerah yang kinerjanya menonjol. Liputan media perlu diperbanyak agar tokoh-tokoh berkinerja baik dikenal luas," cetusnya.
:ads="1"
BACA JUGA: Sarankan Agar Perpu Pangkas Kewenangan MK Tangani Pemilukada
Sedangkan pengamat politik dari Pol-Tracking, Arya Budi, menilai melambungnya popularitas Jokowi selama ini bukan karena kemampuan mantan Wali Kota Solo itu dalam beretorika maupun pidato. Arya justru melihat Jokowi bukanlah figur yang pandai berpidato maupun beretorika.
Namun, lanjut Arya, Jokowi justru mampu menunjukkan kinerja dan sikap yang disenangi publik luas. "Jokowi adalah figur yang kurang pandai dengan retorika atau pidato. Bahasa politik Jokowi tidak terletak pada kata, tapi pilihan sikap, aktivitas, dan kerja maupun gagasannya sebagai Gubernur DKI. Singkatnya, publik melihat Jokowi justru karen kinerja dan aktivitasnya," ulas Arya.
Ia pun menyodorkan hasil media riset yang dilakukan Pol Tracking sepanjang September 2013. Riset itu didasarkan pada pemberitaan lima televisi, lima koran nasional dan lima media online.
Hasilnya, publikasi tentang Jokowi tiga kali lipat lebih tinggi dibanding tokoh-tokoh lain seperti Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, Mahfud MD, Gita Wirjawan dan nama-nama lainnya. "Pemberitaan tentang Jokowi mayoritas bernada positif dan netral. Hanya kurang dari satu persen yang negatif," papar Arya.
Karenanya alumnus jurusan ilmu pemerintahan di FISIPOL Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menegaskan, kini pemilih lebih melihat pada figur ketimbang latar belakang partai. "Di banyak daerah banyak nonkader PDIP yang mendeklarasikan relawan Jokowi. Mobilitas pemilih jadi tinggi karena adanya promising candidate (calon yang menjanjikan," red)," pungkas Arya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Publik Minta Akil Dihukum Mati atau Seumur Hidup
Redaktur : Tim Redaksi