Diupah Rp 100 Juta, Dua Kurir 50 Kg Sabu-sabu Ditangkap di Inhil

Selasa, 30 April 2019 – 12:36 WIB
Irjen Arman Depari. Foto: Ismail Pohan/dok.JPNN.com

jpnn.com, INDRAGIRI HILIR - Badan Narkotika Nasional (BNN) berhasil membongkar peredaran narkoba jenis sabu-sabu seberat 50 kilogram di Indragiri Hilir, Riau.

Dua kurirnya bernama Rusman dan Firdaus mengaku diimingi upah masing-masing Rp100 juta.

BACA JUGA: Dua WN Malaysia Penyeludup Narkoba Tewas Ditembak di Medan

Selain kedua kurir tersebut, BNN juga menangkap Viara. Dia merupakan pengendali yang berhubungan langsung dengan sindikit jaringan internasional untuk memasukan narkoba ke Indonesia.

Deputi Pemberantasan BNN RI, Irjen Pol Arman Depari menyampaikan, pengungkapan penyeludupan sabu-sabu jaringan internasional di perairan Kota Baru, Indragiri Hilir (Inhil), Kamis (24/4) lalu.

BACA JUGA: Jaringan Narkoba dari Malaysia Makin Gencar Masuk ke Indonesia

Penangkapan bersama Bea Cukai Inhil mengamankan satu tersangka barang bukti 50 kg sabu.

"Saat ditangkap, petugas menemukan tiga buah karung dalam mobil yang berisikan sabu seberat 50 kg," ujar Arman Depari, Senin (29/4).

BACA JUGA: 90 Persen Narkoba Dikendalikan dari Lapas, DPR: Dirjen PAS Harus Minggir!

Terhadap pembawa speedboat bernama Firdaus, disampaikannya, berhasil melarikan diri dari sergapan petugas. Selang beberapa hari kemudian, sambung jendral bintang dua itu, yang bersangkutan berhasil ditangkap bersama Viara di Kota Batam. "Keduanya, ditangkap di Batam dan didapati barang bukti 2 kilo sabu," imbuhnya.

Dijelaskan Deputi Pemberantasan BNN RI, para tersangka merupakan jaringan sindikat internasional dengan modus bertransaksi menggunakan speedboat menjemput ke kapal di tengah laut. Lalu membawanya ke pelabuhan di Kabupaten Indragiri Hilir. Di lokasi itu, Rusman menjemput memakai Toyota Avanza.

''Modus mereka masih seperti biasanya, menjemput narkoba di tengah laut. Mengatur dan memindahkan narkoba kapal ke kapal atau disebut ship to ship. Memanfaatkan kelengahan petugas,'' terang Arman.

Disampaikannya, iming-iming besar membuat Rusman dan Firdaus menerima tawaran jadi kurir. Untuk setiap transaksi, keduanya diberikan uang Rp 100 juta dari pengendali, Viara.

Terhadap pengendali, bakal dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Setiap aset seperti uang, rumah dan kendaraan yang patut diduga sebagai hasil transaksi narkoba akan disita. "Kurir mau melakukan perbuatan itu dikarenakan tergiur uang Rp100 juta setiap kali beroperasi,'' katanya.

Lebih lanjut dikatakan mantan Kapolda Kepulauan Riau, sebelumnya Aceh dan Sumatra Utara menjadi jalur favorit narkoba dari Malaysia masuk ke Indonesia. Karena di dua wilayah itu sudah diawasi ketat, jalur peredarannya mulai beralih ke Riau dan Kalimantan Barat.

Kondisi ini lantaran secara geografis, Riau sangat dekat dengan Johor, Malaysia. Ditambah lagi kurangnya armada, pos dan personel yang mengawasi jalur pantai sehingga memudahkan sindikat internasional mencari kesempatan. "Bisa dilihat, berapa armada yang kita punya, pos yang menjaga, ini dimanfaatkan sindikat," terang Arman.

Salah satu kesempatan itu, tambah Arman, adalah pelaksanaan pemilihan umum. Sindikat internasional beranggapan petugas di Indonesia, baik BNN, polisi dan bea cukai, disibukkan dengan pengamanan pesta demokrasi itu. "Jadi setiap ada kesempatan dan melihat petugas lengah, sindikat ini langsung memasok barangnya dari Malaysia," sebut Arman. 

Dengan banyaknya sabu asal Malaysia masuk ke Indonesia, timbul anggapan negara serumpun itu punya pabrik. Namun hal itu tidak bisa dibuktikan setelah BNN menjalin kerjasama dengan kepolisian setempat.

Dugaan sementara disampaikannya, sabu itu masuk dari negara seperti Thailand, Laos dan Kamboja. Sindikat di negara-negara itu aktif memasok narkoba yang jumlahnya sampai ribuan kilo. "Beberapa waktu lalu, kami menggagalkan 1,2 ton sabu masuk ke Indonesia, berikutnya 600 kilogram. Ini kalau sempat masuk berapa generasi muda yang rusak," kata Arman.

Selain itu, kebutuhan ekonomi beberapa warga di perairan Riau membuat mudah tergoda menjadi kaki tangan sindikat internasional dan lokal. Hasil penelusuran BNN, beberapa nelayan ada yang menjual kapalnya kepada sindikat.

Beberapa di antaranya ada yang menyewakan kapal dan rumah untuk dijadikan gudang penampungan. Kapal ini biasanya dibawa ke tengah laut menunggu kapal pembawa dari Selat Malaka."Transaksi dari kapal ke kapal, lalu dibawa ke Indonesia, uang ditransfer melalui rekening," pungkas Arman.(rir)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham Rayakan HUT, BNN Tagih Janji Revitalisasi


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler