Diversifikasi Ekspor Jadi Keharusan

Antisipasi Perlambatan Ekonomi AS dan Global

Selasa, 30 September 2008 – 12:15 WIB
JAKARTA - Perlambatan ekonomi yang melanda AS perlu diantisipasi Indonesia dengan meragamkan orientasi negara tujuan eksporEksporter harus mulai beralih dari pasar ekspor tradisional ke negara-negara lain yang potensinya belum tergarap.

''Diversifikasi negara tujuan dan produk ekspor menjadi keharusan, terutama di tengah melemahnya permintaan atas produk ekspor tradisional kita dari negara-negara importer selama ini,'' tutur ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan, Senin (29/9).

Selain itu, kata dia, perlu pula orientasi ekspor atas produk yang bernilai tambah tinggi

BACA JUGA: Pinjaman Program Terserap 14,5 Persen

Lantas, harus mulai dikembangkan sektor berbasis industri kreatif
''Itu semua yang harus dikembangkan,'' ujar Fadhil.

Hingga Juli lalu, AS masih menjadi tujuan utama ekspor dengan nilai USD 7,433 miliar

BACA JUGA: Nasabah Serbu Bank

Negara tujuan utama lain adalah Jepang (USD 7,915 miliar) dan Singapura (USD 6,234 miliar)
Pangsa ekspor ke Uni Eropa juga cukup besar, yakni USD 8,996 miliar.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu Anggito Abimanyu mengatakan, pangsa ekspor Indonesia ke AS, Jepang, dan Eropa mencapai 30 persen

BACA JUGA: Paksa Tambang Stop Operasi, Bayan Genjot Produksi

Meski pasar akan menyempit seiring perlambatan ekonomi AS, dia memprediksi Indonesia masih bisa bersaing''Harga ekspor kita cukup kompetitif,'' katanya.

Diversifikasi ekspor ke negara tujuan utama lain, seperti Tiongkok dan kawasan ASEAN, diharapkan bisa membuat nilai ekspor tetap tinggi''Jadi, bukan berarti ada krisis AS, pasarnya sama sekali tertutupKita tetap bisa ekspor,'' tutur Anggito.

Kinerja ekspor Juli lalu mulai menunjukkan lampu kuningIni ditunjukkan dengan neraca perdagangan RI Juli lalu defisit USD 270 jutaDefisit ini pertama kali dalam dua tahun terakhirNilai ekspor saat itu mencapai USD 12,55 miliar atau 2,65 persen lebih rendah dibandingkan JuniKinerja ekspor ini lebih rendah ketimbang impor yang mencapai USD 12,82 miliar atau meningkat 6,59 persen ketimbang Juni

Secara kumulatif neraca perdagangan sebenarnya masih surplus USD 5,15 miliarNamun, surplus itu cenderung mengecilNilai ekspor kumulatif (Januari-Juli) mencapai USD 83,03 miliar atau tumbuh 29,93 persen dibandingkan periode yang sama tahun laluSedangkan nilai impor kumulatif USD 77,78 miliar.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Djimanto menyatakan, pengusaha sudah berupaya mendiversifikasi pasar ekspor sebagai antisipasi atas krisis finansial globalBahkan, itu dilakukan sejak awal tahun ini karena krisis di AS terdeteksi sejak lama''Pasar Timur Tengah cukup menarik untuk dibidik,'' terangnya

Selain itu, sambung dia, pemerintah semestinya melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk imporTerutama, produk ilegal yang membanjiri pasar dengan harga murah, sehingga berpotensi melemahkan industri di tanah air, terutama UMKMProduk itu mesti diberantas sungguh-sungguh''Jadi, dengan membentengi pasar domestik, pelaku industri dalam negeri yang sulit menemukan pasar ekspor bisa eksis di kandang sendiri,'' katanya(sof/eri/dwi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Belanja Seret, Surplus Tembus Rp 100 Triliun


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler