DJP Diduga Punya Pasal Favorit untuk Menekan Wajib Pajak  

Senin, 29 April 2024 – 20:05 WIB
Sidang gugatan PT Arion Indonesia dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada Kamis (24/4). Foto: source for jpnn/c,nn

jpnn.com, JAKARTA - Sidang gugatan antara PT Arion Indonesia dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memperlihatkan ketegangan terkait kepatuhan hukum dalam proses pemeriksaan pajak.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Pajak Jakarta, Kamis (24/4), saksi ahli menilai Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Timur III punya pasal favorit untuk menekan wajib pajak.

BACA JUGA: Pakar Hukum Soroti Kasus Arion Indonesia Melawan DJP

Pada persidangan sebelumnya, Kanwil DJP Jatim III menyatakan bahwa tim pemeriksa DJP boleh melanggar aturan tata cara pemeriksaan karena tidak ada sanksi yang mengikat dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Hal ini menjadi perdebatan dalam sidang gugatan Arion Indonesia terhadap DJP. Pihak penggugat menuding DJP melakukan penyelewengan wewenang dan melanggar prosedur yang berlaku.

BACA JUGA: PT Arion Minta Kanwil DJP Jatim III Buktikan Hasil LHP

Dr. Alessandro Rey Nearson, ahli hukum pajak yang dihadirkan sebagai saksi oleh PT Arion Indonesia, menegaskan bahwa penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh DJP diduga dilakukan dengan memilih pasal favorit dalam UU KUP.

Menurut Rey, DJP hanya merujuk pada Pasal 36 ayat 1 huruf d UU KUP yang memberikan kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk membatalkan SKP jika terdapat ketidaksesuaian dalam penerbitan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) sesuai batas waktu.

BACA JUGA: Kanwil DJP Riau Sita Aset Rp 1,95 M dari Penunggak Pajak

Rey menyoroti penggunaan frasa "dapat" dalam Pasal 36 ayat 1 huruf d UU KUP, yang menurutnya menunjukkan bahwa pembatalan SKP tidak diwajibkan oleh hukum.

Hal ini mencerminkan ketidaktepatan DJP dalam mematuhi prinsip hukum acara pemeriksaan pajak, di mana proses pengujian pemeriksaan harus dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur.

Tergugat selalu mengatakan kalau jangka waktu pengujian boleh dilakukan kapan saja yang artinya bisa melebihi enam bulan.

"Normanya tidak mengatur frasa dapat. Sehingga tidak bisa dimaknai sebagai makna alternatif melainkan makna absolut,” jelas Rey.

Alessandro Rey juga mengkritik fokus DJP hanya pada satu pasal dalam UU KUP tanpa mempertimbangkan aspek lain, seperti ketentuan dalam UU Administrasi Pemerintahan (UU AP), yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan dalam proses pembatalan SKP.

Dugaan adanya pasal favorit dalam proses pemeriksaan pajak ini menimbulkan pertanyaan serius terkait keadilan dan kepatuhan hukum oleh DJP.

Rey berharap majelis hakim Pengadilan Pajak dapat mempertimbangkan argumen yang disampaikan dalam sidang ini untuk memberikan keputusan yang tepat sesuai dengan prinsip negara hukum.

Sidang gugatan antara PT Arion Indonesia dan DJP akan dilanjutkan pada 30 Mei 2024. (jlo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler