DJP Dinilai Tidak Sepenuhnya Melakukan Pembinaan pada Wajib Pajak

Senin, 29 April 2024 – 22:32 WIB
Ahli hukum pajak Alessandro Rey (tengah) bersama Basuki Widodo, Kahfi Permana, Rinto Setiyawan, Syaifudin Luqman. Foto: dok. pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Ahli hukum pajak dari Universitas Sahid, Alessandro Rey menilai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) seharusnya melakukan pembinaan pada wajib pajak agar dapat melaksanakan hak dan kewajiban dengan baik.

Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

BACA JUGA: DJP Diduga Punya Pasal Favorit untuk Menekan Wajib Pajak  

Dia mengungkapkan hal itu saat menjadi saksi dalam sidang gugatan PT Arion Indonesia melawan DJP di Pengadilan Pajak, Jakarta, Kamis (24/4) lalu.

Dalam persidangan, Alessandro Rey juga menyoroti penggunaan pasal favorit (Pasal 36 ayat 1 huruf d UU KUP) oleh DJP.

BACA JUGA: Pakar Hukum Soroti Kasus Arion Indonesia Melawan DJP

Menurut Rey, pasal ini memberikan kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk membatalkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dalam situasi tertentu, tetapi tidak menegaskan bahwa pembatalan tersebut wajib dilakukan.

"DJP seharusnya mempertimbangkan aspek hukum administrasi pemerintahan (UU AP) dalam proses ini," kata Alessandro Rey.

BACA JUGA: PT Arion Minta Kanwil DJP Jatim III Buktikan Hasil LHP

Kasus ini memunculkan pertanyaan tentang transparansi dan keadilan dalam sistem perpajakan Indonesia. DJP, sebagai garda terdepan dalam penerimaan anggaran negara, seharusnya memberikan contoh kepatuhan hukum.

Penegakan hukum yang adil akan menjamin kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan yang berkeadilan dan transparan.

Dengan demikian, sidang gugatan antara PT Arion Indonesia dan DJP bukan hanya mencerminkan pertarungan hukum, tetapi juga isu-isu yang lebih luas tentang kepatuhan, transparansi, dan perlindungan hak-hak pengusaha UKM di Indonesia.

Apalagi, DJP dikenal sebagai lembaga dengan petugas yang memiliki gaya hidup hedonisme. Ini terkuak setelah kasus Rafael Alun Trisambodo, terungkap pada 2023.

Salah satu contoh lainnya adalah menterengnya moge milik Suryo Utama pernah menjadi sorotan. Dalam LHKPN, Suryo diketahui mendaftarkan dua moge sebagai asetnya.

Dua moge itu adalah Harley-Davidson Sportster tahun 2003. Moge Amerika itu ditaksir memiliki nilai jual Rp 155 juta. Kemudian, satu lagi adalah motor berkapasitas 650 cc, Kawasaki ER6. Kawasaki ER6 tahun 2019 itu ditaksir bernilai Rp 52 juta.

Suryo Utomo bukan satu-satunya. Masih banyak petinggi DJP yang memiliki moge dengan harga fantastis. Dia bersama kawan-kawannya di DJP juga tak malu membuat klub motor bernama BlastingRijder.

Konotasi belasting rijder bisa menjadi negatif. Pasalnya, belasting berarti pajak dalam bahasa Belanda, sementara rijder dapat diartikan penunggang.

Praktik-praktik yang mencurigakan dan kontroversial, terutama terkait dengan pengambilan keputusan yang dapat memengaruhi nasib pengusaha kecil, perlu diselidiki lebih lanjut untuk memastikan keadilan dan integritas dalam sistem perpajakan Indonesia.

"Dengan begitu sistem pajak yang efektif, efisien, dan transparan untuk kesejahteraan masyarakat dapat tercapai," tutur Rey. (jlo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler