DK PBB Sepakat, Ghouta Setop Jadi Neraka selama 30 Hari

Senin, 26 Februari 2018 – 08:29 WIB
Ghouta Timur porak-poranda akibat perang saudara Syria. Foto: Al Jazeera

jpnn.com, DAMASKUS - Setelah dua kali tertunda, pemungutan suara soal resolusi krisis Syria akhirnya digelar Dewan Keamanan (DK) PBB pada Sabtu (24/2).

Hasilnya, seluruh negara anggota setuju untuk mendukung gencatan senjata 30 hari. Kemarin (25/2) gencatan senjata langsung diterapkan. Tapi, pertempuran tetap berlangsung.

BACA JUGA: Waduh! Kedutaan Besar Rusia Jadi Gudang Kokain

Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) melaporkan bahwa jet-jet tempur Syria dan Rusia masih menggempur kawasan Eastern Ghouta dengan rudal serta tembakan. Namun, intensitasnya memang berkurang.

”Ini adalah malam paling tenang sejak aksi udara kali pertama diluncurkan pada Minggu lalu (18/2),” kata Rami Abdurrahman, direktur SOHR, kepada Associated Press.

BACA JUGA: Neraka di Eastern Ghouta, Ratusan Ribu Nyawa Terancam

Menurut Abdurrahman, Sabtu malam lalu hanya terjadi dua aksi udara. Keduanya tidak menimbulkan korban jiwa. Namun, serangan pasukan Syria dan Rusia atas Eastern Ghouta selama delapan hari terakhir telah merenggut sedikitnya 500 nyawa.

Sekitar 120 korban di antaranya anak-anak. Ratusan lain terluka akibat aksi udara tanpa henti yang memorak-porandakan satu-satunya benteng pertahanan oposisi Syria tersebut.

BACA JUGA: Dibombardir 48 Jam, Ghouta Timur Kini Bak Neraka

Kemarin Anas Al Dimashqi, aktivis oposisi Eastern Ghouta, menyatakan bahwa suara ledakan masih terdengar di wilayahnya. Namun, seperti kata Abdurrahman, Anas juga membenarkan bahwa tidak ada korban jiwa baru sejak gencatan senjata berlaku pada Sabtu.

Dari sebuah klinik kesehatan di Eastern Ghouta, Sakhr Al Dimashqi, dokter bedah setempat, menyatakan menerima enam pasien baru. Semuanya terluka. Tapi, kondisi mereka tidak parah.

Terkait dengan serangan yang masih terus berlangsung, Iran dan Rusia punya alasan sendiri. Kepala Staf Militer Iran Jenderal Mohammad Baqeri mengatakan, pasukannya akan terus menggempur Eastern Ghouta, tapi hanya di area yang menjadi sarang oposisi bersenjata. Oleh Damaskus, oposisi bersenjata Syria disebut sebagai ekstremis dan teroris.

”Kami taat pada resolusi DK PBB. Tapi, gencatan senjata itu tidak berlaku di kawasan pinggiran Kota Damaskus yang dikuasai para teroris,” klaim Baqeri saat diwawancarai kantor berita Tasnim.

Memerangi teroris, menurut dia, menjadi salah satu tujuan utama Iran dalam perang yang sudah berlangsung selama tujuh tahun tersebut.

Pendapat yang sama dipaparkan Rusia. Kremlin menegaskan bahwa resolusi yang didukung penuh 15 negara anggota DK PBB itu menyebut perang antiteror boleh lanjut.

”Aksi militer terhadap individu dan kelompok yang mendukung atau terlibat ISIS, Al Qaeda, dan jaringan lain yang masuk daftar teroris DK PBB akan tetap berjalan,” kata seorang pejabat Kremlin tentang isi resolusi tersebut sebagaimana dilansir Reuters.

Di Eastern Ghouta, dua kelompok oposisi bersenjata terbesar, Failaq Al Rahman dan Army of Islam, menyatakan komitmen mereka terhadap gencatan senjata. Dalam pernyataan resmi, dua kelompok itu menegaskan bahwa mereka tidak akan mengangkat senjata jika tidak terpaksa.

”Kami akan mengangkat senjata jika harus membela diri,” bunyi pernyataan tertulis mereka.

Kemarin Failaq Al Rahman dan Army of Islam mendesak PBB serta organisasi-organisasi kemanusiaan untuk segera mengirimkan bantuan ke Eastern Ghouta.

Sebab, jika tidak segera dilakukan, distribusi bantuan akan kembali tertunda. Padahal, sekitar 400.000 warga sipil yang masih tertahan di Eastern Ghouta sangat membutuhkannya.

Selain makanan, warga sipil juga membutuhkan obat-obatan dan bahan bakar. Karena rumah sakit dan klinik kesehatan juga menjadi sasaran bom dari udara, tidak cukup obat-obatan untuk merawat mereka yang terluka.

Lalu, tanpa bahan bakar, SOHR yakin masyarakat tidak akan bisa bertahan melewati hawa ekstrem musim dingin yang saat ini melanda Syria.

Seharusnya DK PBB menggelar voting soal Syria pada Kamis (22/2). Namun, pemungutan suara yang sudah dijadwalkan itu terpaksa batal karena Rusia belum siap. Hari berikutnya, Jumat (23/2), Rusia kembali membuat rencana penting tersebut tertunda.

DK PBB baru benar-benar memvoting resolusi tentang gencatan senjata tersebut pada Sabtu. Hari itu juga kesepakatan tercapai dan gencatan senjata langsung diberlakukan.

Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley menyalahkan Rusia atas tertundanya pemungutan suara. Menurut dia, Moskow sengaja mengulur waktu agar pasukannya tetap bisa menggempur Eastern Ghouta dengan brutal.

”Dalam waktu tiga hari, saat kita menunda-nunda resolusi ini, ada berapa banyak ibu yang terpaksa kehilangan anak mereka akibat bom dan rudal?” kritiknya seperti dikutip BBC. (hep/c11/pri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Asian Games 2018, Timnas Wushu Sabet 3 Emas di Rusia


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler