jpnn.com, DAMASKUS - Kejahatan kemanusiaan masih berlangsung di Syria. Kemarin, Kamis (22/2), aksi udara pasukan Presiden Bashar al-Assad dan militer Rusia atas Eastern Ghouta memasuki hari kelima.
Kendati jumlah korban tewas sudah lebih dari 300 orang, aksi ofensif di sarang oposisi itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. PBB pun geram.
BACA JUGA: Dibombardir 48 Jam, Ghouta Timur Kini Bak Neraka
’’Eastern Ghouta tidak bisa menunggu lebih lama,’’ kata Sekjen PBB Antonio Guterres, sebagaimana dilansir BBC.
Rabu (21/2), diplomat 68 tahun tersebut mengimbau Dewan Keamanan (DK) PBB segera bertindak. Dia berharap badan terkuat PBB itu bisa merumuskan resolusi terkait gencatan senjata untuk Syria dan menerbitkannya dalam waktu dekat.
BACA JUGA: KPU Siap Hadapi PBB di Sidang Mediasi Bawaslu
Seluruh pihak yang berkonflik di Eastern Ghouta pun diharapkan bisa menahan diri. Menurut Guterres, sekitar 400 ribu warga sipil di salah satu kota satelit di Provinsi Damaskus itu harus segera ditolong. Terutama mereka yang sakit dan terluka.
Saking tingginya kebutuhan, CNN melaporkan bahwa paramedis di Eastern Ghouta terpaksa menggunakan obat-obatan kedaluwarsa untuk merawat para pasien.
BACA JUGA: PBB Gandeng Baznas Bantu Pengungsi Palestina
’’Ini tragedi kemanusiaan yang terjadi di depan mata kita. Kita tidak boleh diam saja dan membiarkan semuanya makin buruk,’’ ujar Guterres.
Dia meminta DK PBB segera merumuskan resolusi untuk Syria. Intinya, gencatan senjata mesti dicanangkan. Agar bantuan terdistribusi maksimal hingga ke kawasan terpencil, gencatan senjata harus bisa bertahan minimal 30 hari.
Dari markas besar PBB di New York City, Amerika Serikat (AS), Nikki Haley menyerukan hal yang sama dengan Guterres.
’’Sudah waktunya kita melakukan sesuatu untuk menyelamatkan nyawa para pria, perempuan, dan anak-anak Syria dari rezim brutal Assad,’’ tegas diplomat keturunan India yang didapuk menjadi duta besar AS untuk PBB itu, sebagaimana dikutip Associated Press.
Sayang, Syria yang dimaksud Haley tidak termasuk Afrin alias Afrin Canton. Sebab, di area yang masuk wilayah otonomi khusus Rojava tersebut, AS menggelorakan pertempuran.
Lewat kelompok paramiliter Kurdi YPG (Yekineyen Parastina Gel), militer Negeri Paman Sam berhadapan dengan militer Turki, meski tidak secara langsung. Pertempuran bertambah sengit dengan kehadiran pasukan Assad pada Selasa (20/2).
Jika Eastern Ghouta dibombardir sejak Minggu (18/2), Afrin porak-poranda sejak akhir Januari. Di perbatasan Syria dan Turki itu, warga sipil yang sebagian besar adalah keturunan Kurdi terpaksa bersembunyi di gua-gua agar tetap hidup.
Sementara itu, di Eastern Ghouta, penduduk tak punya banyak pilihan untuk bersembunyi. Sebab, mayoritas bangunan di sana sudah rata dengan tanah. (hep/c18/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemiskinan Paksa Warga Rusia Jadi Serdadu Bayaran di Syria
Redaktur & Reporter : Adil