DKI Kewalahan Menghadapi Banjir

Rabu, 05 Desember 2018 – 23:28 WIB
Banjir. Foto ilustrasi: dokumen JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Banjir masih menjadi momok bagi Jakarta. Apalagi di musim hujan, seperti yang belakangan ini terjadi. Sejumlah daerah tak aman dari banjir dan genangan. Tak hanya itu, potensi longsor juga mengancam di beberapa titik di Jakarta Barat.

Camat Kebon Jeruk Abdullah membantah bila wilayahnya banjir. Dia mengklaim sebelum subuh kemarin, genangan yang terjadi di wilayahnya telah menyurut. "Kalau banjir kan berhari-hari. Ini mah beberapa jam juga dah surut," kilah Abdullah, Selasa (4/12) siang.

BACA JUGA: Semua Gubernur DKI Sama, Tak Serius Tangani Banjir

Sebelumnya, genangan setinggi pinggang orang dewasa merendam kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Senin (3/12) sore. Beberapa titik, mulai jalan Arjuna Selatan, Kedoya dan pemukiman warga RT 04/04, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Menjadi lokasi yang paling dikeluhkan sejumlah warga dan pengendara.

Kondisi tersebut, membuat lalu lintas di kawasan itu lumpuh. Kendaraan tidak berani melintas lantaran genangan membuat jalan terendam. Arus terpaksa dialihkan oleh petugas.

BACA JUGA: Pelanggaran e-Tilang Paling Banyak di Wilayah Ini

Mengenai banjir di Jalan Arjuna Selatan, Abdullah mengatakan, itu karena mesin pompa yang tak berfungsi. Sejak dua hari lalu, gardu PLN di kawasan itu meledak, membuat mesin pompa mati. "Pompa air akhirnya tak berfungsi," sambung Abdullah.

Namun, Abdullah mengklaim, genangan tidak berlangsung lama. Sejak pukul 03.00 WIB lalu, genangan di kawasan tak terlihat lagi, jalanan kembali kering, lalu lintas kembali normal. "Tidak ada banjir sepinggang orang dewasa," tuturnya.

BACA JUGA: Pemprov DKI Perbanyak Bank Sampah

Meski demikian, Hendra, 43, warga RT 04/04, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, meminta Camat Kebon Jeruk itu untuk melihat rumahnya. Ia mengatakan, di daerahnya terjadi banjir setinggi paha orang dewasa. "Bisa liat sendiri, bagaimana kemarin. Makanya cek lapangan," kesal Hendra. Dia mengaku bila banjir yang terjadi di rumahnya bukanlah kali pertama. Banjir di kawasan itu sering terjadi di saat musim hujan datang.

Data Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC) menyebutkan ada 129 kelurahan di Jakarta berpotensi terendam banjir di musim hujan. Sementara data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta menyebutkan, ada sepuluh lokasi berpotensi longsor tersebar di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. “Kami kewalahan mengantisipasi banjir di Jakarta Timur,” ujar Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Timur Mustajab kepada INDOPOS, Selasa (4/12).

Salah satu kendalanya adalah terbaatasnya sumber daya manusia. Padahal, menurutnya revitalisasi perlu dilakukan menyeluruh di wilayah Jakarta Timur. Selain itu, anggaran untuk revitalisasi pun tidak cukup. “Baru 30 persen dari total 893.000 meter saluran drainase di Jakarta Timur yang sudah direvitalisasi. Sementara saluran yang dibersihkan sudah mencapai 60 persen,” bebernya.

Ia menyebutkan, program revitalisasi saluran drainase terkendala genangan. Seperti di Rawa Terate, Cakung, untuk menunggu air surut memerlukan waktu hingga 5 jam. “Air nggak surut-surut, program revitalisasi menjadi belum maksimal,” katanya.

Untuk mengantisipasi datangnya banjir dan genangan lagi, dikatakan Mustajab, pihaknya menyiagakan karung pasir dan pompa mobile. Lebih jauh Mustajab mengungkapkan, ada dua titik yang rawan longsor di Jakarta Timur. Yakni di Kelurahan Balekambang, Kramat Jati, dan Perumahan Pesona, Pasar Rebo.

Kedua wilayah tersebut, menurut Mustajab, merupakan zona hijau dan tidak diperuntukkan untuk permukiman. “Balekambang itu lerengnya kali Ciliwung. Sebenarnya itu zona dilarang untuk hunian,” terangnya.

Untuk mengantisipasi banjir di wilayah Jakarta, Pemprov DKI Jakarta akan kembali melanjutkan proyek sodetan Sungai Ciliwung di Bidaracina, Jakarta Timur. Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Teguh Hendarwan mengatakan, 40 persen debit air Kali Ciliwung akan dialirkan ke kanal banjir timur (KBT). ’’Ada 96 bidang tanah yang terdampak saluran sodetan Kali Ciliwung,” ujarnya.

Pengerjaan lanjutan proyek sodetan tersebut, menurut Teguh, akan berdampak pada warga yang menempati lahan seluas 34 ribu meter persegi di Bidaracina. Hingga saat ini, proyek baru dikerjakan 50 persen. Pembangunan terhenti, karena ada gugatan dari warga pada 2015 lalu. “Kami akan merelokasi warga di rusun Bidaracina,” ungkapnya.

Sebelumnya, Kasie Pemerintah dan Ketertiban Kelurahan Bidaracina Syafei Iskandar menyebutkan, dari tiga RW di lokasi sodetan ada dua peta bidang, satu peta berisikan 48 bidang, jadi totalnya mencapai 96 bidang yang terdampak sodetan Ciliwung.

Sebagian warga di RW 05, menurutnya, sudah direlokasi ke rusun Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur. Sisanya yang sampai saat ini bertahan lebih banyak warga RW 04 dan RW 014.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, selama pengerjaan proyek sodetan Kali Ciliwung Jalan Otista III, Jatinegara, Jakarta Timur, akan ditutup selama dua bulan.

Dinas Perhubungan DKI Jakarta, menurutnya, akan melakukan rekayasa lalu lintas guna memperlancar pengerjaan tersebut. “Jalan Otista III kami lakukan rekayasa lalu lintas. Lama penutupan sesuai target pekerjaan sodetan Kali Ciliwung, yaitu sampai Februari 2019,” ujarnya.

Sigit menuturkan, untuk pengguna jalan, pihaknya akan menempatkan sejumlah petugas di beberapa titik. Salah satunya di setiap titik persimpangan. “Kami akan pandu pengguna jalan untuk melintasi jalur alternatif,” katanya.

Sekadar diketahui, rekayasa lalu lintas yang berlagsung dari Desember 2018 hingga Februari 2019 mendatang adalah dari arah timur (Jalan DI Panjaitan) yang menuju barat (Jalan Otista Raya) diarahkan melalui Jalan Otista III-Jalan Kebon Nanas Selatan 1-Jalan Kebon Nanas Selatan 2-Jalan Otista III-dan seterusnya.

Sementara kendaraan dari arah barat (Jalan Otista) yang akan menuju timur (Jalan DI Panjaitan) diarahkan melalui Jalan Otista III-Jalan Kebon Nanas Utara 1-Jalan Yahya-Jalan Otista III-dan seterusnya.

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Iman Satria mengatakan, lambatnya proses normalisasi karena faktor pembebasan lahan. Padahal jumlah anggaran pada APBD Perubahan jumlahnya meningkat menjadi Rp 356 miliar. “Jadi kalau anggaran sih cukup kok,” ujarnya.

Untuk percepatan normalisasi kali Ciliwung, menurut Iman, setiap tahun selalu dialokasikan. Pada 2019 nanti baru akan dianggarkan kembali untuk program normalisasi kali Ciliwung. “Kita akan bahas, setelah melihat anggaran yang diajukan oleh Pemprov DKI. Baru kita akan tahu anggaran untuk normalisasi Kali Ciliwung di 2019 nanti,” ujarnya.

Iman berharap Dinas Tata Air dan cakupan yang ada bisa bekerja secara optimal. Sehingga penanganan banjir di Jakarta bisa teratasi. “Saya optimistis nggak, pesimistis nggak. Dinas harus bekerja maksimal, apalagi anggaran sudah ditambah,” katanya.

Sedangkan Pengamat Kebijakan Publik dari UI Agus Pambagio menegaskan, Pemprov DKI harus tegas untuk menerapkan peraturan di wilayahnya. Apabila warga menempati lahan di bantaran sungai, maka harus ditertibkan. Gubernur DKI Anies Baswedan harus menanggalkan jargon untuk tidak melakukan penggusuran.

Karena, menurutnya, untuk penataan lahan milik pemprov harus ada proses penertiban. “Ya kalau tidak menempati lahan miliknya ya harus digusur. Kalau lahan miliknya tinggal ada ganti rugi. Kalau hanya mementingkan 2024, ya telan saja,” tegasnya. (nas/ibl)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasar Teluk Gong Ditargetkan Rampung 2019


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler