Dokter di Indonesia Bakal Bersentuhan dengan Isu Ketenagakerjaan

Jumat, 06 November 2015 – 19:39 WIB
Ilustrasi. FOTO: pixabay.com

jpnn.com - JAKARTA – Tantangan dokter di Indonesia terus mengalami pergeseran. Jika sampai akhir 2000-an  tantangan dokter adalah bagaimana menjaga dan meningkatkan kompetensi, integritas etika, dan pengabdian, kini dokter Indonesia bakal  bersentuhan dengan isu-isu ketenagakerjaan (union labor). 

Yakni, kesejahteraan, kesempatan berkerja mengabdikan profesinya, serta perlindungan hukum.

BACA JUGA: Ketua Komisi I DPR dan PWI Ikut Sesalkan Putusan MA Kasus IM2

Tantangan baru  itu muncul sebagai konsekuensi dari hadirnya sistem JKN (jaminan kesehatan nasional) yang mengubah sistem layanan dan pembiayaan kesehatan. 

Karena itu, Muktamar Ke-29 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Medan pada 18–22 November menjadi momentum tepat untuk menilai potensi dan kontribusi dokter di tanah air. “JKN telah mengubah pola hubungan dokter dan pasien,” kata Daeng M. Faqih, kandidat ketua umum IDI.

BACA JUGA: Ini Respons Pak JK soal Terobosan PAN Ingin Masuk Kabinet Kerja

Menurut Daeng, sebelum diberlakukan JKN, dokter dapat memberikan pelayanan langsung kepada pasien. Namun, dengan JKN, hubungan dokter dengan pasien diwakili oleh negara. Salah satunya menghilangkan keleluasaan dokter dalam menentukan benefit pelayanan, modal yang dipakai, maupun pembiayaan pelayanan kesehatan. 

Bahkan, negara ikut menentukan dokter serta klinik atau rumah sakit yang boleh menerima pasien sebagai provider pelayanan maupun si pasiennya.

BACA JUGA: Kembalikan Uang Gatot, gak Ngaruh, Tetap Bisa jadi Tersangka

Pola tersebut, pada satu sisi, sangat berfanfaat untuk menjamin kesempatan dan akses layanan kesehatan bagi pasien yang kurang mampu. Tetapi, pada sisi lain, memengaruhi mutu pelayanan dan tata kelola pelayanan apabila tidak diatur dan dikalkulasi secara benar. 

“Fakta di lapangan, sistem JKN masih karut marut, “ ujar Daeng yang kini menjabat sekjen IDI itu. “Masih jauh dari sistem layanan dan pembiayaan kesehatan yang ideal,” imbuhnya.

Kondisi itu tentu merisaukan semua stakeholder pelayanan kesehatan termasuk IDI. Kerisauan semakin besar karena pada awal 2016 pemerintah akan memberlakukan MEA bidang kesehatan. IDI sebagai wadah para dokter tanah air. 

“Jika terpilih (sebagai ketua umum IDI, Red) dan sebagai bukti keseriusan, saya siap menanggalkan atribut partai,” ujar pria yang tergabung di Partai Nasdem tersebut.

Daeng pun memiliki rencana yang akan dijalankan seandainya menjadi orang nomor satu IDI. Di antaranya, mendesak pemerintah menerapkan sistem distrubusi peserta JKN ke provider secara adil dan transparan. 

Juga mendesak pemerintah dan regulator lainnya meninjau kembali pemberlakuan MEA bidang kesehatan serta menerbitkan paket kebijakan dalam mengantisipasi MEA. (jp)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tolak Komentar soal Reshuffle, tapi Tjahjo Akui Sering Ditelepon Presiden


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler