jpnn.com, JAYAPURA - Penganiayaan terhadap dr Hayu, 30, di IGD RSU Abepura oleh sekelompok keluarga pasien kini berbuntut panjang.
Para tenaga medis di rumah sakit itu sepakat untuk tidak melakukan aktivitas pelayanan di IGD.
BACA JUGA: Masyarakat Diajak Giat Membuat Apotik Hidup
Alhasil, sejumlah pasien harus pindah ke rumah sakit terdekat lain.
Salah satunya Robertus yang akhirnya membawa sang anak yang sesak napas ke RS Bhayangkara.
BACA JUGA: Pasien Meninggal, Keluarga Mengamuk, Dokter Dianiaya
Kasus itu buntut meninggalnya seorang pasien bernama Delta Murib yang disebut karena kesalahan pihak medis.
Tubuh korban dikatakan masih hangat, tetapi sudah dibawa ke ruang jenazah.
BACA JUGA: Sarjana Pertanian Menggandeng Dokter Gelar Pelatihan Urban Farming
Berdasar kronologi yang diperoleh, peristiwa pada Rabu malam (10/5) pukul 19.45 WIT itu berawal ketika Delta masuk RS pada Selasa (9/10) sekitar pukul 21.00 WIT. Dia diantar ke IGD oleh keluarga.
Hasil pemeriksaan menyebutkan bahwa pasien mengalami komplikasi penyakit malaria dan paru-paru.
Dia disarankan untuk menjalani rawat inap hingga akhirnya dipindahkan ke ruang penyakit dalam perempuan.
Sejatinya, penanganan pasien itu sudah sesuai dengan prosedur.
Namun, ada informasi yang menyebutkan bahwa pasien sempat berjalan ke kamar mandi, lalu terjatuh.
Dalam penanganan medis tersebut, akhirnya pasien meninggal dan langsung dibawa ke ruang jenazah.
Nah, di sinilah pihak keluarga merasa ada yang janggal sehingga melakukan protes dan akhirnya menyerang beberapa petugas medis.
"Jika pasien sudah berada di rumah sakit, secara klinis yang mengetahui pasien meninggal atau tidaknya itu adalah dokter yang menanganinya di ruang IGD saat itu. Jadi, seseorang meninggal itu diketahui dari pupil melebar dan denyut jantung berhenti. Dan itulah yang terjadi pada pasien saat itu sehingga dokter menyatakan meninggal," jelas Direktur RSUD Abepura dr Nicodemus Barens setelah menerima penjelasan dari dr Hayu yang menangani pasien tersebut.
Namun, pihak keluarga tidak terima atas meninggalnya korban. Mereka meminta pertanggungjawaban pihak rumah sakit.
Situasi pun sempat tegang. Berdasar informasi yang diperoleh Cenderawasih Pos (Jawa Pos Group), sejumlah pasien di ruang IGD sempat dievakuasi untuk mengantisipasi aksi massa pihak keluarga.
Beruntung, polisi segera mendatangi lokasi dan mengamankan situasi.
"Informasinya seperti itu, ada pasien yang masuk dan dirawat, kemudian meninggal. Tapi, keluarga pasien tidak terima karena menganggap tubuhnya masih hangat sehingga melakukan protes dan terjadi pemukulan,'' kata Wakapolsek Abepura Kompol James Tegai di rumah sakit.
Dia menyatakan, pihak rumah sakit telah mengembalikan jenazah kepada keluarga dan akan dilakukan pertemuan lanjutan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua dr Aloysius Giay MKes yang mengunjungi RS Abepura meminta IGD segera dibuka.
Setelah pertemuan dengan direktur RS Abepura serta manajemen, Aloysius menyebut bahwa apa pun yang terjadi, tidak ada alasan yang membenarkan untuk menghentikan pelayanan kemanusiaan.
Jangan sampai karena sikap mogok itu, akhirnya timbul korban baru. Jika sampai terjadi, hal tersebut akan mendapat sorotan publik.
"Tidak bisa seperti itu. Soal rasa aman, manajemen harus memastikan dengan berkoordinasi ke pihak kepolisian, bukan justru menghentikan pelayanan. Saya lihat ini cukup mengganggu," kata Giay.
Dia meyakini dari insiden Rabu pukul 20.30 WIT itu, sudah ada pasien yang tidak mendapatkan pelayanan medis.
"Hitung saja sejak pukul 9 malam kemarin sampai siang ini IGD tutup," imbuhnya.
Setelah memberikan keterangan di pintu utama IGD dan meminta pelayanan IGD dibuka, selang beberapa menit, seorang petugas medis menempelkan kertas dan menjelaskan tidak adanya pelayanan di IGD lantaran insiden pemukulan yang dilakukan terhadap dokter, perawat, mahasiswa magang, serta sopir ambulans.
Pegawai medis meminta adanya jaminan keamanan sebelum membuka pelayanan IGD. (ade/fia/tri/c6/ami/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kuota Mahasiswa Kedokteran Bisa Dikepras Tinggal 50 Kursi
Redaktur & Reporter : Natalia