Dokter Tim Harus Full Siaga

Sesuai Standar FIFA, PT LI Belum Bisa Tegas ke Klub

Selasa, 30 Juli 2013 – 06:59 WIB

jpnn.com - BANDUNG - Dokter tim Pelita Bandung Raya (PBR) Ia Kurnia boleh menyebut bahwa meninggalnya Abdoulaye Sekou Camara karena serangan jantung setelah kolaps di tengah latihan memang sudah takdir.

 

Tapi, kematian pemain asal Mali itu seharusnya menjadi pelajaran bagi seluruh pemangku kepentingan sepak bola di tanah air: begitu penting peran dokter tim dan kelengkapan fasilitas kesehatan.

BACA JUGA: Pemulangan Jenazah Camara ke Mali Terkendala Kargo

Camara dinyatakan meninggal karena serangan jantung di Rumah Sakit Halmahera Siaga, Bandung, Sabtu (27/7) pukul 23.48. Sebelum dilarikan ke rumah sakit yang terletak tak jauh dari Stadion Siliwangi, tempat latihan PBR, tersebut, penyerang 27 tahun itu dua kali kolaps.

BACA JUGA: Spurs Berani Beli Mahal Soldado

Dalam latihan tersebut, tak ada dokter tim yang mendampingi, hanya fisioterapis PBR Fortunella Levyana. PBR memang hanya mewajibkan dokter tim mendampingi saat tim bertanding  meskipun kebijakan ini kemudian direvisi setelah kematian Camara.

Fortunella pula yang berusaha memberikan pertolongan pertama kepada Camara yang sejak pertandingan melawan Arema Malang pada 18 Juni sudah mengeluh kepada rekan setimnya, Marwan Sayedeh, bahwa dadanya sakit tiap kali digunakan mengontrol bola.

BACA JUGA: Hendra Setiawan-Ahsan Target Juara di Guangzhou

Dokter Ia menyatakan, checkup kesehatan terhadap Camara yang dilakukan awal bulan ini menunjukkan hasil yang bagus. Karena itu, dia mengaku kaget mendengar kabar kematian Camara. "Ini sudah takdirnya," ucap dia kepada Jawa Pos kemarin.

Tapi, menurut anggota Komite Medis PSSI Sofyan Hasdam, klub profesional idealnya memiliki alat kelengkapan kesehatan yang sesuai dengan standar. Dan yang terpenting, dokter tim harus selalu siaga.

"Selalu harus ada tim medis (baik saat pertandingan maupun latihan, Red). Disarankan jangan fisioterapis saja, tapi juga dokter tim," terang dokter spesialis saraf tersebut.

Menurut Sofyan, ketentuan itu sesuai dengan rekomendasi FIFA Medical Congress di Budapest, Hungaria, tahun lalu. Standar FIFA, lanjut Sofyan, masalah kesehatan, terutama penyakit jantung, sangat diperhatikan otoritas tertinggi sepak bola dunia itu.

Namun, kenyataannya, di Indonesia sulit sekali menerapkan standar kesehatan ala FIFA tersebut. Soal dokter tim saja, di tiap klub kebijakannya beda. Terus masalah alat kelengkapan medis yang juga harus stand by untuk mengantisipasi kejadian mendadak yang berkaitan dengan jantung.
 
Alat yang dimaksud adalah alat resusitasi jantung. Alat itu berfungsi sebagai pemacu jika ada pemain yang tiba-tiba jatuh di atas lapangan karena masalah jantung. Peralatan tersebut diharuskan ada karena kejadian seperti yang menimpa Camara tidak bisa diramalkan.

"Memang perhatian khusus terhadap penyakit jantung ada porsi besar saat kongres itu. Karena itu, ada standar kesehatan, bahkan metode latihan juga direkomendasikan FIFA," ujarnya.
 
Tapi, Sofyan mengakui, akan sulit kalau dibebankan kepada klub yang berkompetisi di level profesional Indonesia karena butuh biaya besar. Hanya, jika memang berniat menjadi tim profesional dan memiliki semangat untuk maju, seharusnya hal itu dipenuhi. Di sini dibutuhkan ketegasan regulasi dari operator liga, baik itu PT Liga Indonesia (LI) maupun PT Liga Prima Indonesia Sportindo.  

Selain standar kesehatan tersebut, Sofyan juga menyebut bahwa rekomendasi dari kongres itu adalah perlindungan penuh terhadap pemain. Termasuk jaminan kesehatan dan pengobatan maksimal jika terjadi sesuatu.

Di sisi lain, Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia (APPI) juga menyorot keterjaminan pemain sesuai dengan standar kontrak FIFA. Bagian legal APPI Meridiansyah menuturkan, minimal harus ada asuransi dan jaminan kesehatan dari klub.

"Intinya, di FIFA, pesepak bola itu cuma ditugasin main bola, nggak perlu ngurus-ngurusin hal lain selain bermain bola dengan baik dan benar," tegasnya.

Selain itu, harus ada jaminan bahwa pemain mendapatkan rasa nyaman dan aman saat memperkuat klub tersebut. Tapi, dalam kenyataannya, tidak semua klub di Indonesia mematuhi aturan itu. Bahkan, ada beberapa klub yang kontraknya sudah sesuai dengan standar, tapi ternyata tidak mengaplikasikannya.

"Di kontrak beberapa klub ada asuransi kesehatan dan kecelakaan. Kenyataannya, itu tidak ada. Polis pun tidak ada bukti," bebernya.

Sementara itu, meski Camara adalah pemain kesekian yang meninggal karena insiden di lapangan, baik itu pertandingan maupun latihan, PT LI belum bisa mewajibkan klub untuk menerapkan standar kesehatan tinggi. Saat disinggung apakah PT LI akan mewajibkan keberadaan dokter tim di setiap sesi latihan maupun pertandingan, CEO PT LI Joko Driyono belum bisa menjawab tegas.

"Saya nggak ingin spesifik ke hal-hal seperti itu. Biarkan sampai akhir September. Investigasi ini tuntas agar ke depannya bisa lebih baik. Idealnya, jangankan PBR, tim Siwo (Seksi Wartawan Olahraga) PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) latihan pun, harus ada dokter tim," ujarnya.

Joko menilai operator liga tidak berada dalam posisi memaksa klub. Tapi, dia berharap klub sadar dengan sendirinya akan pentingnya keberadaan seorang dokter tim, bukan hanya dalam pertandingan. "(PT) Liga ingin klub mandiri. Mereka sadar bahwa itu adalah kebutuhan, bukan tekanan,"ucapnya.

Sementara itu, PT LI juga sudah menerima permintaan perubahan jadwal pertandingan Indonesia Super League (ISL) antara PSPS Pekanbaru kontra PBR. Laga yang seharusnya digelar besok (31/7) tersebut dijadwal ulang pada 20 Agustus demi menghormati meninggalnya Camara.

"PBR request perubahan jadwal, kita putuskan ya. Ini atas pertimbangan solidaritas dan kemanusiaan," tegas Joko.

PT LI menjelaskan bahwa perubahan tersebut juga sudah mendapatkan persetujuan PSPS. Karena itu, mereka memutuskan untuk mengganti hari pertandingan. Meski sudah dijadwalkan pada 20 Agustus, jadwal tersebut masih tentatif. "Nanti dibicarakan lebih lanjut karena kami juga utang satu tayangan live kepada TV," terangnya. (aam/c9/ttg)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Klub Harus Punya Medical Record Pemain


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler