jpnn.com, JAKARTA - Fenomena dokteroid sudah pada taraf mengkhawatirkan. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) makin khawatir dengan ancaman dokteroid bagi kesehatan masyarakat.
Tahun lalu saja, ada beberapa kasus yang cukup besar. Misalnya saja pada Juni 2017, di Surabaya dilaporkan keberadaan dokter spesialis patologi anatomi palsu.
BACA JUGA: IDI Turun Tangan di Kasus National Hospital
Dokteroid merupakan orang yang tidak memiliki ijasah serta kompetensi dokter namun memeberanikan diri untuk berpraktik seperti dokter.
Selain kasus di Surabaya, sebulan sebelumnya ada dokter kecantikan palsu yang praktik di toilet sebuah mal di Jakarta Pusat.
BACA JUGA: 17 Dokter Spesialis Mengundurkan Diri, PBIDI Anggap Wajar
Ada juga Jeng Ana yang dikasuskan pada Juni lalu dikarenakan memberikan pendapat medis dan pemeriksaan medis.
”Jumlah dokteroid yang telah dihimpun dan dilakukan penindakan selama 2017 ada 15 kasus. PB IDI masih melihat kasus dokteroid sebagai fenomena gunung es,” ucap Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prof dr Oetama Marsis SpOG, Kamis (1/2).
BACA JUGA: Sejak di RS Medika, IDI Terus Pantau Kesehatan Novanto
Marsis menambahkan jika katagori dokteroid dibagi menjadi beberapa kelompok. Pertama orang awam yang praktik, konsultasi dan seminar sebagai dokter.
Kedua adalah profesional lain yang melakukan tindakan kedokteran di luar kompetensi dan kewenangannya.
Terakhir adalah dokter asing yang berpraktik ilegal dan memberikan konsultasi di Indonesia. ”Berdasarkan UU praktik kedokteran dan KUHP, tindakan tersebut dimasukkan dalam tindakan pidana umum,” ujarnya.
Sebagai awam sebenarnya untuk mendeteksi bahwa dokter termasuk dokteroid tidaklah mudah. Marsis menyarankan agar sebelum datang ke dokter, dapat dipastikan surat tanda registrasi (STR) dan surat ijin praktik (SIP) masih aktif.
Caranya adalah memanfaatkan website IDI dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Cukup dengan memasukkan nama si dokter, maka akan muncul apakah dia memiliki STR yang masih aktif. Jika tidak, dapat dipastikan termasuk dalam dokteroid.
Ditemui di tempat yang sama Sekretaris Jenderal PB IDI dr Adib Khumaidi SpOT mengatakan jika koordinasi dengan organisasi profesi seperti Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) juga terus dilakukan.
Tujuannya agar petugas medis tidak saling tumpang tindih tugasnya. Adib tidak memungkiri bahwa ada juga petugas medis bukan dokter yang melakukan praktik seperti dokter. (lyn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Akan Minta IDI Cek Kesehatan Papa Novanto
Redaktur & Reporter : Soetomo