Mengkonsumsi zat atau obat yang dapat meningkatkan penampilan alias doping tampaknya tidak benar-benar menguntungkan kinerja atlet sebanyak yang diduga selama ini. Itulah kesimpulan dari sebuah studi terbaru yang dilakukan sejumlah peneliti di Universitas Adelaide.Doping tidak diragukan lagi dapat merusak citra atlet profesional, tetapi ternyata kebiasaan ini tidak secara signifikan dapat meningkatkan penampilan dan prestasi atlet, demikian temuan dari sebuah studi baru di Australia. Penelitian yang dilakukan peneliti dari Universitas Adelaide membandingkan catatan dari kegiatan olahraga selama satu dekade sebelum dan setelah steroid tersedia dan ternyata hasilnya tidak terlalu banyak memberikan peningkatan sebagaimana yang diharapkan. Kajian yang telah dipublikasikan di Jurnal Human Sport and Exercise, ini juga mendapati ternyata skor individual dari atlet yang menggunakan doping dibandingkan dengan mereka yang tidak  menggunakan doping ternyata tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Bahkan sebaliknya beberapa doping justru memiliki efek yang merugikan pada kinerja atlet, menurut penulis utama studi tersebut, Aaron Hermann. "Menurut saya alasan utama mengapa doping saat ini dilarang  adalah sejumlah atlet justru beralih ke metode-metode yang mereka tidak terlalu yakini bagaimana cara kerjanya dan menyuntikan berbagai agen secara acak," kata Dr Hermann. "Meskipun dapat meningkatkan kinerja atlet di beberapa area, tapi sebaliknya di daerah lain justru doping dapat benar-benar menurunkan kinerja mereka, tergantung pada jenis olahraganya." Hermann dan timnya dalam penelitian ini melihat ribuan hasil yang berbeda dari 26 event olahraga yang berbeda di musim  dingin dan musim panas. Mereka membandingkan catatan waktu dari atlet yang mereka duga melakukan doping dengan mereka yang diduga tidak menggunakan doping, berdasarkan informasi yang tersedia dari asosiasi anti-doping nasional. "Lalu kita membandingkannya dengan menggunakan berbagai analisis statistik dan kami menemukan bahwa sebenarnya catatan waktu antara atlet yang telah diketahui melakukan doping dan mereka yang belum ditemukan menggunakan  doping ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan , "kata Dr Hermann. Penelitian ini juga melihat catatan olahraga dari sebelum dan sesudah tahun 1932, tahun dimana steroid mulai tersedia. Sekali lagi, studi ini mendapati kalau catatan waktu, jarak dan hasil lainnya dalam olahraga tidak meningkat secara dramatis seperti yang diharapkan.


Dengan meningkatnya teknologi termasuk sepatu, pakaian olahraga, lapangan baru dan juga uang, Dr Hermann jadi mempertanyakan mengapa tidak ada peningkatan kinerja atlet yang masiv.

BACA JUGA: Tahun Lalu, 400 Kematian di Australia Disebabkan Asma

"Kami kira dari tahun 1930an ketika olahraga menjadi semakin profesional kita akan melihat ada peningkatan penampilan atlet yang lebih besar, tapi ternyata catatannya relatif stagnant atau tidak banyak berbeda,'


Tapi Dr Hermann mengakui bagi beberapa individu, seperti atlet pebalap sepeda yang memalukan, Lance Armstrong,  doping yang dikonsumsinya memang benar-benar memberikan manfaat yang signifikan tapi curang bagi prestasi olahraganya.

"Menurut saya pertanyaan besarnya dalah apakah mereka memiliki metode doping yang memang terbukti secara ilmiah,' katanya.

BACA JUGA: Pasca Eksekusi, Investor Khawatir akan Kemampuan Jokowi Lanjutkan Reformasi

"Jika benar demikian .. maka dokter dan praktisi medis ada dibalik kebiasaan doping mereka, dan kemungkinan mereka jadi memiliki peluang untuk menguntungkan penampilan mereka,'

Dr Hermann menambahkan sulit untuk membedakan apakah seorang atlet memang prestasinya karena pengaruh doping atau memang karena bakat alami mereka.

BACA JUGA: Pengiriman Kembali Dubes Australia ke Jakarta Belum Ditentukan

Lance Armstrong, tidak diragukanlagi merupakan atlet yang paling terkenal dengan kecurangannya, dan hanya menunjukan sedikit rasa penyesalannya ketika diwawancarai Oprah setelah kasus dopingnya terkuak, ketika itu amstrong mengatakan dia tidak merasa melakukan hal yang salah ketika mengkonsumsi doping tersebut, dan dia juga tidak merasa malu sama atau seperti orang yang tidak melakukan kecurangan saja.

Dr Hermann meyakini perilaku semacam itu sangat memprihatinkan.

"Seperti dikatakan Lance Armstrong, memang ada budaya untuk mengkonsumsi doping didalam olahraga,' katanya.

"Jika memang hal itu terjadi saat ini, menurut saya sangat memprihatinkan,"

Dr Hermann berharap penelitiannya akan mengubah persepsi dikalang para atlet kalau mereka harus mengkonsumsi doping untuk berprestasi.

"Kita tidak ingin atlet melakukan doping, kita ingin atlet memandang hal tersebut sebagai hal yang tidak membantu penampilan dan prestasi olahraga mereka sama sekali,' tegasnya.

"Sebaliknya doping itu merusak, merusak citra olahraga, merusak keuangan olahraga, merusak opini pemirsa mengenai olahraga dan juga merusak penampilan dan nilai hiburan dari olahraga itu sendiri," katanya.

BACA ARTIKEL LAINNYA... 1 Jam Hisap Shisha Setara dengan Hirup Asap 50-100 Batang Rokok

Berita Terkait