Dorong BPK Audit Kerjasama Perdagangan Pemerintah

Selasa, 22 Oktober 2013 – 22:50 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali melakukan audit terhadap seluruh perjanjian kerjasama perdagangan antara Indonesia dengan berbagai negara di dunia. Audit tersebut dinilai penting karena secara keseluruhan perjanjian perdagangan itu merugikan Indonesia.

"Neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit terus-menerus. Padahal dari sisi geografis, posisi Indonesia sangat strategis. DPR sebagai institusi wakil rakyat saya minta untuk segera meminta BPK melakukan audit terhadap keseluruhan perjanjian kerjasama perdagangan internasional yang melibatkan Indonesia," kata Ichsanuddin dalam diskusi bertema "RUU Perdagangan" di press room DPR, Senayan Jakarta, Selasa (22/10).

BACA JUGA: Empat Menteri ke DPR Bahas Kelanjutan Inalum

Dari hasil audit tersebut, lanjutnya, nantinya akan terlihat perjanjian kerjasama yang masuk akal atau malah hanya akal-akalan saja. "Tapi secara keseluruhan saya memastikan bahwa perjanjian kerjasama dagang internasional itu lebih banyak merugikan Indonesia karena mengabaikan posisi geografis Indonesia yang sangat strategis ini," ungkap dia.

Dari keseluruhan naskah perjanjian kerjasama perdagangan, lanjutnya, posisi geografis Indonesia yang sangat strategis ini tidak pernah diajukan sebagai bahan pertimbangan negosiasi dengan negara-negara produsen di dunia. Padahal, posisi geografis itu sangat menentukan kesepakatan yang akan dibuat.

BACA JUGA: Kadin Harus Berperan Bangkitkan Ekonomi Indonesia

"Dari sisi negara produsen, terang saja mereka tidak mau faktor geografis jadi satu variabel dalam negosiasi karena akan merugikan mereka. Indonesia mestinya menjadikan geografis itu sebagai faktor penentu dalam membuat perjanjian kerjasama. Jangan malah menunggu draf kerjasama dari negara-negara produsen," tegasnya.

Demikian juga halnya dengan regulasi perjanjian kerjasama perdagangan yang dibuat oleh Indonesia. "Selalu memberikan kemudahan kepada negara-negara produsen untuk menjadikan 240 juta warga negara ini sebagai pasar," tegasnya.

BACA JUGA: Sarankan DPR Kembalikan RUU Perdagangan ke Pemerintah

Ichsanuddin menambahkan, kondisi itu juga  terlihat dalam Undang-Undang Penanaman Modal yang dulunya disiapkan oleh Chatib Basri yang kini menjadi Menteri Keuangan. "Semua investasi asing dipermudah. Padahal sejumlah penelitian mengungkap investasi asing tidak lebih dari 10 persen menyerap tenaga kerja Indonesia. Indonesia ini tidak mengalami kebangrutan justru karena 90 persen tenaga kerja diserap oleh ribuan usaha UMKM. Bukan oleh investasi asing," tegas dia. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bangun Pembangkit Listrik Paling Cepat Tiga Tahun


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler