DPD Bahas Mutasi sampai Numerasi

Rabu, 28 September 2011 – 02:43 WIB

JAKARTA - Mutasi pejabat di daerah selalu dianggap sebagai produk politikPadahal mutasi itu merupakan kewenangan penuh kepala daerah

BACA JUGA: PPDI Bermasalah, Anggota Legislatif Diberhentikan Tanpa Pengganti

Tidak ada larangan atas kebijakan mutasi yang dilakukan kepala daerah.

"Yang selalu dianggap salah kan kalau tiba-tiba ada mutasi
Selama ini kami sebagai aparatur di Tangerang biasa-biasa saja kok

BACA JUGA: Konsultasi Pimpinan DPR dengan Banggar dan KPK Batal Digelar

Kan aturannya memang sah,” ujar Yudianto, peserta diskusi perwakilan aparatur Kota Tangerang dalam diskusi Review Atas RUU Tentang Aparatur Sipil Negara yang digelar DPD RI di Jakarta, Selasa (27/9).

Selain mutasi, menurut dia, banyak persoalan yang merupakan kewenangan kepala daerah yang terkadang menjadi persoalan di ranah publik
Persoalan ini menjadi sangat mengganggu kinerja pemerintah

BACA JUGA: Soal Reshuffle, Demokrat Tegaskan SBY Tak Perlu Didikte

Karena terkesan memiliki beban dalam pelaksanaannya.

Apalagi, tambah dia harus diakui kepala daerah yang terpilih merupakan produk politikTetapi tak berarti kebijakan dalam lingkup apartur pemerintahan dapat disamaartikanMutasi merupakan kebutuhan organisasi semata.

Selain membahasa isu mutasi yang selalu menjadi persoalan dalam pelaksanaan kinerja pemerintahan, juga terungkap beberapa isu lainSeperti status pegawai honorer, penggunaan istilah pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap pemerintah, hingga persoalan numerasi.

"Ada isu soal numerasi pegawai itu ditentukan saja dari kinerjanyaItu kan tidak baikKarena numerasi itu berkaitan dengan pengalaman kerja, jenjang dan sebagainya," tutur peserta diskusi lainnya.

Menurutnya perlu ada regulasi yang lebih baik mengatur numerasi aparatur negaraAgar tidak ada kesenjangan yang mencolok antaraparaturSerta menunjukan prestasi dan kinerja yang lebih baik.

Pengamat kebijakan Universitas Gajah Mada, Sofian Effendi membeberkan, persoalan aparatur sipil negara itu memiliki empat isu pokokPertama berlakunya dua regulasi setingkat undang-undang yang menimbulkan komplikasi, kedua pekerjaan tempat pegawai negeri sipil tidak dipandang sebagai profesi terhormat.

Ketiga terjadi transaksi fiskal dalam pengadaan PNS melalui sistem formasi"Keempat dalam penempatan dan pengangkatan jabatan structural selalu bermasalah," terangnya.

Dengan kondisi itu, dia mengaku memang perlu RUU tentang aparutr sipil negara yang mendukung demokratisasi politik, desentralisasi dan ekonomi keterbukaanMenurutnya, pengadaan pegawai untuk mengisi lowongan jabatan dan berdasarkan objektif kualifikasiSekaligus kompetensi yang dipersyaratkan untuk jabatan

Diskusi yang diikuti oleh beberapa perwakilan aparatur daerah itu terbilang menarikTanggapan dari beberapa pakar pun cukup cerdasSehingga diskusi yang digagas DPD RI untuk menyempurnakan UU No.43 Tahun 1999 tentang kepegawaian itu pun terbilang hangat.

"Diskusi ini memang digelar untuk menjadi materi pendalaman dalam RUU Aparatur Sipil Negara yang menyempurnkan regulasi kepegawaian sebelumnya," tutur Sekjen DPD RI, Siti Nurbaya yang menjadi moderator dalam diskusi tersebut.

Melalui diskusi ini, dia berharap dapat menggali lebih dalam mengenai kelemahan dari regulasi kepegawaian sebelumnyaSekaligus mencari informasi lebih banyak terkait materi RUU Aparatur Sipil Negara sebagai regulasi terbarunya(rko)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Tetap Tambah Anggaran untuk BIN


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler