DPD Garap RUU Penanganan Konflik Sosial

Kamis, 08 September 2011 – 22:11 WIB

JAKARTA - Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mulai membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penanganan Konflik Sosial di daerah yang umumnya dipicu antara lain pengelolaan sumberdaya alam yang tidak adil antardaerah dan perebutan sumber ekonomi seperti tanah dan lahan.

“Hari ini Komite I DPD mulai membahas RUU Penanganan Konflik Sosial dimulai dengan penyamaan visi tentang latar belakang konflik sosial, kriteria konflik sosial, dan model konflik sosial serta penyelesaian konflik sosial,” kata Ketua Komite I DPD Dani Anwar (asal DKI Jakarta) saat memimpin rapat pleno Komite I DPD di gedung DPD, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/9).

Sebelumnya, dalam pengantar musyawarah RUU Penanganan Konflik Sosial sebagai bagian materi pandangan dan pendapat DPD yang disampaikan Komite I DPD kepada Panitia Khusus (Pansus) RUU Penanganan Konflik Sosial DPR tanggal 28 Juni 2011 yang laluWakil Ketua DPD Laode Ida (asal Sulawesi Tenggara) mengingatkan agar pembahasan menggali fakta empirik konflik sosial di daerah-daerah, sehingga RUU Penanganan Konflik Sosial mengandung konteks kedaerahan (regional context) serta terterapkan (executable) di daerah.

Dalam rapat pleno, Komite I DPD menyimpulkan antara lain bahwa konflik sosial di Indonesia bisa disebabkan oleh pengelolaan sumberdaya alam yang tidak adil antar-daerah

BACA JUGA: Pemerintah Ganti, Proses Century Jangan Henti

Perebutan sumber ekonomi seperti tanah dan lahan juga melatarbelakanginya.

"Di beberapa daerah seperti Nanggroe Aceh Darussalam serta Papua dan Papua Barat, penyebab konflik sosial adalah persoalan idiologis
Sedangkan di Sulawesi Tengah dan Kalimantan Barat karena kesenjangan sosial ekonomi antaretnis," kata Dani Anwar.

Selain itu, ada pula konflik sosial di daerah-daerah karena pemilihan kepala daerah

BACA JUGA: Demokrat Merugi Bila Intervensi Kasus Surat Palsu MK

Di beberapa daerah, konflik sosial menyebabkan chaos yang akibatnya luar biasa terhadap kehidupan masyarakat, imbuhnya.

Sementara senator asal Sumatera Utara, Rahmat Shah menegaskan, konflik sosial berakibat sangat merusak tatanan sosial, menghambat percepatan pembangunan, mengganggu kegiatan ekonomi, dan meretakkan keuntuhan negara.

Bahkan, komite I DPD mengidentifikasi model-model konflik sosial berdasarkan dimensinya, yaitu dimensi fatalitas, dimensi idiologis, dan dimensi etnis yang diklasifikasi oleh senator Farouk Muhammad yaitu dimensi fatalitas diwakili oleh Bali dan Nusa Tenggara Barat, dimensi idiologis Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, Papua Barat, dan Maluku; dan dimensi etnis Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah
(fas/jpnn)

BACA JUGA: Panja Segera Panggil Mantan Pacar Juru Panggil MK

BACA ARTIKEL LAINNYA... Komisi IX DPR Desak KPK Tuntaskan Kasus Suap Kemenakertrans


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler