jpnn.com - JAKARTA- DPD RI kian gencar melakukan manuver menjegal niatan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meraih kursi pimpinan DPR/MPR RI.
Lembaga senator itu menyebut revisi Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3) sekedar bagi-bagi kekuasaan partai politik tertentu. Namun, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tak pedulikan hal tersebut.
BACA JUGA: Oknum Jaksa Ditangkap Bersama 14 Paket Sabu-sabu
Sekretaris Kelompok DPD di MPR RI, Muh Asri Anas mengatakan, jika pemerintah mendukung revisi UU MD3 berarti tidak ada bedanya dengan DPR yang kerap hanya berpikir UU bisa diubah untuk 'syahwat' kekuasaan.
”Sekali lagi ditegaskan, DPD RI menolak jika revisi UU MD3 hanya untuk bagi-bagi kekuasaan, untuk kepentingan elite politik atau pihak tertentu,” ungkapnya kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (21/12).
BACA JUGA: KPK Jebloskan Tersangka Korupsi e-KTP ke Tahanan
Menurut Anggota Komite I DPD RI itu, jika ada penambahan ketua di DPR dan MPR maka selayaknya menjadi formula bersama.
Sebab, UU MD3 bukan hanya mengatur DPR tapi juga 4 lembaga legislatif lainnya yakni, MPR, DPR, DPD dan DPRD.
BACA JUGA: Kemenag Pertimbangkan Moratorium Izin Biro Travel Umroh
”Jika pimpinan DPR ditambah alasannya adalah maksimalisasi tugas dan seyogyanya DPD juga ada penambahan pimpinan sama dengan MPR ada penambahan pimpinan,” tuturnya.
Senator asal Sulawesi Barat itu kembali mengatakan, jika ada penambahan pimpinan di MPR, maka penambahan itu bukan untuk memberi ruang PDIP tapi untuk membangun keseimbangan politik.
”MPR terdiri dari DPD dan DPD maka jika pimpinannya 7 seharusnya DPD juga mendapatkan jatah 3 tiga pimpinan MPR,” tukas Asri.
Selain itu, sambung Asri, jika penambahan pimpinan untuk memberi porsi pada PDIP maka saya akan menggalang dukungan untuk 'protes' di paripurna MPR RI.
”Harusnya revisi UUMD3 masukkan poin penguatan DPD. Penguatan DPD khususnya kewenangan penentuan/pengawasan transfer daerah dan fungsi supervisi penyusunan peraturan daerah (Perda, Red),” kata Asri.
Dia menambahkan, ada kesalahan konstruksi berpikir selama ini bahwa masa tugas legislatif daerah harus dapat persetujuan legislatif/Mendagri. ”Ini kesalahan konsep ketatanegaraan,” tandasnya.
Sementara, tak lebih dari tiga jam, rapat Baleg DPR RI merampungkan harmonisasi revisi terbatas UU MD3 dan hasilnya partai besutan Megawati Soekarnoputri itu layak mendapatkan kursi pimpinan DPR dan MPR RI.
”Hari ini (kemarin, Red) kita bisa putuskan, semua fraksi setuju lakukan itu dan selesai harmonisasinya. Hasilnya akan kami antar ke rapat paripurna untuk jadi usul inisiatif DPR,” kata Supratman Andi Agtas, Ketua Badan Legislasi DPR RI usai rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/12).
Dia menguraikan, terkait penambahan pimpinan DPR dan MPR, pasal yang direvisi adalah Pasal 84 dan 15. Rapat harmonisasi juga sekaligus mengesahkan revisi pasal terkait penambahan jumlah pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, yaitu Pasal 121 ayat (2).
Jumlah pimpinan MKD, lanjutnya, yang kini berjumlah empat orang akan menjadi lima orang. Sama seperti jumlah pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) lainnya.
Poin tersebut diusulkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) karena merasa kursi Ketua MKD mereka 'dikudeta'. Mereka ingin hak mereka dikembalikan.
Masih menurut Andi, selain poin mengenai penambahan pimpinan DPR, MPR dan MKD, rapat harmonisasi Baleg juga merevisi Pasal 164 mengenai tugas Badan Legislasi. Usulan tersebut berkembang dalam rapat, yang pada intinya menginginkan agar Baleg diberi kewenangan untuk mengusulkan dan menyusun Undang-undang.
Selama ini, kata Andi, Baleg tidak bisa mengajukan usulan rancangan UU. Rancangan UU hanya dapat diajukan oleh anggota DPR, komisi dan gabungan komisi. Baleg merasa perlu penguatan dengan merevisi Pasal 164.
”Kalau ada kewenangan di Baleg untuk menyusun akan lebih mudah kami manfaatkan. Kalau ada hal strategis dan urgen berkepentingan bangsa dan negara, di Baleg bisa diberi kewenangan,” tuturnya.
Selain lima pasal tersebut, Baleg juga menambahkan ketentuan peralihan, yaitu Pasal 427 a dan b.
Pasal tersebut berbunyi: (a) Pimpinan MPR dan DPR yang berasal dari fraksi yang sedang menjabat tetap melaksanakan tugasnya sampai berakhirnya periode keanggotaan MPR dan DPR hasil pemilihan umum tahun 2014.
Kemudian, (b) Penambahan pimpinan MPR dan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 84 berasal dari fraksi partai pemenang pemilihan umum Tahuh 2014.
Ketentuan peralihan itu dibuat agar tak menimbulkan tafsir yang berbeda dari sisi konsep.
”Kalau (hanya) ditambah satu orang pimpinan dan tetap harus dipilih kembali sesuai redaksi UU yang ada, maka itu artinya tetap bisa dilakukan pemilihan kembali,” kata politisi Partai Gerindra itu. (aen/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gerbong Loyalis Anas Segera Merapat ke Hanura
Redaktur : Tim Redaksi