“Jangan merumuskan undang-undang berdasarkan pertimbangan kepentingan jangka pendek atau sesaatTetapi, berdasarkan pertimbangan kepentingan bangsa dan negara keseluruhan
BACA JUGA: Agung Usul RUU Pornografi Segera Disahkan
Dan inilah tugas besar kita bersama,” kata Ginandjar Kartasasmita, di DPD Jakarta Selasa (7/10).Ditegaskan Ginandjar, jika fungsi, tugas, dan wewenang DPD dirumuskan sesuai dengan konstitusi maka DPD tidak akan mengajukan judicial review RUU Susduk terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK)
BACA JUGA: Bea Cukai Antisipasi Dampak Krisis AS
Tapi, kami tidak akan ragu-ragu melakukannya kalau UU yang akan keluar itu kembali tidak sesuai dengan UUD 1945.”Sebagaimana yang pernah terjadi, DPD melalui Tim Kuasa Hukum yang dikoordinir Todung Mulya Lubis mendaftarkan permohonan judicial review Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau UU Pemilu terhadap UUD 1945 ke MK, Kamis (10/4).
Pengujian materiil DPD berkenaan dengan materi ayat, pasal, dan/atau bagian UU Pemilu yang bertentangan dengan UUD 1945 serta merugikan hak dan/atau kewenangan konstitusional DPD sebagai pemohon.
Melalui Putusan MK untuk perkara nomor 10/PUU-VI/2008, Selasa (1/7), di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, MK menyatakan syarat “domisili di provinsi” untuk calon anggota DPD merupakan norma konstitusi yang implisit melekat pada Pasal 22C ayat (1) UUD 1945, sehingga seharusnya dimuat sebagai rumusan norma yang eksplisit dalam Pasal 12 dan Pasal 67 UU Pemilu
Ginandjar melanjutkan, UU Susduk yang kini berlaku (UU 22/2003) semula juga akan di-judicial review karena DPD menganggapnya bertentangan dengan UUD 1945
BACA JUGA: DPR Soroti Lemahnya Diplomasi Indonesia
Peran DPD dalam UUD 1945 yang tidak mempunyai kekuasaan memadai dalam proses legislasi yang setara dengan DPR telah direduksi melalui rumusan UU 22/2003 yang tidak hanya terkait Pasal 43, 44, 45, 46, dan 47 UU Susduk tetapi seluruh substansi UU itu.DPD mencatat, dalam hal ikut membahas, ayat (1) Pasal 43 UU Susduk menyebutkan, DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang diajukan baik oleh DPR maupun Pemerintah.
Ayat (2), DPD diundang oleh DPR untuk melakukan pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud ayat (1) bersama Pemerintah pada awal Pembicaraan Tingkat I sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPRAyat (3), Pembicaraan Tingkat I dilakukan bersama antara DPR, DPD, dan Pemerintah dalam hal penyampaian pandangan dan pendapat DPD atas rancangan undang-undang, serta tanggapan atas pandangan dan pendapat dari masing-masing lembagaAyat (4), pandangan, pendapat, dan tanggapan tersebut dijadikan sebagai masukan untuk pembahasan lebih lanjut antara DPR dan Pemerintah.
Dalam hal memberikan pertimbangan, ayat (1) Pasal 44 UU Susduk menyebutkan, DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agamaAyat (2), pertimbangan diberikan dalam bentuk tertulis sebelum memasuki tahapan pembahasan antara DPR dan PemerintahAyat (3), pertimbangan menjadi bahan bagi DPR dalam melakukan pembahasan dengan Pemerintah.
Dalam hal memberikan pertimbangan, ayat (1) Pasal 45 UU Susduk menyebutkan, DPD memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)Ayat (2), pertimbangan disampaikan secara tertulis sebelum pemilihan anggota BPK.
Dalam hal melakukan pengawasan, ayat (1) Pasal 46 UU Susduk menyebutkan, DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agamaAyat (2), pengawasan merupakan pengawasan atas pelaksanaan undang- undangAyat (3), hasil pengawasan disampaikan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Dalam hal menerima hasil pemeriksaan, Pasal 47 UU Susduk menyebutkan, DPD menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN.
Selain itu, lanjutnya, dalam catatan DPD, UU 22/2003 cenderung mengatur DPR dan DPD secara terpisah, padahal keduanya satu kesatuan lembaga parlemen yang saling bekerja sama satu sama lainAkibatnya, tidak diatur mekanisme bagi DPD mengusulkan RUU, terlibat dalam pembahasan RUU bersama Pemerintah dan DPR, atau mekanisme jika suatu RUU yang disetujui Pemerintah dan DPR, tetapi ditolak DPDJuga tidak diatur keberadaan semacam panitia atau komisi bersama antara DPR dan DPD yang memungkinkan kedua Dewan bekerja optimal dalam peran keparlemenan.
Didampingi Ketua Kelompok DPD di MPR Bambang Soeroso, Ginandjar menandaskan lagi, DPD berharap rumusan UU Susduk yang baru tidak melampaui ketentuan UUD 1945Kendati sebelum dilahirkan sebagai lembaga perwakilan, peran DPD telah dibatasi sedemikian rupa oleh UUD 1945 yang direduksi melalui UU 22/2003“Itu nanti urusan amandemenDiharapkan, apa yang diamanatkan konstitusi dilaksanakan sungguh-sungguh,” tegasnya.
Selain itu, Ginandjar juga menegaskan bahwa DPD telah merampungkan Naskah Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 secara komprehensif yang akan diajukan setelah Pemilihan Umum (Pemilu) 2009.
"Melalui usul amandemen yang kembali akan diajukan, DPD diharapkan bersama DPR menjadi salah satu kamar dari sistem parlemen dua kamar dalam format perwakilan Indonesia, yakni DPR merupakan parlemen yang mewakili penduduk dan DPD adalah parlemen yang mewakili wilayah atau daerah, dalam hal ini provinsi," ujarnya(Fas/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Krisis AS Tak Pengaruhi Dana Miskin
Redaktur : Tim Redaksi