DPD Persoalkan RTRW Kalteng

Jumat, 18 Juni 2010 – 20:39 WIB
JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dapil Kalimantan Tengah, Hamdani mengatakan tata ruang Kalimantan Tengah (Kalteng) masih bermasalahPasalnya, Pemprov Kalteng dan Kementerian Kehutanan belum mencapai kesepakat tentang persentase tata ruang, yaitu 82 persen untuk hutan dan 18 persen untuk non-hutan.

“Kalau 82 persen untuk hutan, itu riskan sekali bagi kami, karena kami jadi penjaga semua hutan di sana

BACA JUGA: Tujuh Desa di Aceh Barat Terancam Lenyap

Hutan tidak bisa dimanfaatkan untuk perkebunan, tambang, industri-industri lain, sehingga bisa memberikan dampak negatif bagi masyarakat,” kata Hamdani, dalam dialog interaktif Perspektif Indonesia bertema 'Penataan Kawasan Hutan dan Problematiknya', di press room DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/06)
Bersama Hamdani, pembicara lain yang tampil adalah Jafar Hafsyah (Anggota DPR RI), Sadino (Pakar Hukum Kehutanan), dan Sutrisno (Dirjen Planologi Departemen Kehutanan RI).

Dikatakan Hamdani, revisi rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) yang diusulkan pemerintah provinsi bertujuan memberikan kepastian hukum kepada para investor

BACA JUGA: Astaga, Dalam Rahim Wanita ada Paku, Jarum, hingga Gulungan Rambut

Saat ini, Departemen Kehutanan mensyaratkan aturan di Kalimantan Tengah berdasarkan garis-garis besar haluan kehutanan (GBHK), sementara Pemda provinsi Kalimantan Tengah memakai Perda No
8 tahun 2003

BACA JUGA: BATAM: Butuh 359 Guru Agama

"Ketidaksinkronan inilah yang menjadi masalah, jika Pemda membuatkan izin berdasarkan Perda No.8 Tahun 2003, maka tidak diakui keabsahannya, karena tata ruangnya belum selesaiDPD dan Komisi IV DPR harus segera menyelesaikannya,” tegas Hamdani.

Hamdani juga mengemukakan, konflik dan tarik-menarik kepentingan ketentuan mengenai tata ruang wilayah yang menggambarkan alokasi kawasan hutan dan bisnis serta kepentingan lainnya sudah banyak diatur dalam UU, perda, maupun ketentuan dan peraturan yang diterbitkan pemerintahNamun, pelaksanaannya sangat dipengaruhi seberapa besar komitmen seluruh jajaran pemerintah untuk menjaga konsistensi sesuai ketentuan.

"Kepentingan menjaga konservasi hutan sering terkalahkan oleh kepentingan bisnis dan peruntukan lainAkibatnya, hutan sangat rentan terhadap gangguanKerusakan hutan yang terus meningkat menjadi bukti betapa rentan kelestarian hutan kita," katanya.

Sementara Dirjen Planologi Kemenhut Sutrisno mengakui banyaknya persoalan penataan kawasan hutan“Saat ini, karena kurangnya kemampuan dalam perencanaan dan rendahnya komitmen untuk menjaga tata ruang yang baik telah mengakibatkan konflik kepentingan semakin tajam,” ujarnya.

Sedangkan pakar hukum kehutanan Sadino mengatakan, komitmen dan konsisten merupakan sikap yang harus dimiliki seluruh jajaran untuk mewujudkan pelestarian kawasan hutan“Adanya konflik dan tarik-menarik kepentingan bisnis dalam tata ruang dapat dilihat dari sering berubahnya tata ruang wilayah di berbagai daerah,” ungkapnya.

Karena itu, semua pihak diharapkan menyatukan sikap dan komitmen untuk benar-benar menjaga tata ruang yang telah ditentukan karena perubahan terhadap tata ruang akan menempatkan kawasan hutan sebagai obyek yang terdesak dan akhirnya terjadi alih fungsi lahan.

Sementara Anggota DPR Jafar Hasyah mengkritisi APBN untuk hutan sebanyak Rp3 triliun, yang hanya sepertiga dari anggaran pertanian"Padahal, Kementerian Pertanian tidak punya 1 hektar pun tanah, sedangkan kehutanan harus mengelola hutan," ujarnyaUntuk menjaga hutan dan infrastrukturnya saja dana tersebut masih kurang, Jadi tidak heran jika hutan kita dicuriMestinya budget untuk menjaga hutan Rp300 triliun sehingga penataan kawasan hutan berlangsung konsisten, imbuhnya(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... MATARAM: Pengadaan Mesin Sewa Capai 75 Persen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler