jpnn.com - JAKARTA - Sebanyak 75 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI telah menandatangani pengajuan penggunaan Hak Bertanya kepada Presiden RI Joko Widodo.
Inisiator Hak Bertanya, AM Fatwa, mengungkap DPD ingin kejelasan terkait kebijakan proyek pembangunan kereta cepat (high speed train/HST) Jakarta-Bandung.
BACA JUGA: JK: Tidak Usah Kita Tanggapi
"DPD ingin tahu apa urgensinya proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang tidak masuk rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2015-2019 pemerintahan Jokowi-JK, dan proyek ini lebih tawaran inisiatif atau tawaran investor," kata AM Fatwa, Sabtu (14/11).
Menurut senator asal DKI Jakarta ini, kereta cepat Jakarta-Bandung dengan nilai 78 triliun rupiah ini lebih sebagai proyek mercusuar ketimbang pembangunan sarana transportasi Jakarta-Bandung yang sesungguhnya sudah lebih dari cukup. "Ada puluhan jalur reguler, lalu jalan tol, bandar udara dan jalur khusus kereta yang menghubungkan Jakarta-Bandung," ujar AM Fatwa.
BACA JUGA: Ini Nama 14 Anggota DPRD Sumut yang Diperiksa KPK di Mako Brimob
Sementara untuk mewujudkan tol laut yang menjadi tema utama kampanye saat pilpres, kata Fatwa, sampai sekarang belum didukung oleh satu pun Keppres atau Perpres. "Sebetulnya kehendak siapa pembangunan kereta cepat ini sehingga terbit Perpres nomor 107 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung?," tanya AM Fatwa.
Fatwa mengingatkan bahwa Presiden Jokowi berulangkali menegaskan bahwa masa depan ekonomi Indonesia ada di kawasan timur Indonesia. "DPD tentunya sangat sependapat dengan itu. Karenanya, rezim ini harus memulai pembangunan infrastruktur di sana," sarannya.
BACA JUGA: JK Pastikan Belum Ada Laporan WNI jadi Korban Teror di Paris
Kalau dana 78 triliun rupiah untuk membangun kereta cepat Jakarta-Bandung itu digunakan untuk membangun infrastruktur di Papua, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan ujar Fatwa, berarti sebagian besar masalah infrastruktur di Indonesia Timur terjawab.
"Atau sebagian dana tersebut dialihkan untuk memotong Teluk Tomini yang dapat memperpendek perjalanan untuk tol laut sebagaimana yang Jokowi gagas. Kalau ini terjadi, baru nawacita namanya yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI," pungkasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yaqut Cholil: Tragedi Paris Bukti Terorisme Tak Pernah Surut
Redaktur : Tim Redaksi