jpnn.com, AMBON - Pemerintah telah mengeluarkan Perpres Nomor 21 Tahun 2018 terkait strategi nasional percepatan pembangunan daerah tertinggal. Salah satunya adalah Provinsi Maluku.
Melalui berbagai pembangunan yang dilakukan Pemerintah, kesenjangan intrawilayah di Kepulauan Maluku diharapkan dapat diturunkan. Selain itu, dapat memperkuat Maluku sebagai lumbung ikan nasional.
BACA JUGA: Usia di Atas 60 Tahun, LaNyalla dan Nono Sampono Baru Terima Suntikan Vaksin Covid-19
Untuk mendukung hal tersebut, Wakil Ketua I DPD RI Nono Sampono mendorong pemerintah untuk menyiapkan pembangunan pelabuhan yang terintegrasi dengan pusat kegiatan perikanan yang akan menjadi Kawasan Terpadu Pelabuhan Perikanan di Provinsi Maluku.
Menurut Nono Sampono, daerah Tulehu, Ambon, adalah salah satu alternatif lokasi yang baik untuk pembangunan pelaburan baru, karena kondisi perairan yang tenang dan memiliki kedalaman yang baik.
BACA JUGA: Nono Sampono: Maluku Harus Mampu Berkembang menjadi Ikon Pariwisata Indonesia
Pemilihan Tulehu berdasarkan studi yang dilakukan Kementerian Perhubungan. Selain itu juga preferensi studi yang juga dilakukan World Bank.
Kawasan Terpadu Pelabuhan Perikanan ini akan dibangun dengan pembiayaan APBN. Selanjutnya, pembangunan infrastruktur tambahan akan dilakukan dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
BACA JUGA: Kemenhub Siapkan Pelabuhan Pendukung Lumbung Ikan Nasional di Maluku
Sebuah pelabuhan terintegrasi, menurut Nono, harus dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pendukung, semisal pembangkit listrik mandiri, akses jalan yang memadai dan alur pelayaran yang baik.
Pelabuhan tersebut juga harus didesain agar bisa ekspansi jika dibutuhkan.
“Pembangunan pelabuhan harus dipikirkan pengembangan jangka panjang, hingga 50 tahun ke depan sehingga tidak mengalami hambatan jika melakukan ekspansi,” ujar Nono Sampono.
Nono juga menegaskan pembangunan Pelabuhan Terintegrasi ini diharapkan dapat menyejahterahkan rakyat Maluku baik melalui penyerapan tenaga kerja secara langsung maupun lapangan kerja yang tercipta dari dampak aktivitas bisnis.
Terlebih, lanjut Nono, dengan adanya sistem lumbung ikan nasional terintegrasi ini juga diharapkan naiknya harga ikan di produsen (nelayan) dan turunnya harga ikan di konsumen (khususnya pulau Jawa) sebagai pasar terbesar dalam negeri.
Selain itu, begitu banyaknya kehidupan masyarakat yang bergantung pada sektor perikanan, maka pembangunan pelabuhan perikanan terintegrasi harus mengakomodir kepentingan nelayan tradisional dan skala kecil.
Oleh karena itu, DPD RI mendorong sinergi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Kementerian dan Lembaga lainnya.
Di antaranya Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perhubungan untuk melakukan optimalisasi sistem logistik ikan di Maluku.
Hal itu bisa dimulai dari desa-desa pesisir ke pelabuhan-pelabuhan perikanan dan masuk ke pelabuhan perikanan terintegrasi di Ambon.
“Sehingga dari Ambon bisa ekspor ke luar negeri atau menuju ke konsumen dalam negeri serta tentunya untuk konsumsi di Maluku,” kata mantan Kabasarnas ini.
Saat ini, Provinsi Maluku telah memiliki sejumlah infrastruktur transportasi seperti : 12 bandara dengan 8 rute perintis, dan 7 rute komersial.
Pada angkutan penyeberangan, terdapat total 31 pelabuhan penyeberangan yang beroperasi di Provinsi Maluku dengan 66 lintas penyeberangan (4 lintas komersial, 62 lintas perintis) yang dilayani 25 unit kapal (8 unit komersial, 17 unit perintis).
Pada angkutan laut, terdapat 3 trayek Tol Laut yang melayani di Provinsi Maluku dengan 9 pelabuhan singgah, yaitu Kisar, Moa, Larat, Tepa, Namrole, Namlea, Saumlaki, Dobo, dan Elat.
Melalui berbagai pembangunan yang dilakukan Pemerintah, diharapkan dapat menurunkan kesenjangan intrawilayah Kepulauan Maluku serta mendorong Maluku sebagai lumbung ikan nasional.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich