DPK dan DPKtb Bermasalah? Ini Alasannya

Selasa, 19 Agustus 2014 – 15:53 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin terus mengkritisi  daftar pemilih khusus (DPK) dan daftar pemilih khusus tambahan (DPKtb) di pemilu presiden (pilpres) lalu. Menurutnya, setidaknya ada enam argumen yang bisa diajukan untuk menyatakan DPK dan DPKtb bermasalah.

“Pertama, daftar pemilih yang diakui dan yang sah menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang pemilihan presiden hanyalah DPT (daftar pemilih tetap, red).  Tidak ada satu norma pun dalam UU Pilpres, baik secara implisit apalagi eksplisit, yang memerintahkan KPU menyusun DPK dan DPKTb,” katanya di Jakarta, Selasa (19/8).

BACA JUGA: Massa Pro Prabowo-Hatta Kencingi Logo CSIS

Kedua, lanjutnya, kewenangan yang diberikan UU Pilpres kepada KPU untuk menyusun daftar pemilih bersifat restriktif. Artinya, KPU hanya diberi wewenang mengatur yang terkait dengan pemutakhiran, pengumuman, perbaikan Daftar Pemilih Sementara (DPS), dan penetapan DPT. Hal ini tegas diatur dalam Pasal 29 ayat (6) UU Pilpres.

"Ketiga, DPK dan DPKTb bukan daftar pemilih yang dimaksud oleh Putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009, sebab syarat dan cara yang diatur oleh KPU tentang DPK dan DPKTb justru bertentangan dengan syarat dan cara yang diatur dalam putusan tersebut," lanjutnya.

BACA JUGA: Pemda Boleh Impor Pegawai dari Daerah Lain

Dalam putusan MK itu,  kata Said, tegas disebutkan bahwa hanya KTP dan paspor yang diperbolehkan sebagai syarat bagi pemilih untuk memberikan suaranya di TPS. Tapi, KPU justru memerbolehkan surat keterangan domisili dari kepala desa/lurah sebagai pengganti KTP.

"KPU tidak bisa membuat norma alternatif dari ketentuan UU. Peraturan KPU kedudukannya adalah dibawah UU dan mereka itu adalah pelaksana UU," katanya.

BACA JUGA: Merasa Punya Mandat Rakyat, Nusron Lawan Upaya PAW

Argumen keempat yang disodorkan Said adalah tentang syarat dan cara pemakaian KTP untuk memilih. Menurut Putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009, pemilih tetap harus menyertakan kartu keluarga (KK). “Tetapi aturan itu diabaikan KPU,” lanjutnya.

Kelima, DPK dan DPKTb secara sistem tidak menciptakan kepastian hukum dan keadilan. Sebab, lanjutnya, tidak pernah ada alokasi surat suara bagi pemilih DPK dan DPKTb.

Sementara surat suara cadangan, kata Said, berfungsi sebagai surat suara pengganti untuk pemilih DPT yang mendapati surat suaranya rusak.

"Keenam, DPK dan DPKTb seharusnya tidak perlu ada karena rakyat sebetulnya telah memberikan dana yang begitu besar dalam jumlah triliunan rupiah kepada Pemerintah dan KPU untuk menyusun data kependudukan dan DPT yang berkualitas," katanya.(gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sodorkan Enam Argumen untuk Sebut DPK-DPKTb Bermasalah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler