DPR Desak Pengadaan Pesawat MA-60 Cepat Diusut

Kamis, 12 Mei 2011 – 21:36 WIB

JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR, Arif Budimanta mendesak pihak berwenang untuk mengusut dugaan adanya 'permainan' dalam pembelian 15 unit pesawat MA-60 produksi perusahaan China, Xian Aircraft oleh maskapai penerbangan milik BUMN PT Merpati.

Menurutnya, setidaknya ada empat instansi pemerintahan yang patut untuk diperiksa karena secara langsung terkait dengan kontrak pembelian 15 unit pesawat MA-60 yang digunakan oleh PT MerpatiYakni Bappenas selaku pemegang Blue Book anggaran, Kementerian Perhubungan selaku instansi tekhnis, Kementerian Keuangan selaku bendahara negara dan Kementerian Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) selaku pengawas.

Selain empat instansi pemerintah, politisi dari PDI-P itu juga mendesak aparat berwenang untuk menjelaskan peran seseorang yang dirumorkan sangat dekat dengan lingkungan Istana dan menentukan dalam kontrak pembelian 15 unit pesawat MA-60 itu.

"Rumornya kan begitu, ada orang yang diduga sangat dekat dengan Istana berperan dalam menggolkan kontrak pembeliannya

BACA JUGA: DK PD Belum Panggil Angelina

Meski itu rumor, demi kejelasan masalahnya, sebaiknya aparat penegak hukum juga memintakan klarifikasi terhadap yang bersangkutan
Karena ini baru rumor, maka saya belum akan menyebut inisialnya," kata Arif Budimanta, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (12/5).

Arif Budimanta juga mengungkap keanehan lainnya dalam tahun 2010 yang terjadi di internal PT Merpati

BACA JUGA: Mubaligh Tak Perlu Takut Aparat

"Tahun lalu modal pemerintah di PT Merpati tercatat Rp1,34 triliun dan dalam tahun yang sama utang PT Merpati diketahui sekitar Rp3,93 triliun
Ini sebuah kondisi usaha yang sangat tidak kondusif," imbuhnya.

Demikian juga halnya dengan kredit yang diberikan oleh Bank Exim China untuk pembiayaan pembelian 15 unit MA-60 senilai 232,443 juta dollar Amerika Serikat dengan suku bunga 2,5 persen tapi pemerintah RI menetapkan pihak PT Merpati dibebani biaya bunga sebesar 3 persen.

"Jadi ada selisih 0,5 persen dari yang semestinya 2,5 persen

BACA JUGA: Hadapi Radikalisme, SBY Ingin Berdakwah

Ini salah satu bentuk pelanggaran terhadap undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 23 Tentang Keuangan NegaraDPR akan terus mengusut selisih suku bunga ini dan kemana duitnya mengalir," ungkap Arif Budimanto.

Di tempat yang sama, mantan anggota DPR FPAN Alvin Lie mengakui keputusan pembelian pesawat MA-60 buatan Cina memang tidak terlepas dari nuansa politis karena awalnya pembelian pesawat MA-60 murni berdasar mekanisme bisnis to bisnis (B to B) beralih menjadi mekanisme G to G.

“Awalnya Merpati B to B tapi dengan segala keterbatasan dan cari utang susah akhirnya G to GDan saat itu Wapres JK masuk dan menilai dengan berbagai pertimbangan yang sebetulnya tidak listrik sajaTermasuk apakah Merpati harus beli atau sewa, ataukah bisa diterbangkan 20 tahun lagi atau bagaimana dan akhirnya diputuskan untuk ditunda dulu,” terangnya.

“Berdasarkan itu pemerintah Cina juga bilang kalau hal itu sudah diteken, dan otomatis mereka juga akan melindungi industrinyaAkhirnya mereka juga bilang kalau suatu hal yang sudah diteken saja bisa mundur artinya untuk hal pendanaan listrik 10 ribu mw juga bisa mundur,” tukasnya(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Demokrat Minta Politisasi Gedung Baru DPR Disudahi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler