DPR Minta Masukan Peradi dalam Pembahasan RUU Hukum Acara Perdata

Rabu, 25 Mei 2022 – 23:22 WIB
Perwakilan DPN Peradi yang memberi masukan kepada Komisi III DPR terkait pembahasan RUU Hukum Acara Perdata. Dok Humas Peradi.

jpnn.com, JAKARTA - Komisi III DPR meminta masukan dari DPN Peradi pimpinan Otto Hasibuan untuk memberi masukan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Acara Perdata.

“Tujuan kami mengundang Peradi untuk berdiskusi dan menerima masukan mengenai pasal-pasal krusial untuk dibahas Komisi III dan pemerintah,” ujar Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir saat rapat dengar pendapat umum dengan Peradi, Rabu (25/5).

BACA JUGA: Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM Bukti Peradi Pimpinan Otto Hasibuan Masih Dipercaya

Sekretaris Jenderal DPN Peradi Hermansyah Dulaimi mengaku sangat menunggu kesempatan ini karena sudah mendapat banyak pertanyaan soal hukum acara perdata yang sudah tidak relevan. 

“Kami sudah 75 tahun merdeka tetapi sampai sekarang belum ada hukum acara perdata buatan sendiri,” ujar dia.

BACA JUGA: Raker dengan Komisi III, Yasonna Singgung Poin Penguatan RUU Hukum Acara Perdata

Ketua Dewan Kehormatan Daerah (DKD) DKI Jakarta Rivai Kusumanegara yang ikut dalam rapat itu kemudian menyampaikan 49 masukan secara detail atas RUU Hukum Acara Perdata yang merupakan inisiatif pemerintah itu.

Dari 49 catatan masukan DPN Peradi kepada Komisi III DPR tersebut, ada lim hal penting yang menjadi perhatian pihaknya.

BACA JUGA: Begini Respons DPN Peradi Saat Handoko Tanoyo Keluar

Pertama, panggilan sidang melalui juru sita dan delegasi pengadilan negeri (PN) lain agar diubah dengan pos tercatat dan tanpa delegasi seperti yang telah berjalan di PTUN dan pengadilan agama.

Rivai menyebut cara delegasi itu hanya membuat lama dan rumit. Begitu juga penyampaian oleh juru sita berdampak pada besarnya biaya perkara, terutama di daerah-daerah yang wilayah hukum PN-nya meliputi beberapa kabupaten.

“Kalau di Jakarta, biaya perkara cukup Rp 5 juta, tetapi di Kalteng atau Papua itu bisa mencapai Rp 25 juta jika para pihaknya banyak,” katanya.

Kedua, pelelangan oleh PN selama ini kurang diminati masyarakat karena pemenang lelang masih harus mengeluarkan biaya pengosongan dengan kemungkinan gagal akibat gangguan di lapangan.

“Kami sarankan pengosongan dilakukan sebelum lelang agar objek yang dibeli clear, sehingga minat masyarakat meningkat,” ujarnya.

Ketiga, tahapan upaya hukum agar dikurangi dan tidak seperti sekarang hingga empat tahap. Masyarakat lelah menunggu sengketanya selesai dan berdampak pada biaya dan waktu.

Banyak negara hanya mengenal satu kali upaya hukum dan sebenarnya Indonesia sudah mengadopsinya dalam perkara PHI, kepailitan, HAKI, dan pembatalan KTUN lokal. 

Keempat, eksekusi sebaiknya dilakukan tanpa delegasi melalui PN lain, karena selain lama dan rumit juga jika terdapat perlawanan akan ditangani PN delegasi, sedang berkas perkara pokok berada di PN pemutus.

“Kelima, e-court belum diakomodir RUU ini dan model panggilan dengan penempelan pada papan pengumuman PN dan kantor Bupati bisa digantikan dengan penayangan pada website PN,” katanya.

Dalam RDPU ini, turut hadir Shalih Mangara Sitompul, Viator Harlen Sinaga, Nikolas Simanjuntak, Onny Wastoni, dan Riri Purbasari Dewi. (cuy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dewan Kehormatan Peradi Gencarkan Sosialisasi Etika Profesi Advokat


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler