DPR Tegaskan Isu BP Batam sebagai Pengelola KEK tak Benar

Selasa, 26 Februari 2019 – 19:06 WIB
Kantor BP Batam. Foto: batampos/jpg

jpnn.com, BATAM - Pengusaha Batam mengaku resah seiiring munculnya isu bahwa pemerintah membentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batam sebagai pengganti Free Trade Zone (FTZ).

Isu tersebut terungkap saat rapat kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo pada Minggu ketiga Januari lalu.

BACA JUGA: Ketua BP Isyaratkan Batam Akan Jadi Kawasan Ekonomi Khusus

"Menurut saya, tindakan tersebut dapat memberikan sinyal kuat kepada para investor adanya ketidakpastian hukum di Batam. Sebab dalam UU FTZ sudah sangat jelas disebutkan kalau FTZ berlaku selama 70 tahun sejak tanggal diundangkan," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid, Senin (25/2).

Jika terjadi perubahan di tengah jalan, maka investor akan berpandangan bahwa pemerintah tidak konsisten dengan kebijakan yang telah disusunnya bersama dengan DPR RI.

BACA JUGA: Kontrak ATB Habis 2020, BP Masih Menunggu Keputusan DK

"Implikasinya sangat luar karena aturan hukum dibawah undang-undang bisa saja dipandang semakin lemah. Sampai sekarang, UU FTZ belum dicabut karena kedudukan UU FTZ itu berada di atas Peraturan Pemerintah (PP) yang akan diterbitkan oleh pemerintah," katanya lagi.

Rafki mengatakan para pengusaha Batam sudah berkali-kali menyampaikan kepada pemerintah bahwa FTZ harus dilaksanakan selama 70 tahun sesuai amanat UU. "Jika dipaksakan kemudian menjadi KEK maka kita tentunya mempertimbangkan melakukan gugatan hukum," paparnya.

BACA JUGA: BP Batam Pastikan Dermaga Curah Kabil Selesai Maret

Solusi menjadikan wilayah di luar FTZ Batam sebagai daerah KEK dianggap bisa menjadi solusi. Sehingga tanpa merubah FTZ yang sudah ada, pemerintah bisa mengembangkan daerah lain di Batam dengan memberikan status KEK. Jadi pertumbuhan investasi di Batam akan semakin cepat lagi.

"Dengan terus melempar wacana soal pergantian FTZ menjadi KEK ini, akan menjadi kontra produktif bagi perkembangan dunia usaha di Batam," ungkapnya.

Terpisah, Anggota Komisi II DPR RI, Firman Subagyo membantah isu tersebut. Dia mengatakan Komisi II DPR RI memang melakukan rapat dengan Mendagri, tapi tidak menetapkan Batam sebagai KEK dan BP Batam sebagai pengelolanya.

"Arahnya dulu begitu. Tapi belum ada keputusan dari rapat dengan Mendagri. Itu baru menyampaikan usulan saja," katanya.

Saat ini yang menjadi fokus bagi Komisi II DPR RI adalah soal isu rangkap jabatan Wali Kota sebagai ex-officio Kepala BP Batam. "Kami minta dikaji ulang secara menyeluruh. Ini tak bisa tergesa-gesa karena ada faktor kepentingan," paparnya.

Senada dengan Firman, Kepala BP Batam, Edy Putra Irawadi mengatakan bahwa dia belum menerima pengumuman apapun soal nasib BP Batam dari Dewan Kawasan (DK).

"Belum ada dari DK ke saya. Rapat yang saya tahu dan ikuti rapatnya adalah rapat rancangan peraturan pemerintah (RPP) Wali Kota sebagai ex-officio Kepala BP Batam," katanya singkat.

Dalam isu ini, Mendagri melempar usulan bahwa aset-aset milik BP Batam harus diinventaris ulang.

"Pengalihan aset Badan Pengusahaan FTZ Batam kepada pemerintah atau Badan Usaha Pengelola KEK Batam perlu pemilihan aset mana yang harus dikembalikan menjadi aset pemerintah. Aset BP FTZ Batam, antara lain Bandara Hang Nadim, Pelabuhan Laut, Rumah Sakit Otorita Batam (BP Batam), Balai Pengelolaan Agrisbinis Otorita Batam, IT Center Batam, perkantoran dan lain-lain," katanya.

Sebagai catatan, untuk Bandar Udara dan Pelabuhan Laut, fungsi regulatornya oleh Kementerian Perhubungan dan fungsi operator oleh Badan Usaha Pengelola KEK Batam.

Kemudian Badan Pengawasan dan Keuangan Pembangunan akan melaksanakan audit atas aset dan keuangan BP Batam.

Sementara peralihan status Hak Pengelolaan (HPL) atas tanah di Batam, akan dilakukan tiga langkah, yakni pertama HPL yang berada dalam enclave KEK Batam diserahkan ke Badan Usaha Pengelola KEK Batam. Kedua, HPL di luar enclave Batam akan diambl alih pemerintah pusat dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Ketiga, segala perjanjian dan hak atas tanah (Hak Guna Bangunan/HGB) yang telah ada masih tetap berlaku sampai berakhirnya perjanjaian atau berakhirnya masa hak atas tanahnya.

Sedangkan untuk pelaku usaha yang telah beroperasi pada FTZ Batam otomotis menjadi pelaku usaha pada KEK Batam dan mendapatkan faslitas serta insentif yang berlaku di KEK dengan fasilitas lebih baik.

"Untuk pelaku usaha dan masyarakat yang di luar emclave KEK Batam masih tetap diberikan faslitas dan kemudahan sama dengan saat berlakunya FTZ Batam, namun sampai jangka waktu tertentu di mana diusulkan paling lama 5 tahun. Ketentuan pelaksanaan diatur oleh Menteri Keuangan," jelasnya.(leo)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR: Wali Kota Batam Menjadi Ex-Officio Kepala BP Batam Tabrak Aturan


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler