DPR Terbelah Soal Parardhya

Senin, 09 Februari 2009 – 21:36 WIB

JAKARTA - Komisi II DPR sepakat untuk melanjutkan pembahasan nasib Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) JogjaMeski demikian, hal prinsip yang masih belum mencapai satu kata di antara fraksi-fraksi di DPR adalah tetang keberadaan Parardhya.

Hal itu terungkap dalam rapat kerja antara Komisi II DPR dengan Mendagri, Senin (9/2)

BACA JUGA: Mendagri Segera Proses Permintaan Polisi

Juru bicara (jubir) Fraksi Partai Golkar, Moestokoweni mengatakan, fraksinya mendukung usul pemerintah terkait kedudukan Parardhya
Alasan Fraksi Golkar, katanya, kepala daerah harus dipilih secara demokratis

BACA JUGA: Kapolda Sumut Pasang Badan



Menurutnya, ruang partisipasi masyarakat Jogja harus tetap terbuka
“Jadi fungsi adalah penguatan dalam peran budaya,” ujarnya saat menyampaikan pandangan Fraksi Golkar.

Usulan yang lebih tegas dilontarkan Fraksi PBR

BACA JUGA: Kasus Ruilslag Lombok Barat Patut Jadi Pelajaran

Jurbis FPBR Zulhendri Chaniago mengusulkan agar pemilihan anggota legislatif dan eksekutif tetap dilakukan sesuai dengan UU, yakni melalui pemilihan langsung oleh masyarakat“Tidak perlu ada persetujuan dari ParardhyaParardhya cukup dalam menjaga kelestarian nilai-nilai budaya yang dianut,” katanya

Sementara jubir Fraksi PPP, Chozin Chumaidy mengingatkan DPR dan pemerintah untuk berhati-hati dalam menentukan bentuk dan konsep pemerintahan di Yogyakarta terutama tentang usulan pemisahan antara Kesultanan dan Pakualaman dengan jabatan gubernur dan wakil gubernurMenurut Chozin, jika merujuk pada usul pemerintah dengan pemisahan jabatan kepala daerah dengan Sultan dan Paku Alam, maka hal itu akan menempatkan Sultan dan Pakualam sebagai simbol dalam bentuk parardhya.

“Posisi ini dapat menimbulkan konflik dan tumpang tindih antar lembaga sehingga akan memperpanjang rentang kendali birokrasiUsul pemerintah parardhya berwenang memberikan persetujuan terhadap raperda istimewa yang telah disetujui oleh DPRD dan gubernurJika Parardhya tidak menyetujui akan timbul konflikParardhya juga akan mengintervensi KPU dengan perannya dalam persetujuan bakal calon kepala daerah,” jelasnya.

Sedangkan jubir Fraksi Demokrat Ignatius Mulyono menyatakan, pemisahan institusi kesultanan dan gubernuran perlu dipertimbangkan masak-masak mengingat secara adat-istiadat, penentuan gubernur dan wakil gubernur dari kalangan keraton sudah berlangsung turun-temurun.

Ignatius justru khawatirkan, gubernur dan wakil gubernur yang bukan berasal dari kalangan keraton akan menimbulkan ketidakpatuhan dari rakyat“Rakyat masih mengharapkan SultanJika Sultan hanya ditempatkan sebagai pemimpin budaya dan spiritual, apa masyarakat bisa menerima,” tukasnya.

Setelah mendengar pendapat fraksi-fraksi, Ketua Komisi II EE Mangindaan yang memimpin raker menawarkan kepada seluruh fraksi apakah RUU tersebut dapat dilanjutkan pembahasannya, yang langsung dijawab setuju dan ketokan palu.
Sementara Mendagri Mardiyanto mengakui, pada pembahasan RUUK Jogja nanti akan lebih banyak bersinggungan dengan usulan pemerintahMeski demikian Mendagri mengingatkan agar semua pihak memberikan masukan demi sempurnanya RUU tersebut

“Kami siap, tentunya akan tetap berkisar pada draf yang disusun pemerintahKami juga berharap semua pihak untuk memberikan pertimbangan dan masukan terutama peran dari Dewan Perwakilan Daerah,” ucapnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SK Bupati Lobar Diteken Mendagri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler